Antara Batu Bara dan Ongkos Setrum Negara

Gustidha Budiartie & Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
09 February 2018 14:18
Antara Batu Bara dan Ongkos Setrum Negara
Foto: CNBC Indonesia/ Muhammad Luthfi Rahman
Sepekan terakhir pemberitaan dalam negeri diramaikan isu seputar batu bara dan penggunaannya untuk menyalakan pembangkit listrik yang dioperasikan oleh PT PLN (Persero). Isu pertama yang bergulir adalah pemerintah ingin mengubah formula tarif listrik, yang semula mengacu pada harga minyak untuk mulai mengacu ke batu bara.

Kedua, usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo, Direktur Utama PLN Sofyan Basir menyinggung soal kondisi perusahaan setrum negara yang kesusahan mengatur biaya produksi akibat terus naiknya harga batu bara. “Presiden bilang batu bara kan milik negara jadi kepentingan bangsa nomor satu, harga batu bara pun harus dengan keekonomian, yang cukup agar tariff bisa dipertahankan dengan baik. Industri pun butuh tariff supaya investasi terus berjalan baik,” ujar Sofyan di Istana Negara, 1 Februari 2018.

Intinya, Sofyan meminta agar ada pengecualian khusus untuk harga batu bara yang digunakan oleh PLN. Pengecualian dalam arti di bawah harga pasar, jika harga pasar saat ini untuk batu bara kalori 6322 dipatok pemerintah US% 100,69 per ton, maka untuk pembangkit yang lebih rendah kalorinya bisa diberi harga sekitar US$ 60 per ton.

Permintaan PLN ini membuat pengusaha reaktif, sebabnya setelah lebih dari tiga tahun harga komoditas hitam itu terpuruk hingga ke bawah US$ 50 per ton, di kala harga mulai pulih malah harus terkena ujian lagi.

Bagaimana sebenarnya kondisi kebutuhan batu bara di PLN dan dampaknya pada industri ini jika kebijakan diterapkan? Berikut analisis CNBC Indonesia yang bisa disimak.
Batu Bara Dominasi Sumber Tenaga Listrik

Berdasarkan draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-20126, pembangkit listrik yang menggunakan batu bara masih diproyeksikan sebagai kontributor terbesar bagi sektor energi untuk 10 tahun ke depan. Pada tahun 2017, bauran energi untuk energi listrik PLN dari sektor batu bara masih diestimasi sebesar 55,6%. Jumlah tersebut masih di atas Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Gas, masing-masing sebesar 25,8% dan 11,9%.

Antara Batu Bara dan Ongkos Setrum Negara Sumber: Draf RUPTL 2017-2026, diolah oleh Tim Riset CNBC Indonesia


Pada tahun 2026 pun kontribusi batu bara diperkirakan masih berada di angka 50,4%. Jumlah yang masih sangat signifikan, dibandingkan dengan bauran EBT dan Gas yang diproyeksikan masing-masing sebesar 22,4% dan 26,7%. Mengutip dari kajian PricewaterhouseCoopers (PwC), PLN juga telah memroyeksikan rencana penambahan pembangkit listrik tenaga batu bara akan memicu penambahan permintaan batu bara sebanyak 79 juta ton/tahun pada akhir 2019 dan sekitar 85 juta ton pada akhir 2024. Nilai ini setara dengan jumlah sekitar 4.000 ton batu bara per MW per tahun.

Batu Bara Bahan Bakar Pembangkit Paling Murah 

PLN juga mengatakan bahwa batu bara adalah bahan baku pembangkit listrik termurah. PLN memperkirakan biaya per kWh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada tahun 2017 sekitar Rp 560,92/kWh. Sedangkan untuk gas dan diesel (HSD), per kWh-nya masing-masing sebesar  Rp 1.052,61 dan Rp 2.154,09 per kwH. Ini diamini oleh Direktur Pengadaan Strategis Supangkat Iwan Santoso. Iwan memperkirakan biaya per kWh untuk PLTU sekitar Rp 650, sedangkan gas dengan harga rata-rata US$ 8 per MMBTU bisa jadi di kisaran 7 sen per kWh.  “Kalau BBM hitung saja, misal harga 1 liter Rp 6.450, itu bisa jadi 4 kWh. Jadi kira-kira Rp .600 per kWh,” kata Iwan di Kementerian ESDM, (05/05/18). Iwan berpesan batu bara sebagai salah satu komoditas melimpah di dalam negeri, harus dapat menjadi modal pembangunan dan bukan barang pasar saja. Batu bara adalah tulang punggung untuk kelistrikan Indonesia.

Antara Batu Bara dan Ongkos Setrum Negara Sumber: PLN, biaya operasi tahun 2017 diestimasi dengan harga HSD Rp 9.576/L, harga gas alam US$ 7/MMBTU, biaya energi primer batu bara Rp 693,29/kg.
Kewajiban DMO Batu Bara 

Berdasarkan draf RUPTL 2017-2026, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) pun sudah direncanakan 16 titik dengan total kapasitas 6.990 MW, yang tersebar di beberapa wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan. Sebagai catatan, PLTU MT merupakan pembangkit listrik yang dibangun dekat dengan lokasi tambang batu bara, dan bergantung pada pasokan batu bara dari pertambangan tersebut. Oleh karena itu, untuk menjamin pasokan dari meningkatnya permintaan domestik akan batu bara, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dengan payung hukum Peraturan Menteri ESDM No.34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batu Bara untuk Kepentingan Dalam Negeri. 

Melalui peraturan tersebut, Pemerintah Pusat telah memiliki kewenangan untuk mengendalikan produksi dan ekspor dari tiap produk pertambangan. Sementara itu, pemerintah daerah diwajibkan untuk mengikuti aturan terkait pengendalian produksi dan ekspor tersebut. DMO berlaku untuk seluruh jenis mineral dan batu bara. Secara umum, perusahaan tambang harus mematuhi persyaratan DMO dengan menjual mineral/batu bara ke konsumen domestik. Namun demikian, Permen ESDM No. 34/2009 tidak menyebutkan persentase spesifik dari DMO, melainkan persentase tiap tahunnya akan diatur oleh Menteri ESDM berdasarkan prosedur yang di atur.

Berdasarkan laporan kinerja Dirjen Minerba Kementerian ESDM Tahun 2016, rencana DMO Tahun 2016 sebesar 86 juta ton tidak diatur perinciannya dalam Permen seperti tahun-tahun sebelumnya, namun diterapkan berdasarkan proyeksi realisasi pada tahun 2015. Realisasi DMO untuk tahun 2016 melebihi target dikarenakan adanya kenaikan kebutuhan batu bara PT PLN (Persero) dari tahun 2015 sebesar 70,8 juta ton menjadi 75,4 juta ton di tahun 2016, sebagai bagian dari program 35.000 MW.

Antara Batu Bara dan Ongkos Setrum Negara
Serapan DMO untuk Pembangkit Listrik 

Sektor pembangkit listrik konsisten menjadi pemakai DMO dengan porsi terbesar. Pada tahun 2016, persentase pemakaian untuk PLTU mencapai 83,3% dari total DMO. Sebagai tambahan, dari alokasi DMO batu bara 2018 sebanyak 114 juta ton, hampir 80% nya juga untuk menyalakan pembangkit PLN.Kemudian, berdasarkan Permen ESDM No.34/2009 Pasal 9 ayat 1, disebutkan bahwa harga mineral dan batu bara yang dijual untuk kebutuhan dalam negeri mengacu pada Harga Patokan Batu Bara (HPB), baik untuk Penjualan Langsung (spot) atau Penjualan Jangka Tertentu (term), atau harga minimum untuk ekspor. Dampak Kenaikan Harga Batu Bara Pada PLN 

Namun demikian, seiring dengan meningkatnya harga batu bara global, HPB juga semakin meningkat sehingga menyebabkan anggaran PLN sebagai konsumen batu bara domestik terbesar pun meradang. Harga batu bara bahkan sudah meningkat  sekitar 14% sepanjang tahun 2017, dari US$ 88/ton pada akhir Desember 2016 menjadi US$ 100,3/ton menjelang penutupan tahun 2017.

Antara Batu Bara dan Ongkos Setrum Negara
Berdasarkan perhitungan PLN, dengan terus naiknya harga batu bara patokan, kerugian yang ditanggung dapat mencapai 11,13 triliun rupiah pada 2017. Oleh karena kerugian sebesar itu, PLN pun menyampaikan keberatannya kepada pemerintah, dan memohonkan penurunan harga batu bara DMO, tidak mengikuti harga acuan yang digunakan untuk ekspor.

Namun demikian, terdapat beberapa catatan perlu diberikan untuk perhitungan PLN. Harga patokan batu bara yang digunakan pada tahun 2017 hanya sebesar 51,80 US$/ton. PLN juga hanya mematok harga batu bara sebesar Rp US$ 63/ton di tahun 2018, saat harga batu bara telah menembus angka 100 memasuki sejak akhir tahun 2017. Hal lain yang perlu menjadi catatan, di saat harga batu bara melonjak tinggi, anggaran yang dikeluarkan PLN malah menurun pada 2017.

Proyeksi anggaran 2017 nampaknya masih mengikuti realisasi anggaran yang terus menurun di tahun-tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh harga batu bara yang anjlok semenjak 2014 hingga akhir tahun 2016.  Saat ini, ada sekitar 6 pilihan yang menjadi alternatif penetapan harga batu bara untuk PLN. Komponen lain seperti pajak dan royalti perusahaan juga akan ditentukan. Ada banyak hal yang menjadi variabel untuk menentukan skema yang paling tepat untuk diambil. Variabel itu seperti kepentingan PLN atas harga listrik, perspektif pengusaha batu bara, penerimaan negara, serta konservasi batu bara.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular