
Antara Batu Bara dan Ongkos Setrum Negara
Gustidha Budiartie & Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
09 February 2018 14:18

Batu Bara Dominasi Sumber Tenaga Listrik
Berdasarkan draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-20126, pembangkit listrik yang menggunakan batu bara masih diproyeksikan sebagai kontributor terbesar bagi sektor energi untuk 10 tahun ke depan. Pada tahun 2017, bauran energi untuk energi listrik PLN dari sektor batu bara masih diestimasi sebesar 55,6%. Jumlah tersebut masih di atas Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Gas, masing-masing sebesar 25,8% dan 11,9%.
Pada tahun 2026 pun kontribusi batu bara diperkirakan masih berada di angka 50,4%. Jumlah yang masih sangat signifikan, dibandingkan dengan bauran EBT dan Gas yang diproyeksikan masing-masing sebesar 22,4% dan 26,7%. Mengutip dari kajian PricewaterhouseCoopers (PwC), PLN juga telah memroyeksikan rencana penambahan pembangkit listrik tenaga batu bara akan memicu penambahan permintaan batu bara sebanyak 79 juta ton/tahun pada akhir 2019 dan sekitar 85 juta ton pada akhir 2024. Nilai ini setara dengan jumlah sekitar 4.000 ton batu bara per MW per tahun.
Batu Bara Bahan Bakar Pembangkit Paling Murah
PLN juga mengatakan bahwa batu bara adalah bahan baku pembangkit listrik termurah. PLN memperkirakan biaya per kWh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada tahun 2017 sekitar Rp 560,92/kWh. Sedangkan untuk gas dan diesel (HSD), per kWh-nya masing-masing sebesar Rp 1.052,61 dan Rp 2.154,09 per kwH. Ini diamini oleh Direktur Pengadaan Strategis Supangkat Iwan Santoso. Iwan memperkirakan biaya per kWh untuk PLTU sekitar Rp 650, sedangkan gas dengan harga rata-rata US$ 8 per MMBTU bisa jadi di kisaran 7 sen per kWh. “Kalau BBM hitung saja, misal harga 1 liter Rp 6.450, itu bisa jadi 4 kWh. Jadi kira-kira Rp .600 per kWh,” kata Iwan di Kementerian ESDM, (05/05/18). Iwan berpesan batu bara sebagai salah satu komoditas melimpah di dalam negeri, harus dapat menjadi modal pembangunan dan bukan barang pasar saja. Batu bara adalah tulang punggung untuk kelistrikan Indonesia.
(gus/gus)
Berdasarkan draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-20126, pembangkit listrik yang menggunakan batu bara masih diproyeksikan sebagai kontributor terbesar bagi sektor energi untuk 10 tahun ke depan. Pada tahun 2017, bauran energi untuk energi listrik PLN dari sektor batu bara masih diestimasi sebesar 55,6%. Jumlah tersebut masih di atas Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Gas, masing-masing sebesar 25,8% dan 11,9%.
![]() |
Pada tahun 2026 pun kontribusi batu bara diperkirakan masih berada di angka 50,4%. Jumlah yang masih sangat signifikan, dibandingkan dengan bauran EBT dan Gas yang diproyeksikan masing-masing sebesar 22,4% dan 26,7%. Mengutip dari kajian PricewaterhouseCoopers (PwC), PLN juga telah memroyeksikan rencana penambahan pembangkit listrik tenaga batu bara akan memicu penambahan permintaan batu bara sebanyak 79 juta ton/tahun pada akhir 2019 dan sekitar 85 juta ton pada akhir 2024. Nilai ini setara dengan jumlah sekitar 4.000 ton batu bara per MW per tahun.
PLN juga mengatakan bahwa batu bara adalah bahan baku pembangkit listrik termurah. PLN memperkirakan biaya per kWh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada tahun 2017 sekitar Rp 560,92/kWh. Sedangkan untuk gas dan diesel (HSD), per kWh-nya masing-masing sebesar Rp 1.052,61 dan Rp 2.154,09 per kwH. Ini diamini oleh Direktur Pengadaan Strategis Supangkat Iwan Santoso. Iwan memperkirakan biaya per kWh untuk PLTU sekitar Rp 650, sedangkan gas dengan harga rata-rata US$ 8 per MMBTU bisa jadi di kisaran 7 sen per kWh. “Kalau BBM hitung saja, misal harga 1 liter Rp 6.450, itu bisa jadi 4 kWh. Jadi kira-kira Rp .600 per kWh,” kata Iwan di Kementerian ESDM, (05/05/18). Iwan berpesan batu bara sebagai salah satu komoditas melimpah di dalam negeri, harus dapat menjadi modal pembangunan dan bukan barang pasar saja. Batu bara adalah tulang punggung untuk kelistrikan Indonesia.
![]() |
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular