Internasional

Perang Dagang dengan China Bisa Rugikan Warga AS

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
15 March 2018 19:26
Impor dari China yang harganya lebih murah telah membantu masyarakat AS dan industri AS yang tidak perlu lagi memproduksi barang sejenis, kata Robert Ross.
Foto: Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia - China sedang bersiap untuk menghadapi perang dagang dengan Amerika Serikat (AS), tetapi AS harus mempertimbangkan ongkos dari perang ini, kata seorang pakar hubungan AS-China hari Kamis (15/3/2018).

Robert Ross, seorang profesor di jurusan Ilmu Politik Boston College, mengatakan kepada CNBC International, "China sudah memperjelas: 'Anda ingin perang dagang? Kami siap.' Dan mereka memang siap. Karena tentu saja mereka punya pasar yang sangat besar dan perekonomian yang sangat kuat."

Media nasionalis China, Global Times, mengatakan lewat opini editorial di hari Rabu (14/3/2018) bahwa China harus siap untuk perang dagang yang makin dekat.

"Beijing perlu memberi Washington pukulan telak dengan cara serupa dan tidak boleh lembut," kata editorial itu.

Penting untuk mempertimbangkan kemungkinan warga negara AS dan perusahaan AS yang beroperasi di China akan dirugikan jika terjadi perang dagang, kata Ross.

"Kita harus ingat dua hal. Pertama, ekspor China ke Amerika Serikat memperbaiki standar kehidupan warga negara Amerika dengan menjual produk yang lebih murah ke Amerika Serikat yang menguntungkan kita, dan kita tidak perlu membuat produk-produk itu lagi."

"Kedua, ada banyak sekali perusahaan Amerika yang mendapatkan laba tinggi di China, entah itu Apple, Buick, ataupun perusahaan Amerika lainnya," katanya di acara 'The Rundown' di CNBC.

"Kita perlu berhati-hati sebelum mengatakan ini hanya berefek ke satu pihak," kata Ross tentang relasi ekonomi antara AS dan China.

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump dikabarkan sedang mempertimbangkan sebuah paket kebijakan dagang yang meliputi tarif senilai $60 miliar (Rp 824,9 triliun) untuk produk-produk China, dengan target utama di sektor teknologi dan telekomunikasi.

Ross juga menunjukkan bahwa defisit dagang dengan China yang tercatat sejumlah $276 miliar tahun lalu adalah imbas dari faktor perekonomian ketimbang masalah kebijakan.

"Penduduk China memiliki tingkat tabungan yang sangat tinggi, sementara penduduk Amerika tingkatnya sangat rendah. Kita mengonsumsi lebih banyak dari mereka, kita akan mengalami defisit dagang. Sekarang, apakah Anda menyelesaikannya lewat kebijakan? Apakah Anda menyelesaikannya lewat perang dagang? [Hal itu] sangat sangat bisa diperdebatkan."

Larry Kudlow, yang ditunjuk Trump sebagai Kepala Penasihat Ekonomi yang baru, juga memiliki kata-kata tajam untuk Beijing pada hari Rabu dengan meminta "koalisi mitra dagang dan sekutu melawan China."

Namun, Ross mengatakan koalisi seperti itu cenderung tidak memungkinkan.


"Negara-negara Eropa terus menjegal satu sama lain untuk mendapatkan keuntungan di China. Dan untuk berpikir bahwa mereka akan bersatu di belakang Amerika Serikat dan menerapkan sanksi yang akan membuat pertumbuhan ekonomi mereka berisiko, menurut saya itu tidak mungkin sama sekali."

Lagi pula jika China menjadi lawan dagang, itu bukanlah hal yang baik untuk perundingan antara AS dan Korea Utara soal denuklirisasi, katanya.

"Akan jadi lebih sulit untuk meminta kerja sama dari China ... ketika kita memperlakukan mereka layaknya lawan dagang," kata Ross. Ia memprediksi bahwa kerja sama dan minat China dalam permasalahan Korea Utara akan berkurang.
(prm) Next Article Biden Tiba-Tiba Kecam China, Gegara Perang Dagang Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular