Internasional

Perang Dagang Jadi Topik Utama di KTT G20

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
19 March 2018 19:13
Perang Dagang Jadi Topik Utama di KTT G20
Jakarta, CNBC Indonesia - Kekhawatiran akan potensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta kekhawatiran akan ancaman bea impor baja dan aluminium dari Presiden AS Donald Trump akan mendominasi pertemuan para menteri keuangan dan bank sentral negara-negara G20 di tengah menguatnya pertumbuhan ekonomi.

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, yang tiba di Buenos Aires pada hari Minggu (18/3/2018) sebelum pertemuan G20 yang diselenggarakan selama dua hari, akan membela rencana dagang Trump dari kritik yang meluas dari para anggota G20.

Pada saat yang sama, kemungkinan dia akan mendengarkan berbagai permohonan pengecualian dari bea impor baja dan aluminium, kata Edwin Truman, mantan pejabat kebijakan internasional Kementerian Keuangan dan bank sentral Amerika Federal Reserve/The Fed, yang saat ini bekerja untuk Peterson Institute for International Economics di Washington.

"Dia akan mendapatkan komentar pedas dari mereka. Mnuchin akan mempertahankan komentarnya, dan dia akan menampilkan wajah terbaik yang ia bisa," kata Truman yang dikutip oleh Reuters.

Bea impor sebesar 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium ditetapkan secara efektif pada tanggal 23 Maret 2018. Penetapan bea impor tersebut meningkatkan kewaspadaan di antara para rekan dagang bahwa Trump akan merealisasikan ancamannya untuk membongkar sistem perdagangan berdekade lamanya yang berdasar pada peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) demi tindakan sepihak AS.

Potensi tarif anti China yang lebih besar dan pembatasan investasi dengan pertimbangan investigasi kekayaan intelektual AS telah meningkatkan kekhawatiran bahwa pembalasan dapat mengurangi perdagangan global dan mematahkan pertumbuhan global yang terkuat sejak G20 didirikan selama krisis keuangan tahun 2008.

Reuters melaporkan pekan lalu bahwa pemerintahan Trump mempertimbangkan tarif hukuman sebesar US$60 miliar (Rp 825,7 triliun) terhadap produk konsumen, informasi teknologi dan telekomunikasi secara tahunan. Beberapa pejabat G20, termasuk para menteri keuangan dari negara penyelenggara yaitu Argentina dan Jerman, mengatakan mereka akan mendesak untuk mempertahankan pernyataan resmi G20 yang menekankan "peran sangat penting dari sistem perdagangan internasional yang berbasis peraturan".

Naskah awal pernyataan resmi G20 yang diamati Reuters mengandung frase tersebut dan menambahkan, "Kami memperhatikan pentingnya kesepakatan bilateral, kawasan dan plurilateral yang terbuka, transparan, inklusif dan konsisten secara WTO, serta berkomitmen untuk memastikan mereka melengkapi kesepakatan perdagangan multilateral".

Namun, belum jelas apakah pernyataan itu akan bertahan. setahun sebelumnya saat menghadiri pertemuan G20 untuk pertama kalinya di Jerman, Mnuchin menekan kelompok itu untuk menurunkan ikrar berusia puluhan tahun yang "menolak semua bentuk proteksionisme". Ia menyarankan agar ikrar tersebut diganti dengan perjanjian untuk "memperkuat kontribusi perdagangan ke perekonomian kita".

Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz pada hari minggu memperingatkan proteksionisme akan merugikan prospek perekonomian masa depan dan Jerman akan meneruskan diskusi untuk menghalangi AS menerapkan bea impor baja dan aluminium.

Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) telah memprediksi bahwa pertumbuhan global akan mencapai 3,9% di tahun 2018 dan 2019, dengan semua anggota G20 yang menunjukkan pertumbuhan positif dan meningkat karena kuatnya aliran dagang dan investasi. Namun, IMF memasukkan peningkatan proteksionisme ke daftar risiko kunci terhadap pertumbuhan dalam catatan paparan untuk negara-negara anggota G20.

"Kemunculan kembali pembatasan perdagangan secara sepihak bisa jadi meningkatkan ketegangan dan mendorong proteksionisme global, mengganggu rantai pasokan seluruh dunia dan mempengaruhi produktivitas jangka panjang,"  kata IMF. Sementara itu, Wakil Menkeu di pertemuan G20, David Malpass, mempertahankan kritiknya terhadap kebijakan ekonomi China. Malpass berkata ke Institute of International Finance Forum di Buenos Aires bahwa negara-negara akan semakin khawatir karena Beijing menjauh dari pembebasan pasar, kebergantungannya pada subsidi negara dan penggunaan kebijakan investasi yang bersifat membatasi.

Peningkatan kendali negara pada perekonomian China "tidak pernah baik bagi kami dan dunia, serta akan terus menyebabkan kesulitan," kata Malpass.

Pada hari Senin (19/3/2018) di Beijing, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying menyampaikan lewat konferensi pers bahwa komentar Malpass "sangat tidak bersahabat dan tidak obyektif". Ia juga mengajak negara-negara untuk saling bekerjasama ketimbang mengkritisi satu sama lain.

Pejabat G20 dari Eropa mengatakan kepada Reuters bahwa Uni Eropa (UE) akan sangat menghindari tampak memihak di tengah cekcok antara AS dan China. UE juga mendesak Trump untuk langsung bernegosiasi dengan Beijing untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada,

Namun, Konselor Jerman Angela Merkel dan Presiden China Xi Jinping juga menekankan multilateralisme lewat sambungan telepon pada hari Minggu. Mereka juga berjanji untuk bekerja lewat G20 untuk menyelesaikan masalah kelebihan kapasitas baja global.

Secara resmi, Argentina mengincar untuk menggunakan jalur keuangan dari kepresidenan G20 untuk mendisuksikan "pekerjaan ke depan" karena kemajuan teknologi mulai menyebabkan pengangguran di seluruh negara. Negara itu juga mencari cara untuk membiayai investasi infrastruktur yang diestimasi senilai $5,5 triliun yang dibutuhkan seluruh dunia sampai tahun 2035.

"Kami ingin menciptakan kelas aset baru untuk menutup kesenjangan ini," kata Menteri Keuangan Argentina Nicolas Dujovne lewat pidatonya pada hari Minggu. Ia juga mengatakan tidak ada likuiditas yang cukup untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, tetapi caranya disusun membuatnya sulit menarik minat para investor.
(roy/roy) Next Article Awas Panas! China Kenakan Bea Impor 218% ke Wine Australia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular