
Gak Cuma Dolar AS, Rupiah Juga Libas Tiga Mata Uang Ini...

Jakarta, CNBC Indonesia- Kurs rupiah berhasil melibas ketiga mata uang utama di Benua Biru yakni euro, poundsterling dan dolar franc swiss pada perdagangan Jumat (05/8/2022). Padahal, rupiah sempat terkoreksi dua hari beruntun. Apa penyebabnya?
Melansir Refinitiv, pukul 11:30 WIB, euro terkoreksi terhadap rupiah 0,33 % ke 15.246,52/EUR dan poundsterling melemah cukup tajam terhadap rupiah sebanyak 0,41% ke Rp 18.082,53/GBP.
Sedangkan, dolar franc swiss yang termasuk mata uang safe haven, terdepresiasi terhadap rupiah sebanyak 0,37% ke Rp 15.569,14/CHF.
Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data pertumbuhan ekonomi RI kuartal II-2022 tumbuh 3,72% dibandingkan kuartal sebelumnya (qtq), meskipun pada kuartal I-2022 terjadi kontraksi 0,96% tapi tidak berlanjut pada kuartal kedua tahun ini. Tidak ada kontraksi dua kuartal beruntun, tidak ada resesi teknikal.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022 tumbuh 5,44%, lebih baik ketimbang pencapaian kuartal I-2022 di 5,01%.
Pertumbuhan ekonomi RI berhasil melampaui prediksi konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi bahwa pertumbuhan ekonomi diprediksikan akan mencapai 5,17% (year-on-year) di kuartal kedua tahun ini. Sementara perkiraan pertumbuhan ekonomi mencapai 3,49% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Rilis data ekonomi yang apik berhasil menopang penguatan rupiah terhadap ketiga mata uang utama di Benua Biru. Sementara itu, sentimen negatif masih berhembus kencang di wilayah Eropa dan Inggris, di mana potensi resesi semakin nyata.
Pada Kamis (4/8), Bank of England (BOE) telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 50 basis poin (bps) dan menjadi kenaikan terbesar sejak 27 tahun dalam upaya untuk menahan lonjakan inflasi yang diprediksikan akan mencapai 13% tahun ini, bahkan ketika peringatan resesi akan terjadi.
Kini, suku bunga BOE berada di 1,75% dan menjadi yang tertinggi sejak 2008.
Sejatinya, kenaikan suku bunga acuan BOE telah diprediksi oleh pasar dan analis, sehingga bursa saham Eropa pun berakhir di zona hijau pada Kamis (4/8).
Namun, Gubernur BOE Andrew Bailey mengatakan ketidakpastian ekonomi sangat besar dan semua opsi terbuka.
"Mengembalikan inflasi ke target 2% tetap menjadi prioritas mutlak kami. Tidak ada jika atau tetapi tentang itu,"tuturnya dikutip Reuters.
Selain melonjaknya biaya energi, Inggris juga menyesuaikan diri dengan Brexit dan perubahan kepemimpinan politik. BOE mengatakan Inggris menghadapi kemerosotan ekonomi terbesar dalam standar hidup sejak pencatatan dimulai pada 1960-an.
Tidak jauh berbeda, survei bank sentral Eropa (ECB) pada Kamis (4/8) menunjukkan bahwa konsumen di zona Eropa sedang bersiap untuk penyusutan ekonomi dan inflasi yang tinggi yang akan menggerus pendapatan mereka di tahun depan.
Survei tersebut dihimpun 14.000 orang dari Belgia, Jerman, Spanyol, Prancis, Italia, dan Belanda. Keenam negara tersebut mewakili 85% dari PDB Eropa dan 83,8% dari populasi.
Survei Ekspektasi Konsumen biasanya digunakan oleh pejabat ECB sebagai masukan dalam pertimbangan mereka dalam mengambil kebijakan moneter. Survei tersebut menunjukkan bahwa masyarakat mulai kehilangan kepercayaan pada kemampuan ECB untuk membawa inflasi kembali ke target 2%.
Median survei konsumen memperkirakan harga akan naik 5% pada tahun depan. Selain itu, masyarakat juga memperkirakan ekonomi Eropa akan berkontraksi sebesar 1,3% dalam 12 bulan mendatang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Eropa Diprediksi Melambat, Tapi Euro Cs Masih Menguat
