Gampang-gampang Susah Tugas yang Menanti Powell di The Fed

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 January 2018 14:50
Kondisi ekonomi AS saat ini jadi tugas yang gampang sekaligus
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, akan mempunyai pimpinan baru. Janet Yellen akan mengakhiri masa jabatannya pada 3 Februari 2018 dan Jerome Powell akan menjadi gubernur The Fed yang baru.

Powell merupakan calon tunggal yang diajukan Presiden AS Donald Trump, dan sudah mendapatkan persetujuan Senat. Dalam pemungutan suara, Powell mendapatkan mayoritas dukungan anggota Senat.


Sebagai gubernur The Fed ke-16, Powell bisa dikatakan mewarisi kondisi yang bagus. Ia datang ketika pasar sedang antusias, terlihat dari reli Wall Street yang seakan sulit dibendung.

Dalam setahun terakhir, indeks Dow Jones Industrial Average tumbuh 31,84% sementara S&P 500 naik 19,65% dan Nasdaq menguat 35,65%.
Gampang-gampang Susah Tugas Powell Foto: Tim Riset CNBC Indonesia/ Hidayat Setiaji
Sumber: Reuters
Pasar merespons positif kebijakan-kebijakan Trump yang meskipun kontroversial ternyata membawa dampak nyata bagi perekonomian, misalnya kebijakan pemangkasan pajak penghasilan korporasi dari 35% menjadi 21%.


Emiten-emiten di Wall Street bergairah dengan kebijakan ini dan menyebut bahwa mereka bisa berhemat miliaran dolar dan bisa mengalokasikannya untuk belanja modal atau perbaikan kesejahteraan karyawan. Keduanya berdampak positif bagi perekonomian.

Kebijakan Trump yang mencoba menghidupkan kembali industri dalam negeri AS juga membawa angin segar. Lapangan kerja terus bertambah dan pengangguran berkurang. Bahkan, pengangguran AS mencapai titik terendah dalam 17 tahun terakhir.
Sumber: US Bureau of Labor StatisticsFoto: Tim Riset CNBC Indonesia/ Hidayat Setiaji
Sumber: US Bureau of Labor Statistics
Meski lapangan kerja tumbuh dan angka pengangguran turun, tetapi Powell masih menghadapi tantangan rendahnya laju inflasi. Artinya, meski dunia usaha dan belanja konsumen tumbuh, pertumbuhannya masih belum secepat harapan.

Inflasi AS memang tidak serendah di Jepang atau Eropa. The Fed menargetkan inflasi dalam jangka panjang stabil di kisaran 2% karena tingkat tersebut dinilai yang paling optimal dalam mendorong penciptaan lapangan kerja sekaligus masih menjaga daya beli.

Sepanjang 2017, inflasi AS belum stabil di level 2%. Oleh karena itu, menjadi tugas Powell untuk mencapai tingkat inflasi seperti yang ditargetkan.
Sumber: Federal ReserveFoto: Tim Riset CNBC Indonesia/ Hidayat Setiaji
Sumber: Federal Reserve
Selain inflasi, Powell juga dihadapkan pada tantangan pelemahan dolar AS.

Sejak tahun lalu, dolar AS memang terus tertekan dan masih berlanjut hingga saat ini.

Pada 2016, dolar AS seakan melemah sendirian. Itu karena AS menjadi satu-satunya negara yang telah menerapkan kebijakan moneter ketat sementara negara-negara lain tengah menerapkan stimulus moneter. Bahkan, Jepang dan sejumlah negara Eropa menerapkan suku bunga negatif.


Akibatnya, dana investor membanjiri AS untuk mencari keuntungan. Derasnya aliran modal menyebabkan dolar AS menguat tajam dan mata uang dunia cenderung melemah.

Mulai 2017, situasi mulai berubah. Eropa dan Jepang sudah mengambil ancang-ancang untuk mulai memperketat kebijakan moneter. AS bukan lagi satu-satunya tempat tujuan investasi yang menarik. Akibatnya, dolar AS terus tertekan dan ini masih terjadi hingga sekarang.
Sumber: ReutersFoto: Tim Riset CNBC Indonesia/ Hidayat Setiaji
Sumber: Reuters
Oleh karena itu, tugas Powell sebenarnya gampang-gampang susah. Kondisi perekonomian AS yang semakin membaik membuat tugas Powell lebih mudah. Namun, ada tantangan bagaimana mempercepat laju inflasi dan menjaga pelemahan dolar AS.

Tim Riset CNBC Indonesia


(prm) Next Article The Fed Pantau Ketat 'Gurita' Virus Corona

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular