Sentimen Pasar Pekan Depan

Lebaran Usai, Tak Ada Waktu Leha-leha! Kerja, Kerja, Kerja...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 May 2022 17:30
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Minggu ini, pasar keuangan Indonesia tutup total karena libur Hari Raya Idul Fitri. Pekan depan, pelaku pasar tidak punya banyak waktu untuk adaptasi karena dihadapkan dengan kondisi yang sangat dinamis.

Misalnya, pasar keuangan Indonesia tidak sempat merespons kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS). Pada Kamis dini hari waktu Indonesia, bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin (bps) menjadi 0,75-1%.

Menanggapi keputusan tersebut, awalnya tidak ada reaksi yang berlebihan di pasar. Sebab, investor sudah memperkirakan sebelumnya bahwa Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat akan mengerek Federal Funds Rate 50 bps. Tidak ada kejutan.

Namun pada perdagangan akhir pekan, ceritanya berbeda. Bursa saham AS 'kebakaran' di mana indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,3%, S&P 500 terkoreksi 0,57%, dan Nasdaq Composite anjlok 1,4%. Nasdaq ditutup di posisi terendah sejak 2020.

"Sekarang, 95% sentimen penggerak pasar adalah suku bunga," ujar Jay Hatfield, CEO Infrastructure Capital yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.

Saat suku bunga di Negeri Paman Sam naik, maka akan diikuti oleh imbal hasil (yield) obligasi pemerintah. Untuk tenor 10 tahun, yield US Treasury Bonds sudah menyentuh di atas 3%, sesuatu yang kali terakhir terjadi pada 2018.

Kenaikan yield menjadi modal kuat bagi dolar AS untuk menguat. Sebab, yield yang tinggi akan membuat investor berbondong-bondong memborong surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden.

So, keperkasaan dolar AS adalah sebuah keniscayaan sejarah. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) sempat menyentuh rekor tertinggi sejak 2022 atau 20 tahun.

Jadi inilah sentimen pertama yang harus dihadapi pelaku pasar di Tanah Air selepas libur panjang. Tidak ada waktu untuk jetlag, harus siap siaga sejak pasar dibuka.

Halaman Selanjutnya --> Inflasi Siap-siap Cetak Rekor

Selain itu, investor juga langsung dihadapkan pada dua rilis data utama. Besok, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan dua data utama sekaligus, yakni inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi April 2022 bisa mencapai 0,85% secara bulanan (month-to-month/mtm). Jika terwujud, maka akan menjadi rekor tertinggi sejak Januari 2017.

Sementara secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi April 2022 diperkirakan 3,4%. Ini akan menjadi yang tertinggi sejak April 2018.

Saat inflasi semakin tinggi, maka alasan bagi Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga rendah akan semakin lemah. Kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate bukan lagi soal apakah akan naik atau tidak, tetapi kapan dan seberapa cepat.

Selain itu, BI tentu tidak ingin 'ketinggalan kereta' saat bank sentral lain di berbagai negara menaikkan suku bunga. Kalau suku bunga acuan Indonesia bertahan rendah, maka pasar finansial Tanah Air menjadi kurang menarik karena tidak memberikan imbalan yang kompetitif.

"BI tentu memperhatikan siklus pengetatan moneter The Fed, yang mungkin makin cepat pada kuartal ini," sebut riset DBS.

Halaman Selanjutnya --> Ekonomi Indonesia Makin Moncer

Data lain yang juga akan diumumkan besok adalah pertumbuhan ekonomi periode kuartal I-2022. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Ibu Pertiwi tumbuh 5,05% yoy. Lebih baik ketimbang kuartal IV-2022 (5,02%) dan kuartal I-2021 (-0,7%).

Pelonggaran Pembelakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan menjadi motor utama penggerak perekonomian nasional. Ya, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang mengendurkan PPKM seiring melandainya kasus positif harian Covid-19.

Pelonggaran PPKM membuat permintaan melonjak, karena masyarakat lebih bebas beraktivitas. Tidak hanya itu, aktivitas industri juga meningkat karena pembatasan aktivitas dan mobilitas sudah semakin minim.

Di sisi konsumen, kepercayaan terhadap prospek ekonomi terus membaik. Sepanjang tiga bulan pertama 2022, rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) adalah 114,57.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau di atas 100, maka artinya konsumen percaya diri menatap prospek ekonomi saat ini hingga enam bulan yang akan datang.

Dari sisi dunia usaha, aktivitas manufaktur pun terus berada di zona ekspansi. Ini terlihat dari data Purchasing Managers' Index (PMI).

Pada kuartal I-2022, rata-rata PMI manufaktur ada di 52,025 tiap bulannya. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik start. Di atas 50, berarti dunia usaha sedang berada di fase ekspansi.

"Pemulihan permintaan domestik berlanjut pada kuartal I-2022, seiring peningkatan mobilitas masyarakat karena pelonggaran PPKM dan cakupan vaksinasi yang makin luas. Memang sempat ada pengetatan PPKM pada Februari akibat lonjakan kasus positif harian akibat penyebaran varian Omicron, tetapi dampaknya terbatas.

"Tidak hanya domestik, permintaan eksternal pun solid, terlihat dari data ekspor. Kami memperkirakan ekspor kembali tumbuh dua digit," sebut Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri, dalam risetnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular