
Ada Apa dengan Alkohol?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
16 January 2018 13:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah mengidentifikasi penyebab utama tak tercapainya penerimaan cukai minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) yang mayoritasnya berasal dari pengusaha minuman beralkohol.
Kepala Sub Direktorat Penerimaan DJBC Rudy Rahmadi mengemukakan, selain erupsi Gunung Agung yang menyebabkan permintaan konsumsi minuman beralkohol turun, ada faktor lain yang memberikan dampak terhadap penerimaan MMEA.
“Untuk MMEA, ada nilai restitusi yang cukup signifikan sebagai keputusan pengadilan pajak yang harus kami laksanakan,” jelas Rudy saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Selasa (16/1/2018).
Menurut Rudi, ini merupakan hal yang sifatnya di luar kendali DJBC dan telah teridentifikasi sebagai potensi risiko yang memang tidaka dapat dihindari. Namun, bukan berarti pemerintah tidak melakukan apa-apa untuk menggenjot penerimaan.
Misalnya, kata dia, dengan mengoptimalkan surplus dari komponen penerimaan lain, misalnya bea masuk dan bea keluar untuk menutup kekuarangan penerimaan MMEA. Berbagai hal, pun telah dilakukan oleh pemerintah.
“Optimalisasi surplus dari bea masuk dan bea keluar memanfaatkan momentum pertumbuhan aktivitas ekspor impor yang cukup tinggi, termasuk melanjutkan momentum penerbitan importir berisiko tinggi,” jelasnya.
Sebagai informasi, seluruh jenis penerimaan bea dan cukai sepanjang 2017 berhasil melebihi 100% dari target. Realisasi penerimaan bea masuk tercatat Rp 34,9 triliun atau 105,04% dari target, cukai sebesar Rp 153,2 triliun atau 100,07% dari target, dan bea keluar Rp 4 triliun atau 149,87% dari target.
Namun, jika merinci pada sub sektor penerimaan cukai, ada dua jenis penerimaan yang tidak mencapai target. Penerimaan cukai ethil alkohol mencapai Rp 147,1 miliar atau 99,41% dari target, sementara cukai MMEA Rp 5,4 triliun atau 97,89% dari target.
(dru) Next Article Mengintip Data Penerimaan Cukai Alkohol dan Tarifnya
Kepala Sub Direktorat Penerimaan DJBC Rudy Rahmadi mengemukakan, selain erupsi Gunung Agung yang menyebabkan permintaan konsumsi minuman beralkohol turun, ada faktor lain yang memberikan dampak terhadap penerimaan MMEA.
“Untuk MMEA, ada nilai restitusi yang cukup signifikan sebagai keputusan pengadilan pajak yang harus kami laksanakan,” jelas Rudy saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Selasa (16/1/2018).
Misalnya, kata dia, dengan mengoptimalkan surplus dari komponen penerimaan lain, misalnya bea masuk dan bea keluar untuk menutup kekuarangan penerimaan MMEA. Berbagai hal, pun telah dilakukan oleh pemerintah.
“Optimalisasi surplus dari bea masuk dan bea keluar memanfaatkan momentum pertumbuhan aktivitas ekspor impor yang cukup tinggi, termasuk melanjutkan momentum penerbitan importir berisiko tinggi,” jelasnya.
Sebagai informasi, seluruh jenis penerimaan bea dan cukai sepanjang 2017 berhasil melebihi 100% dari target. Realisasi penerimaan bea masuk tercatat Rp 34,9 triliun atau 105,04% dari target, cukai sebesar Rp 153,2 triliun atau 100,07% dari target, dan bea keluar Rp 4 triliun atau 149,87% dari target.
Namun, jika merinci pada sub sektor penerimaan cukai, ada dua jenis penerimaan yang tidak mencapai target. Penerimaan cukai ethil alkohol mencapai Rp 147,1 miliar atau 99,41% dari target, sementara cukai MMEA Rp 5,4 triliun atau 97,89% dari target.
(dru) Next Article Mengintip Data Penerimaan Cukai Alkohol dan Tarifnya
Most Popular