Di Eropa, Mata Uang Garuda Ambrol Lagi!

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
30 March 2022 12:14
FILE PHOTO: An Indonesian Rupiah note is seen in this picture illustration June 2, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Foto: REUTERS/Thomas White

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah kembali melemah di hadapan euro, poundsterling, dan dolar franc swiss pada perdagangan hari ini, Rabu (30/3/2022). Artinya, Mata Uang Garuda telah melemah selama dua hari beruntun di Benua Biru.

Melansir data Refinitiv, pada pukul 11:28 WIB euro terhadap rupiah terapresiasi 0,25% ke Rp 15.960,54/EUR dan dolar franc swiss menguat terhadap rupiah sebanyak 0,30% ke Rp 15.461,60/CHF.

Hal yang serupa terjadi, poundsterling terapresiasi terhadap Mata Uang Garuda sebanyak 0,07% ke Rp 18.813,91/GBP.

Di wilayah Eropa, khususnya Perancis dan Jerman mengalami penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang lebih besar dari perkiraan pada bulan ini karena meningkatnya inflasi dan kekhawatiran tentang dampak perang Rusia-Ukraina.

Bank sentral Eropa (ECB) menegaskan bahwa wilayah mereka dapat menghindari resesi. Namun, menurunnya IKK pada dua negeri dengan ekonomi teratas mengindikasikan kemunduran ekonomi.

Selain itu, Italia merupakan negara perekonomian terbesar ketiga di Eropa telah menurunkan target pertumbuhan ekonominya.

Di Jerman, lembaga Gfk melaporkan IKK terhadap survey 2000 orang, turun menjadi -15,5 poin menjelang April dari -8,5 poin di Maret, yang menjadi level terendah sejak Februari 2021.

"Pada bulan Februari, harapan masih tinggi bahwa IKK akan pulih dengan pelonggaran pembatasan terkait pandemi. Namun, perang di Ukraina menyebabkan harapan sirna," tutur Pakar Konsumen Gfk Rolf Buerkl dikutip dari Reuters.

Sementara itu, IKK di Perancis turun menjadi 91 poin dari 97 dan di bawah ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters sebesar 94 poin. Analis Reuters juga menurunkan prediksinya pada pertumbuhan ekonomi di Eropa yang hanya tumbuh 3,8% di tahun ini dan 2,5% di tahun berikutnya, sedikit lebih turun dari prediksi sebelumnya di 3,9%.

Di zona Inggris, Kantor Audit Nasional (NAO) melaporkan bahwa pemerintahan di bawah Perdana Menteri Boris Johnson telah menghabiskan dana senilai 3 miliar poundsterling atau US$5,3 miliar untuk kontrak peralatan Covid-19 yang ketinggalan zaman.

Hal tersebut memicu klaim bahwa pemerintah Inggris boros. Namun, Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa lebih bijaksana untuk memiliki terlalu banyak alat daripada terlalu sedikit dalam keadaan darurat.

NAO melaporkan sebanyak 3,6 miliar barang yang tidak cocok untuk digunakan pada frontline, menghabiskan lebih dari 700 juta poundsterling untuk penyimpanan pada November 2021, dan 1,5 miliar barang berupa APD telah melewati masa kadaluwarsa.

Walaupun sentimen buruk masih menghantui zona Eropa dan Inggris, tapi tidak membuat nilai tukar mata uang mereka menjadi melemah.

Terpantau, poundsterling menguat terhadap dolar AS sebanyak 0,12% dan euro terapresiasi terhadap dolar AS sebanyak 0,23%. Hal yang serupa terjadi pada dolar franc swiss yang menguat sebanyak 0,31% terhadap si greenback.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indeks Dolar AS Melesat 7 Pekan, Rupiah Dkk kok Masih Kuat?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular