Pasar keuangan diharapkan masih bergerak positif pada hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi pasar keuangan pekan ini dan hari ini bisa dibaca pada halaman 4 dan 5 artikel ini.
IHSG ditutup di posisi 6.917,71 pada perdagangan kemarin, Selasa (25/7/2023). Indeks menguat 0,27%. Posisi penutupan kemarin merupakan yang tertinggi sejak 28 April 2023 atau hampir tiga bulan terakhir. Penutupan di level 6.900 juga menjadi yang pertama kali sejak 28 April tahun ini.
Penguatan ini memperpanjang tren positif IHSG menjadi empat hari beruntun dengan penguatan mencapai 1,28%.
Sebanyak 219 saham menguat, 308 saham melemah, dan 220 bergerak stagnan.
Total saham yang berpindahtangan mencapai 17,5 miliar dengan nilai transaksi mencapai Rp 9,5 triliun pada perdagangan kemarin.
Investor asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp 636,03 miliar atau melonjak hampir tujuh kali lipat dibandingkan perdagangan hari sebelumnya yang tercatat Rp 91,74 miliar.
Kemudian, tiga saham bank raksasa juga menjadi penopang IHSG hari ini. Adapun tiga saham bank raksasa tersebut yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
IHSG menguat ditopang oleh sejumlah faktor mulai dari kebijakan moneter Bank Indonesia (BI), ekspektasi melunaknya kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), lonjakan harga komoditas, serta rencana stimulus China.
Seperti diketahui, BI akhirnya menahan suku bunga acuan di level 5,75% pada bulan ini. Keputusan BI ini sejalan dengan ekspektasi pasar yang memperkirakan suku bunga akan ditahan.
Dari AS, pelaku pasar juga optimis jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada bulan ini. Namun, pelaku pasar berekspektasi jika kenaikan tersebut akan menjadi yang terakhir.
Dengan ekspektasi melunaknya The Fed maka pasar keuangan global diharapkan lebih stabil. Capital inflow juga diharapkan semakin masuk deras ke pasar Emerging Market seperti Indonesia.
Kenaikan IHSG juga ditopang oleh lonjakan harga komoditas, mulai dari batu bara, harga minyak, hingga minyak sawit mentah.
Harga batu bara menguat pada Senin pekan ini ke level US$ 143,10 per ton. Batu bara sudah menguat selama tujuh hari beruntun.
Mayoritas bursa Asia menguat pada perdagangan kemarin. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melesat 4,10%, Shanghai Composite China menanjak 2,13%, Straits Times Singapura terapresiasi 0,64%, indeks KOSPI Korea Selatan naik 0,30%, dan Indeks S&P/ASX 200 menguat 0,6%.
Hanya indeks Nikkei 225 Jepang yang jatuh 0,46%.
Dari pasar, nilai tukar rupiah akhirnya kembali menguat terhadap dolar AS pada perdagangan kemarin. Penguatan ini menjadi angina segar karena rupiah sempat melemah dan stagnan pada dua hari perdagangan terakhir.
Melansir dati Refinitiv, Rupiah menguat 0,20% terhadap dolar AS ke posisi Rp 14.990/US$1 atau kembali bergerak di bawah level psikologis Rp 15.000/US$1.
Penguatan rupiah salah satunya ditopang oleh keputusan BI yang menahan suku bunga.
Gubernur BI Perry Warjiyo juga menekankan jika stabilitas rupiah kini menjadi fokus utama BI. Perry juga optimis jika mata uang Garuda akan menguat ke depan sejalan dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global serta mengalirnya dana asing ke Indonesia.
"BI memperkirakan nilai tukar rupiah menguat cenderung dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inlfasi rendah imbal hasil aset keuangan menarik dan dampak positif implementasi PP 36 2023 tentang DHE sumber daya alam," jelas Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur, Selasa (25/7/2023).
Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), yield atau imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun naik k3 6,233% dari 6,246% pada perdagangan hari sebelumnya.
Yield yang melandai menandai harga SBN yang semakin mahal karena investor mengincar SBN.
Dari AS bursa utama Amerika Serikat (AS), Wall Street masih melanjutkan pesta pada perdagangan kemarin, Selasa (25/7/2023).
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 26,83 poin atau 0,08% ke posisi 35.438,07. Artinya, indeks Dow Jones sudah menguat salaam 12 hari beruntun.
Indeks Nasdaq menanjak 85,69 poin atau 0,61% ke posisi 14.144,56 sementara indeks S&P 500 terapresiasi 12,82 poin atau 0,28% ke posisi 4.567,46.
Bursa Wall Street terus menguat ditopang ekspektasi melunaknya kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) serta kinerja keuangan perusahaan yang di atas ekspektasi.
Sebanyak 130 perusahaan yang tercatat di indeks S&P 500 sudah melaporkan kinerja keuangan mereka untuk April-Juni 2023 di mana 79% melebihi ekspektasi pasar.
Saham General Electric melesat 6,3% setelah perusahaan melaporkan kenaikan pendapatan sebesar 19% (year on year/yoy) menajdi US$ 15,9 miliar pada kuartal II-2023. Laba perusahaan melonjak 37% (yoy) menjadi US$ 1,4 miliar pada kuartal II-2023.
Micorosft melaporkan kenaikan pendapatan sebesar 8% (yoy) menjadi US$ 56,19 miliar pada April-Juni 2023, lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yakni US$ 55,47 miliar
Laba bersih perusahaan melonjak 20% (yoy) mencapai US$ 20,08 miliar pada April-Juni 2023 naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni US$ 16,74 miliar.
"Antusiasme sangat tinggi (terhadap saham teknologi). Jika antusiasme setinggi ini maka tidak ada alasan bagi market untuk tidak bergerak positif," tutur Steve Sosnick, analis dari Interactive Brokers, dikutip dari Reuters.
Pelaku pasar juga tengah menunggu keputusan The Fed. The Fed menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada Selasa dan Rabu hari ini (25-26 Juli). Keputusan FOMC akan diumumkan pada hari ini waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 98,9% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,25-5,5% pada bulan ini.
Namun, pelaku pasar berekspektasi jika kenaikan suku bunga pada Juli akan menjadi yang terakhir pada tahun ini.
Pasalnya, inflasi AS sudah jauh melandai ke 3% (year on year/yoy) pada Juni tahun ini, dari 9,1% (yoy) pada Juni tahun lalu.
Rapat The Fed menjadi penting karena pasar berekspektasi jika hanya ada dua atau sekali lagi kenaikan (suku bunga). Keputusan ini menjadi perhatian utama pelaku pasar, khususnya di sektor teknologi," tutur analis dari R/Evolution Gate, Rishi Sadarangani, dikutip dari CNBC International.
Faktor positif lainnya adalah outlook ekonomi global yang lebih baik. Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3% pada 2023, dari 2,8% pada proyeksi April.
Forecast yang lebih baik ini menunjukkan optimism jika pemulihan ekonomi bisa berlangsung lebih cepat.
Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen penggerak pasar hari ini, baik dari dalam maupun luar negeri.
Sentimen terbesar akan datang dari rapat The Fed. Bank sentral AS itu mengumumkan hasil rapat FOMC pada hari ini waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Keputusan The Fed sangat ditunggu-tunggu bukan hanya oleh pelaku pasar AS tetapi juga global.
Dengan status sebagai pusat keuangan dunia, pencetak dolar AS, dan negara dengan size ekonomi terbesar maka apapun perkembangan di AS akan sangat menentukan ekonomi dunia.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 98,9% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,25-5,5% pada bulan ini.
Namun, pelaku pasar berekspektasi jika kenaikan suku bunga pada Juli akan menjadi yang terakhir pada tahun ini.
Sebagai catatan, The Fed sudah mengerek suku bunga sebesar 500 bps sejak Maret 2022 hingga Mei 2023 menjadi 5,0-5,25%. The Fed menahan suku bunga di level tersebut pada Juni.
Pelaku pasar lebih menunggu apa yang akan disampaikan Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers, terutama mengenai sinyal kebijakan ke depan.
Jika The Fed mengisyaratkan akan melunak seperti ekspektasi pasar maka hal tersebut akan berdampak positif ke ekonomi AS dan pasar keuangan global. Sebaliknya, jika The Fed masih akan hawkish ke depan maka pasar keuangan diperkirakan akan longsor.
Kebijakan The Fed yang lebih lunak akan mendorong pertumbuhan ekonomi AS. Kondisi itu berdampak kepada ekonomi dan perdagangan global mengingat Negara Paman Sam adalah motor ekonomi dunia.
Bunga pinjaman juga diharapkan bisa melandai sehingga pertumbuhan kredit konsumsi dan investasi naik.
Melunaknya The Fed juga akan memperbesar kemungkinan pemodal meninggalkan dolar AS ataupun instrumen berdenominasi dolar. Dengan demikian, aliran modal asing bisa masuk ke Emerging Market seperti Indonesia.
Sejumlah data mendukung The Fed untuk melunak, mulai dari inflasi hingga penjualan ritel. Inflasi AS sudah jauh melandai ke 3% (yoy) pada Juni tahun ini, dari 9,1% (yoy) pada Juni tahun lalu.
Inflasi sudah mendekati target The Fed yakni di kisaran 2%.
Penjualan ritel AS hanya tumbuh 0,2% (month to month/mtm) dan 1,49% (yoy) pada Juni tahun ini. Penjualan lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada Mei yakni 0,5% (mtm) dan 2% (yoy).
Melandainya inflasi dan penjualan ritel menjadi sinyal jika ekonomi AS tengah melandai.
Namun, pasar tenaga kerja AS masih sulit turun dengan cepat.
Jumlah pekerja AS yang mengajukan klaim pengangguran hanya turun 9.000 menjadi 228.000 pada pekan yang berakhir pada 15 Juli. Jumlah tersebut menjadi yang terendah dalam dua bulan. Jumlah tersebut juga lebih baik dibandingkan ekspektasi pasar yakni 242.000.
Tingkat pengangguran AS juga hanya turun tipis ke 3,6% pada Juni 2023, dari 3,7% pada Mei 2023.
Aktivitas manufaktur AS juga meningkat pesat menjadi 49 pada Juni dari 46,3 pada Mei. Indeks kepercayaan konsumen AS pun malah meningkat menjadi 72,6 pada Juli dari 64,4 pada Juni. Indeks berada di level tertingginya sejak September 2021.
Dua kondisi yang bertolak belakang ini menjadi sinyal jika pelemahan ekonomi AS tidak merata karena masih ada beberapa sektor yang menguat tajam.
Artinya, konsumsi masyarakat masih bisa naik ke depan dan inflasi lebih sulit turun.
Kondisi ini bisa menjadi pertimbangan The Fed untuk mempertahankan kebijakan hawkishnya.
Anggota The Fed sendiri masih terbelah antara yang menginginkan kenaikan dan menahannya kembali.
Dalam beberapa kesempatan, sejumlah pejabat The Fed mengingatkan jika inflasi tidak bisa ditoleransi. Pengalaman masa lalu juga membuktikan ongkos yang ditanggung sangat berat jika meremehkan inflasi.
Gubernur BI Perry Warjiyo juga memperkirakan suku bunga acuan The Fed akan naik dua kali lagi yakni sebesar 25 bps pada bulan Juli dan September. Suku bunga akan level 5,5-5,75%.
Sentimen penggerak pasar hari ini juga bisa datang dari kebijakan BI serta outlook IMF.
Keputusan BI menahan suku bunga di level 5,75%, kemarin, diharapkan ikut menopang pertumbuhan. Dengan suku bunga ditahan maka bunga pinjaman diharapkan bisa melandai sehingga permintaan kredit konsumsi dan investasi akan naik.
Pertumbuhan kredit perbankan melandai ke 7,76% (yoy) pada Juni 2023, dari 9,39% pada Mei. Namun, Perry optimis jika kredit bisa tumbuh 9-11% pada tahun ini.
Untuk mendorong kredit, BI akan memberikan insentif yakni penajaman insentif likuiditas kepada bank penyalur kredit/pembiayaan pada sektor hilirisasi minerba dan hilirisasi nonminerba (termasuk pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, inklusif (termasuk UMKM, KUR, dan ultra mikro/UMi), serta ekonomi keuangan hijau.
Besaran total insentif paling besar 4%, meningkat dari sebelumnya paling besar 2,8%.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2023 bisa mencapai 5,1%, atau lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 5,03%.
Pertumbuhan akan ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi. Konsumsi rumah tangga meningkat didorong oleh terus naiknya mobilitas, membaiknya ekspektasi pendapatan, dan terkendalinya inflasi, serta dampak positif dari Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan pemberian gaji ke-13 kepada Aparatur Sipil Negara.
Sentimen lain datang dari outlook IMF. Organisasi multilateral tersebut menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,0% untuk tahun ini. Proyeksi IMF 0,2% lebih tinggi dibandingkan proyeksi pada April (2,8%). IMF juga masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di angka 3,0% untuk 2024.
Proyeksi pertumbuhan global yang lebih tinggi pada tahun ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi di negara maju yang diperkirakan akan lebih baik dan melandainya inflasi.
Ekonomi AS diperkirakan tumbuh 1,8% pada tahun ini. Proyeksi ini 0,2% lebih tinggi dibandingkan proyeksi per April. Pertumbuhan ekonomi Jepang diproyeksi mencapai 1,4% pada 2023, lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya (1,3%).
Namun, IMF merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi Indonesia. Proyeksi pertumbuhan tahun ini tidak berubah yakni tetap di 5,0%. IMF menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,0% pada 2024, lebih rendah dibandingkan proyeksi pada April (5,1%).
Dalam konferensi pers, kepala ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas menjelaskan kawasan Asia akan tumbuh kuat 5,3% pada tahun ini tetapi negara-negara penghasil komoditas akan 'menderita' karena melemahnya ekspor.
Meski tidak spesifik menyebut Indonesia tetapi Indonesia dikenal sebagai negara penghasil komoditas andalan mulai dari batu bara hingga minyak sawit mentah.
"Negara emerging dan berkembang di Asia akn tumbuh kuat 5,3%. Namun, banyak produser komoditas yang akan menderita karena penurunan penerimaan pendapatan ekspor," tutur Gourinchas, dalam konferensi pers, dikutip dari website resmi IMF.
Agenda ekonomi
* Kemenko Perekonomian menggelar main event Sewindu PSN - Conference on National Strategic Projects dengan tema "Sustainable Infrastructure towards Indonesia Emas 2045" (09:00 WIB)
* Australia akan mengumumkan data inflasi kuartal II-2023 dan Juni 2023 (08:30 WIB)
* The Fed akan mengumumkan kebijakan suku bunga
*AS akan mengumumkan data penjualan rumah baru (20:30 WIB)
Agenda perusahaan
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Asuransi Bintang Tbk (ASBI)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Asuransi Bintang Tbk (ASRM)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Asuransi Ramayana Tbk (RALS)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Berkah Prima Perkasa Tbk (BLUE)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Perdana Gapura Prima Tbk (GPRA)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Transkon Jaya Tbk (TRJA)
Berikut indikator ekonomi terbaru:
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]