Warga AS 'Merana' Karena Suku Bunga, Warga RI Perlu Waspada?

Feri Sandria & Maesaroh, CNBC Indonesia
06 May 2022 19:38
Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell  (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral AS, Federal Reserve, kembali menaikkan suku bunga acuan jangka pendeknya sebesar 50 bps (0,50%) pada hari Rabu (6/5) yang merupakan kenaikan paling tajam sejak tahun 2000. Meskipun telah diharapkan secara luas, langkah tersebut tampaknya dapat memberikan efek buruk terhadap kondisi finansial warga Amerika Serikat.

Kebijakan untuk menaikkan suku bunga sejatinya ditujukan untuk memerangi inflasi yang telah mencapai rekor tertinggi dalam empat dekade, akan tetapi kenaikan suku bunga juga berarti harga pembelian rumah dan mobil lebih mahal serta biaya lain seperti pinjaman dan tagihan kartu kredit ikut membengkak.

The Fed mulai menaikkan suku bunga pada bulan Maret sebesar 25 bps (0,25%) setelah menurunkannya ke level mendekati nol selama pandemi. Kenaikan yang lebih tinggi pada hari Rabu lalu tentu akan mempengaruhi kondisi dompet warga AS secara lebih cepat.

Selama dekade terakhir, kenaikan suku bunga dan penurunan suku bunga lebih kecil dan terjadi dengan laju lebih lambat. Artinya laju yang yang lebih cepat ini akan semakin penting untuk diperhatikan oleh warga AS.

Berikut adalah bagaimana perubahan suku bunga Fed dapat mempengaruhi kondisi finansial masyarakat AS.

Kenaikan bunga KPR

Selama dua tahun terakhir, tingkat suku bunga rendah dan persediaan perumahan yang rendah memicu pasar perumahan yang sangat kompetitif. Pada Maret 2022, harga penjualan rata-rata rumah keluarga tunggal di AS mencapai US$ 375.500 atau setara dengan Rp 5,39 miliar (asumsi kurs Rp 14.350/US$), naik 15% secara tahunan (yoy), menurut National Association of Realtors.

Di AS, suku bunga hipotek (mortgage rates) - yang di Indonesia lebih dikenal sebagai KPR - sebagian besar didasarkan pada imbal hasil obligasi Treasury AS 10-tahun.

Ketika The Fed menaikkan suku bunga, maka akan mendorong imbal hasil surat utang lebih tinggi, yang kemudian pada akhirnya membuat suku bunga KPR menjadi lebih tinggi.

Ketika Fed memberi sinyal akan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi awal tahun ini, imbal hasil Treasury 10-tahun bergerak lebih tinggi.

Dengan naiknya suku bunga acuan AS, rata-rata suku bunga hipotek untuk pinjaman 30 tahun berada di level 5,27% pekan ini, menurut data dari perusahaan penyedia KPS AS Freddie Mac. Setahun yang lalu, suku bunga yang sama berada di level 2,96%.

Bunga deposito dan rekening tabungan yang lebih tinggi

Meskipun bikin pusing pembeli rumah, kenaikan suku bunga dapat menjadi kabar baik bagi para deposan yang telah lama dibebani dengan tingkat pengembalian yang sangat kecil pada rekening tabungan dan sertifikat deposito.

Suku bunga yang ditawarkan pada banyak sertifikat deposito dan rekening tabungan sering kali bergerak beriringan dengan suku bunga yang baru saja dinaikkan The Fed, federal fund rate.

Pada Februari 2022, persentase hasil tahunan rata-rata pada sertifikat deposito satu tahun adalah 0,14%, menurut data dari Federal Deposit Insurance Corporation. Bank digital AS seperti Ally menawarkan 0,50% untuk produk tabungan imbal hasil tinggi, dan akun Marcus milik Goldman Sachs sekarang menawarkan bunga 0,6%.

Semua tingkat bunga tabungan tersebu akan bergerak sedikit lebih tinggi saat suku bunga acuan naik, tetapi tidak akan langsung berubah secara cepat.

Sebaliknya bunga pinjaman juga akan naik, yang berarti meminjam uang di bank akan menjadi jauh lebih berat.

Biaya kartu kredit bisa melonjak

Suku bunga yang lebih tinggi sering kali berarti kartu kredit akan menaikkan tingkat persentase tahunan (annual percentage rate/APR) yang lebih tinggi. Menurut laporan WalletHub bulan Mei, tingkat persentase tahunan rata-rata untuk mereka yang memiliki skor kredit bagus di AS adalah 18,84%. Angka tersebut berpotensi naik.

Beli mobil baru jadi lebih susah

Kenaikan tarif seharusnya tidak membawa kejutan bagi mereka yang telah mendapatkan suku bunga tetap untuk pinjaman mobil. Pinjaman ini biasanya memiliki tingkat bunga tetap yang dipatok pada imbal hasil Treasury. Tetapi belanja mobil tersebut mungkin akan dikenakan biaya yang lebih tinggi selama proses pembelian.

Pada pekan terakhir bulan April, tingkat rata-rata pinjaman mobil baru lima tahun di AS adalah 4,47%, menurut data dari Bankrate.com, naik dari 4,12% tahun lalu.

Pinjaman Mahasiswa (student loan)

Bagi mereka yang memiliki student loan, suku bunga telah ditetapkan untuk tahun ajaran 2021-2022, jadi kenaikan ini tidak akan memengaruhi peminjam. Tingkat pinjaman untuk subsidi langsung dan tidak bersubsidi adalah 3,73% hingga Juni 2022, menurut data Departemen Pendidikan AS.

Tingkat bunga untuk student loan ditetapkan setiap Mei sesuai dengan lelang Treasury 10-tahun. Tarif tersebut akan tetap selama masa pinjaman. Namun, suku bunga acuan yang lebih tinggi dapat berdampak pada pinjaman yang akan disalurkan untuk tahun ajaran berikutnya.

Kenaikan suku bunga acuan tidak hanya dilakukan oleh bank sentral AS, beberapa bank sentral utama dunia lainnya juga telah menaikkan suku bunga acuannya demi mencegah inflasi yang kian meresahkan. Beberapa negara yang sudah menaikkan suku bunga acuannya termasuk Inggris, Brazil, Rusia, India hingga Hong Kong.

Menyusul tren kenaikan suku bunga acuan di pasar global, Bank Indonesia pun diperkirakan mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada tahun ini.

Jika nantinya BI menaikkan suku bunga acuan mereka, suku bunga pinjaman perbankan pun diyakini akan ikut merangkak naik, termasuk bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dalam catatan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bunga KPR biasanya merespons cepat kenaikan suku bunga BI.

Saat BI melakukan pengetatan moneter secara agresif pada tahun 2018, bunga KPR juga naik cepat. Pada periode Mei-November 2018, suku bunga acuan BI meningkat 50 bps dari 5,50% di Mei menjadi 6,00% di November. Pada periode yang sama, rata-rata bunga KPR naik dari 9,49% menjadi 10,70%.

Berdasarkan data OJK, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) rata-rata untuk KPR pada Februari 2022 ada di level 8,72%. Tingkat bunga tersebut bisa saja terkerek cepat jika BI menaikkan suku bunga tahun ini.

Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan inflasi kemungkinan akan membuat BI menaikkan suku bunga acuannya. Sebagai dampaknya, bunga pinjaman perbankan pun akan meningkat.

"Yang terdampak kenaikan inflasi dan suku bunga acuan BI adalah KPR dengan bunga floating. Mungkin bisa naik 1%-2% pada tahun 2022. Yang sekarang di 7,5% bisa menjadi 9,5%," tutur Bhima, kepada CNBC Indonesia.

Bhima menambahkan kenaikan bunga KPR akan menjadi hantaman kesekian bagi sector properti tahun ini. Sektor tersebut dikhawatirkan sudah terdampak oleh kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kenaikan harga barang konstruksi, serta perabotan.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo pada konferensi hasil RDG bulan lalu mengatakan tidak menutup kemungkinan BI untuk menaikkan suku bunga tetapi kebijakan tersebut akan sangat tergantung pada kebijakan pemerintah dalam merespons kenaikan kelompok pengeluaran administered price.

Pemerintah berencana menyalurkan sejumlah bantuan sosial untuk memitigasi dampak kenaikan harga BBM serta kenaikan harga pangan akibat perang Rusia-Ukraina, salah satunya adalah subsidi minyak goreng serta bantuan subsidi upah.

"Tetapi ini [kebijakan moneter BI] akan sangat tergantung pada respons dari kebijakan pemerintah khususnya yang berimplikasi pada administered price. Rencananya, stance kami sudah arahkan ke sana, besarannya, urutannya, magnitude-nya maupun timing akan sangat tergantung kebijakan pemerintah," tutur Perry dalam konferensi pers usai menggelar RDG, Selasa (18/4).

Perry menegaskan Bi akan mengukur terlebih dahulu dampak kenaikan adminstered price secara hati-hati. BI juga akan terus menyeimbangkan antara kepentingan menjaga stabilitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi. BI juga mengingatkan bahwa kebijakan moneter tidak harus berupa kenaikan suku bunga tetapi juga bisa berupa relaksasi kebijakan makroprudensial.

"Kami akan sangat ekstra hati-hati. Kami akan mempertimbangkan antara kebijakan stabilitas termasuk stabilitas harga dengan keperluan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Esensinya sabar, sabar menunggu koordinasi yang terus berlanjut. Komitmen kami sama, menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi," tutur Perry.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular