Newsletter

Krisis Perbankan di AS Berlanjut, Saham PacWest Jeblok 50%!

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
05 May 2023 06:00
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
  • Pasar keuangan Tanah Air berhasil menghijau pada perdagangan kemarin setelah sehari sebelumnya cenderung bervariasi.
  • Wall Street kembali terkoreksi karena investorĀ makin khawatir dengan krisis perbankan yang semakin meluas
  • Huru-hara AS mulai dari krisis perbankan hingga masalah plafon utang membuat investor khawatir kembali dengan resesi di AS.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Kamis (4/5/2023) kemarin cukup memuaskan, mengabaikan sentimen dari bank sentral Amerika Serikat (AS).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah dan pasar obligasi pemerintah RI kompak ditutup positif kemarin.

Investor cenderung mengabaikan sentimen global yang cenderung negatif kemarin. Selengkapnya mengenai sentimen pasar keuangan global dan dalam negeri hari ini bisa dibaca pada halaman 4 dan 5 artikel ini.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup menguat 0,46% ke posisi 6.844,027. Meski berhasil menguat, tetapi IHSG belum mampu kembali ke level psikologis 6.900.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitarĀ Rp 11 triliun dengan melibatkan 17 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 282 saham naik, 239 saham turun, dan 212 saham lainnya stagnan.

Investor asing kembali mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 60,29 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.

Di kawasan Asia-Pasifik, secara mayoritas juga menguat kemarin. Hanya indeks ASX 200 Australia, KLCI Malaysia, dan KOSPI Korea Selatan yang ditutup turun tipis kemarin.

Sementara untuk Sementara untuk pasar saham Jepang kemarin tidak dibuka karena sedang libur dalam rangka Golden Week, istilah untuk serangkaian hari libur di Jepang selama sepekan.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Kamis kemarin.

Pada awal perdagangan kemarin, IHSG sempat bergerak di zona merah. namun setengah jam kemudian IHSG konsisten diperdagangkan di wilayah positif hingga penutupan perdagangan.

Dalam lima hari perdagangan IHSG terkoreksi 0,96%. Sementara itu secara tahun berjalan (year-to-date/YTD), indeks membukukan koreksi sebesar 0,10%.

Secara sektoral menurut Refinitiv, sektor konsumer diskresioner menjadi penopang terbesar IHSG kemarin yakni mencapai 4,64%. Kemudian disusul sektor properti yang menguat 0,71%.

Adapun beberapa saham menjadi pendorong IHSG kemarin. Seperti saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang menopang indeks hingga 18,1 indeks poin. Saham GOTO sendiri ditutup melonjak 9% ke posisi Rp 109/saham.

Meski begitu, sektor energi terutama batu bara dan sektor perbankan tidak menjadi penopang indeks kemarin, meski beberapa saham di kedua sektor tersebut juga ada yang turut menopang penguatan IHSG.

Saham-saham batu bara dan perbankan terpantau bervariasi kemarin karena investor cenderung wait and see.

Tak hanya saham batu bara, saham pertambangan emas juga terpantau ditutup cenderung beragam meski sempat melesat. Hal ini terjadi ketika harga emas dunia berhasil mencetak rekor tertinggi sepanjang masanya.

Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan Kamis kemarin juga berhasil ditutup menguat terhadap dolar AS.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di Rp 14.675/US$, menguat tipis 0,03% di pasar spot. Padahal sebelumnya, rupiah sempat melesat 0,82% ke Rp 14.560/US$.

Rupiah pun lagi-lagi tidak sendirian, mayoritas mata uang Asia juga kembali berhasil mengalahkan The Greenback kemarin. Hanya yuan China dan peso Filipina yang kalah melawan dolar AS kemarin.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Kamis kemarin.

Indeks dolar AS yang tenggelam merespon kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membuat rupiah mulus melenggang di awal sesi. Dini hari tadi, The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5% - 5,25%, menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2007.

Sejak Maret 2022 lalu, The Fed sudah menaikkan suku bunga sebanyak 10 kali dengan total 525 basis poin. Kenaikan yang sangat agresif, bertujuan untuk menurunkan inflasi.

Kenaikan tersebut sesuai ekspektasi pelaku pasar, selain itu The Fed memberikan sinyal ini bisa menjadi akhir periode kenaikan suku bunga.

Pasca pernyataan tersebut pasar melihat The Fed sudah mencapai puncak suku bunganya, terlihat dari perangkat FedWatch milik CME Group. Bahkan banyak yang memprediksi Jerome Powell dkk akan memangkas suku bunga pada Juli.

Data dari FedWatch menunjukkan ada probabilitas sebesar 52% suku bunga akan dipangkas 25 basis poin. Indeks dolar AS pun merosot 0,6% dan berlanjut 0,1% sore ini.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya kembali menguat, menandakan bahwa imbal hasil (yield) melandai dan masih ramai diburu oleh investor.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau turun 6,8 basis poin (bp) menjadi 6,441%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Kamis kemarin.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street kembali ditutup di zona merah pada perdagangan Kamis kemarin, di mana investor khawatir dengan krisis perbankan di AS yang memasuki babak baru.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup merosot 0,86% ke posisi 33.127,738, S&P 500 melemah 0,72% ke 4.061,22, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,49% menjadi 11.966,4.

Dow Jones berbalik negatif sepanjang tahun ini, di mana Dow Jones sudah terkoreksi 0,06% sepanjang tahun ini. Koreksi saham Boeing, Disney, Goldman Sachs dan American Express pun membebani Dow Jones.

Investor khawatir dengan krisis perbankan di AS yang memasuki babak baru. Hal ini terjadi setelah bank regional yang berdomisili di California yakni PacWest untuk mengeksplorasi opsi strategis, termasuk berencana untuk menjual seluruh asetnya.

Saham PacWest Bancorp anjlok hingga 51%, setelah mengonfirmasi sedang menjajaki opsi strategis. Alhasil, saham perbankan di AS kembali terpukul karena kekhawatiran investor akan memburuknya krisis perbankan.

Saham Western Alliance Bancorp juga anjlok nyaris 39%, dengan perdagangan saham dihentikan beberapa kali. Pada sesi terendahnya, saham Western Alliance ambruk lebih dari 60% dan perusahaan membantah laporan bahwa pihaknya tengah menjajaki potensi penjualan.

Sedangkan saham Comerica dan Zion Bancorporation kehilangan sekitar 12%.

"Bank-bank regional dan pengetatan kondisi kredit membebani pasar karena investor mencoba mengkalibrasi ulang di mana kita berada dalam hal siklus kredit dan standar pinjaman bank, dan ketika potensi resesi mungkin melanda," kata Zhe Shen, direktur pelaksana strategi diversifikasi di Manajemen Investasi TIFF, dikutip dari Reuters.

Di lain sisi, investor juga masih cenderung kecewa dengan pernyataan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang belum akan segera melunak dengan memangkas suku bunga.

Sebelumnya pada Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp), sesuai dengan ekspektasi pasar.

Dengan ini, maka The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak sepuluh kali dan dilakukan secara beruntun sejak Maret tahun lalu demi menjinakkan inflasi yang sudah melambung cukup tinggi.

Bahkan, suku bunga The Fed saat ini menjadi yang tertinggi sejak 2006 atau 12 tahun terakhir.

The Fed mengatakan bahwa masih terlalu dini menganggap siklus kenaikan suku bunga telah berakhir, sehingga dalam waktu dekat mereka tidak akan memangkas suku bunga acuannya. Tetapi, Chairman The Fed, Jerome Powell mengisyaratkan akan mengakhiri kenaikan suku bunga.

"Kami di komite berpandangan bahwa inflasi tidak akan turun secepat itu. Ini akan memakan waktu, jika ramalan itu benar. Tetapi dalam waktu dekat kami tidak akan memangkas suku bunga," ujar Powell.

Di lain sisi, data tenaga kerja menunjukkan ada tanda-tanda memburuk, di mana Klaim pengangguran mencapai 242.000 untuk pekan yang berakhir 29 April, lebih tinggi dari perkiraan 236.000 dari Dow Jones.

Produktivitas pekerja pada kuartal pertama 2023 juga turun 2,7% terhadap perkiraan penurunan 1,9%. Sedangkan biaya tenaga kerja per unit meningkat 6,3% di kuartal I-2023, lebih tinggi dari ekspektasi 5,5%.

Namun, data tenaga kerja di Negeri Paman Sam masih cenderung bervariasi, membuat pelaku pasar di AS seakan dibuat bingung dan berpikir apakah The Fed akan benar-benar melanjutkan sikap hawkish-nya atau justru mulai melunak.

Data klaim pengangguran berbanding terbalik dengan data perekrutan perusahaan swasta di AS menurut ADP yang meningkat cukup signifikan.

Data tersebut melonjak menjadi 296.000 pekerjaan, dari sebelumnya pada Maret yang sebesar 142.000 pekerjaan. Angka tersebut juga lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang sebesar 140.000 pekerjaan.

Meski begitu, investor menanti data tenaga kerja lainnya yang cenderung sangat penting untuk menentukan arah sikap The Fed berikutnya. Data tersebut yakni laporan penggajian non-pertanian (non-farm payroll/NFP) periode April yang akan dirilis pada Jumat pagi waktu AS.

Di global pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang melanjutkan koreksinya kemarin.

Investor khawatir bahwa krisis perbankan belum akan berakhir, di mana saat ini krisis tersebut memasuki babak baru.

Babak baru krisis perbankan di AS kembali muncul setelah saham bank regional yakni PacWest Bancorp anjlok hingga 51%, setelah perusahaan mengonfirmasi sedang menjajaki opsi strategis hingga berencana untuk menjual seluruh asetnya.

Alhasil, saham perbankan di AS kembali terpukul karena kekhawatiran investor akan memburuknya krisis perbankan.

Sebelum ada kabar PacWest, kekhawatiran sektor perbankan kembali menjadi sorotan setelah regulator AS menyita First Republic, lembaga besar AS ketiga yang gagal dalam dua bulan.

Kemudian, JPMorgan Chase & Co JPM.N setuju untuk mengambil US$ 173 miliar dari pinjaman bank, US$ 30 miliar dari sekuritas dan US$ 92 miliar deposito.

Krisis perbankan di AS muncul akibat krisis yang menimpa Silicon Valley Bank (SVB). Krisis SVB pun merambat ke beberapa bank di AS lainnya seperti Silvergate Bank, Signature Bank, dan First Republic Bank.

Tak hanya krisis perbankan saja, masyarakat Amerika Serikat juga tengah dihadapi oleh masalah lainnya, yakni plafon utang.

Pemerintah AS berisiko kehabisan uang dan mengalami gagal bayar (default) jika kongres tidak juga mengambil tindakan terkait kenaikan plafon utang.

Risiko atas kemungkinan gagal bayar terhadap perekonomian AS semakin meningkat di tengah kejatuhan First Republic Bank, bank keempat yang gagal dan terbesar setelah krisis 2008.

Analisis terbaru Kantor Anggaran Kongres dan Departemen Keuangan AS menunjukkan bahwa pemerintah AS semakin mendekati waktu tidak dapat membayarkan tagihan-tagihannya jika belum ada keputusan terkait kenaikan plafon utang.

Sejarah mencatat, kondisi ini dapat menyebabkan gejolak di pasar keuangan dan merusak kondisi ekonomi bisnis maupun rumah tangga.

Masalah plafon utang AS ini dapat menyebabkan kerusakan parah pada ekonomi AS. Alhasil kekhawatiran akan resesi pun kembali muncul.

Di lain sisi, The Fed juga belum akan berencana untuk memangkas suku bunga acuannya dalam waktu dekat, menambah kekhawatiran bahwa krisis perbankan dapat semakin meluas.

Namun, Chairman The Fed, Jerome Powell sudah mengisyaratkan akan mengakhiri kenaikan suku bunga, meski bukan pada pertemuan berikutnya.

Sementara itu di Eropa, bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya kemarin.

ECB menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 3,75%, sesuai dengan ekspektasi pasar. ECB mengikuti langkah The Fed yang juga menaikkan suku bunganya sebesar 25 bp.

Hal ini menunjukkan bahwa ECB mulai menurunkan laju kenaikan bunga. Keputusan tersebut diambil setelah angka inflasi yang dirilis awal pekan ini menunjukkan kenaikan tingkat inflasi umum menjadi 7% untuk April.

Pada saat yang sama, inflasi inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi, sedikit menurun menjadi 5,6%. ECB memulai kenaikan suku bunga yang beraku saat ini sejak Juli 2022, dengan menaikkan bunga acuannya dari -0,5% menjadi nol.

Namun, meskipun kenaikan suku bunga yang konsisten sejak itu, inflasi tetap jauh di atas target ECB sebesar 2%.

Perkiraan yang diterbitkan minggu lalu oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menunjukkan bahwa inflasi Eropa tidak akan mencapai target ECB hingga tahun 2025.

Selain itu, survei ECB baru-baru ini menunjukkan bahwa bank telah memperketat akses kredit secara signifikan. Ini dapat menunjukkan bahwa suku bunga yang lebih tinggi mulai berdampak pada ekonomi riil.

Sementara itu dari dalam negeri, pelaku pasar akan memantau rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2023.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2023 diperkirakan akan melandai meskipun ada momen Ramadan di akhir Maret lalu.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, dari 13 institusi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,95% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan terkontraksi 1,0% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq).

Sebagai catatan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,01 (yoy) pada kuartal IV-2022 dan 5,73% (yoy) pada kuartal III-2022.

Secara qtq, ekonomi Indonesia tumbuh 0,36% pada kuartal IV dan 1,83% pada kuartal III-2022.

Hasil polling lebih rendah dengan proyeksi pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada bulan lalu memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2023 akan berada di minimum 5%.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2023 pada Jumat (5/5/2023).

Jika polling sejalan dengan hasil pengumuman BPS, maka pertumbuhan kuartal I tahun ini akan menjadi yang terendah dalam lima kuartal terakhir.

Secara historis, Produk Domestik Bruto (PDB) akan tumbuh melandai pada kuartal I karena aktivitas manufaktur dan belanja masyarakat melemah setelah melonjak pada akhir tahun.

Namun, perlu dicatat jika pada Maret tahun ini terdapat momen Ramadan yang biasanya mendongrak belanja masyarakat.

Kenaikan harga BBM subsidi pada September 2022 menjadi salah satu faktor melemahnya konsumsi masyarakat. Sebagai catatan, pemerintah menaikkan harga BBM subsidi lebih dari 30% pada awal September 2022.

Kenaikan harga BBM semakin menekan daya beli masyarakat yang bertubi-tubi harus menghadapi lonjakan harga bahan pangan pada tahun lalu.

Padahal, 56% PDB Indonesia bertumpu pada konsumsi masyarakat.

Sedangkan konsumsi rumah tangga terus melandai dari tumbuh 5,39% (yoy) pada kuartal III-2022 menjadi 4,48% (yoy) pada kuartal IV-2022.

Data BPS menunjukkan inflasi pada Maret 2023 tercatat 4,97% (yoy), bandingkan dengan Maret 2022 tercatat 2,64% (yoy).

Selain karena dampak BBM, inflasi juga melonjak karena naiknya harga pangan. Sejumlah bahan pangan masih menunjukkan kenaikan harga pada Januari-Maret 2023, seperti cabai rawit dan beras.

Data Pusat Informasi Harga Pasar Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukkan harga beras ada di kisaran Rp 13.400-13.500/kg sepanjang Februari. Harga setinggi itu tidak pernah tercatat dalam catatan PIHPSN selama ini.

Tak heran bila harga beras melonjak dapat menekan daya beli masyarakat, karena beras merupakan makanan utama jutaan masyarakat Indonesia dan menjadi salah satu porsi terbesar pengeluaran warga RI.

Di lain sisi, data dari Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan belum ada pergerakan signifikan terkait belanja masyarakat pada awal Ramadan.

Indeks Penjualan Riil (IPR) hanya tumbuh 4,8% (yoy) pada Maret. IPR bahkan terkontraksi pada Januari dan Februari tahun ini. Bandingkan dengan periode Ramadan 2021 dan 2022 di man IPR tumbuh di kisaran 8-15%.

Nilai ekspor Indonesia Januari-Maret 2023 mencapai US$67,20 miliar atau naik 1,60% dibanding periode yang sama tahun 2022. Pada kuartal I-2022, ekspor melonjak 35,25%.

Impor bahkan terkoreksi sebesar 3,28% pada Januari-Maret 2023 menjadi 54, 95 miliar. Pada Januari-Maret 2022, impor melejit 31%

Di tengah melandainya konsumsi masyarakat dan ekspor, investasi diharapkan bisa menjadi motor penggerak ekonomi kuartal I-2023.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan realisasi investasi pada kuartal I-2023 tercatat Rp 328,9 triliun, tumbuh 16,5% dibandingkan capaian periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Sementara itu, belanja pemerintah tumbuh 5,7% pada Januari-Maret 2023 menembus Rp 518,7 triliun.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Pernyataan bank sentral Australia terkait kebijakan moneter (08:30 WIB),
  2. Rilis data PMI jasa China versi Caixin periode April 2023 (08:45 WIB),
  3. Rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuarta I-2023 (11:00 WIB),
  4. Rilis data penjualan ritel Singapura periode Maret 2023 (12:00 WIB),
  5. Rilis data penjualan ritel Uni Eropa periode Maret 2023 (16:00 WIB),
  6. Rilis data tingkat pengangguran Amerika Serikat periode April 2023 (19:30 WIB),
  7. Rilis data penggajian non-pertanian (NFP) Amerika Serikat periode April 2023 (19:30 WIB).

Ā 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. RUPS Tahunan PT Solusi Tunas Pratama Tbk (09:00 WIB),
  2. RUPS Tahunan PT XL Axiata Tbk (09:00 WIB),
  3. RUPS Tahunan PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk (10:00 WIB),
  4. RUPS Tahunan PT Yulie Sekuritas Indonesia Tbk (10:00 WIB),
  5. RUPS Tahunan PT LinkNet Tbk (13:30 WIB),
  6. RUPS Luar Biasa PT Garda Tujuh Buana Tbk (14:00 WIB),
  7. RUPS Tahunan PT Kirana Megatara Tbk (14:00 WIB),
  8. RUPS Tahunan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (14:00 WIB),
  9. RUPS Luar Biasa PT Perdana Karya Perkasa Tbk (14:00 WIB),
  10. RUPS Tahunan PT Vale Indonesia Tbk (14:00 WIB),
  11. Ex date dividen tunai PT Astra International Tbk,
  12. Ex date dividen tunai PT Indika Energy Tbk,
  13. Ex date dividen tunai PT Prima Andalan Mandiri Tbk,
  14. Ex date dividen tunai PT Mandala Multifinance Tbk,
  15. Ex date dividen tunai PT Dana Brata Luhur Tbk
  16. Ex date dividen tunai PT Tigaraksa Satria Tbk.

Ā 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q4-2022 YoY)

5,01%

Inflasi (April 2023 YoY)

4,33%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (April 2023)

5,75%

Surplus Anggaran (APBN Februari 2023)

0,61% PDB)

Surplus Transaksi Berjalan (Q4-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY)

US$ 4,7 miliar

Cadangan Devisa (Maret 2023)

US$ 145,23 miliar

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular