
Genting! The Fed Akan Tentukan Nasib Dunia Hari Ini

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen penggerak pasar hari ini, baik dari dalam maupun luar negeri.
Sentimen terbesar akan datang dari rapat The Fed. Bank sentral AS itu mengumumkan hasil rapat FOMC pada hari ini waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Keputusan The Fed sangat ditunggu-tunggu bukan hanya oleh pelaku pasar AS tetapi juga global.
Dengan status sebagai pusat keuangan dunia, pencetak dolar AS, dan negara dengan size ekonomi terbesar maka apapun perkembangan di AS akan sangat menentukan ekonomi dunia.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 98,9% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,25-5,5% pada bulan ini.
Namun, pelaku pasar berekspektasi jika kenaikan suku bunga pada Juli akan menjadi yang terakhir pada tahun ini.
Sebagai catatan, The Fed sudah mengerek suku bunga sebesar 500 bps sejak Maret 2022 hingga Mei 2023 menjadi 5,0-5,25%. The Fed menahan suku bunga di level tersebut pada Juni.
Pelaku pasar lebih menunggu apa yang akan disampaikan Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers, terutama mengenai sinyal kebijakan ke depan.
Jika The Fed mengisyaratkan akan melunak seperti ekspektasi pasar maka hal tersebut akan berdampak positif ke ekonomi AS dan pasar keuangan global. Sebaliknya, jika The Fed masih akan hawkish ke depan maka pasar keuangan diperkirakan akan longsor.
Kebijakan The Fed yang lebih lunak akan mendorong pertumbuhan ekonomi AS. Kondisi itu berdampak kepada ekonomi dan perdagangan global mengingat Negara Paman Sam adalah motor ekonomi dunia.
Bunga pinjaman juga diharapkan bisa melandai sehingga pertumbuhan kredit konsumsi dan investasi naik.
Melunaknya The Fed juga akan memperbesar kemungkinan pemodal meninggalkan dolar AS ataupun instrumen berdenominasi dolar. Dengan demikian, aliran modal asing bisa masuk ke Emerging Market seperti Indonesia.
Sejumlah data mendukung The Fed untuk melunak, mulai dari inflasi hingga penjualan ritel. Inflasi AS sudah jauh melandai ke 3% (yoy) pada Juni tahun ini, dari 9,1% (yoy) pada Juni tahun lalu.
Inflasi sudah mendekati target The Fed yakni di kisaran 2%.
Penjualan ritel AS hanya tumbuh 0,2% (month to month/mtm) dan 1,49% (yoy) pada Juni tahun ini. Penjualan lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada Mei yakni 0,5% (mtm) dan 2% (yoy).
Melandainya inflasi dan penjualan ritel menjadi sinyal jika ekonomi AS tengah melandai.
Namun, pasar tenaga kerja AS masih sulit turun dengan cepat.
Jumlah pekerja AS yang mengajukan klaim pengangguran hanya turun 9.000 menjadi 228.000 pada pekan yang berakhir pada 15 Juli. Jumlah tersebut menjadi yang terendah dalam dua bulan. Jumlah tersebut juga lebih baik dibandingkan ekspektasi pasar yakni 242.000.
Tingkat pengangguran AS juga hanya turun tipis ke 3,6% pada Juni 2023, dari 3,7% pada Mei 2023.
Aktivitas manufaktur AS juga meningkat pesat menjadi 49 pada Juni dari 46,3 pada Mei. Indeks kepercayaan konsumen AS pun malah meningkat menjadi 72,6 pada Juli dari 64,4 pada Juni. Indeks berada di level tertingginya sejak September 2021.
Dua kondisi yang bertolak belakang ini menjadi sinyal jika pelemahan ekonomi AS tidak merata karena masih ada beberapa sektor yang menguat tajam.
Artinya, konsumsi masyarakat masih bisa naik ke depan dan inflasi lebih sulit turun.
Kondisi ini bisa menjadi pertimbangan The Fed untuk mempertahankan kebijakan hawkishnya.
Anggota The Fed sendiri masih terbelah antara yang menginginkan kenaikan dan menahannya kembali.
Dalam beberapa kesempatan, sejumlah pejabat The Fed mengingatkan jika inflasi tidak bisa ditoleransi. Pengalaman masa lalu juga membuktikan ongkos yang ditanggung sangat berat jika meremehkan inflasi.
Gubernur BI Perry Warjiyo juga memperkirakan suku bunga acuan The Fed akan naik dua kali lagi yakni sebesar 25 bps pada bulan Juli dan September. Suku bunga akan level 5,5-5,75%.
(mae/mae)