Pasar Cemas AS Bakal Resesi, Bikin Rupiah Perkasa Lawan Dolar

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
30 March 2022 11:44
An employee counts Indonesian rupiah banknotes at a currency exchange office in Jakarta, Indonesia October 23, 2018. Picture taken October 23, 2018. REUTERS/Beawiharta
Foto: Seorang karyawan menghitung uang kertas Rupiah di kantor penukaran mata uang di Jakarta, Indonesia 23 Oktober 2018. Gambar diambil 23 Oktober 2018. REUTERS / Beawiharta

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah berjaya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (30/3/2022), di mana kekhawatiran akan resesi di AS meningkat setelah yield obligasi tenor 5 tahun dan 30 tahun terbalik.

Melansir data dari Refinitiv, Mata Uang Tanah Air membuka perdagangan dengan menguat 0,26% di Rp 14.325/US$. Namun, penguatan rupiah sempat terpangkas ke 0,13% dan terpangkas lagi menjadi 0,09% ke Rp 14.350/US$ pada pukul 11:00 WIB.

Pada pukul 11:00 WIB, terpantau dolar AS melemah di pasar spot sebanyak 0,28% ke 98,136 terhadap 6 mata uang dunia.

Fundamentalnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) AS di bulan Maret pulih dari penurunannya pada bulan sebelumnya, di tengah meningkatnya optimisme pasar tenaga kerja.

Kemarin, Conference Board melaporkan IKK di bulan Maret naik 1,5 poin ke 107,2 dari level 105,7 di Februari. Peningkatan IKK mengekor pulihnya ekonomi dari pandemi Covid-19.

Departemen Tenaga Kerja AS merilis tingkat pengangguran yang berada di level terendah selama dua tahun di 3,8% pada bulan Februari. 

Sementara itu, laporan data pembukaan pekerjaan alias JOLTS menunjukkan lowongan pekerjaan turun 17.000 menjadi 11.266 juta pada akhir Februari. Penurunan tersebut tidak terlalu signifikan dari bulan sebelumnya.

Menurut Goldman Sachs, ketidaksejajaran antara permintaan akan tenaga kerja dan penawaran kerja akan mendorong meningkatnya upah. Dia memprediksikan bahwa pertumbuhan upah yang kuat akan bertahan sampai pasokan tenaga kerja dan lowongan pekerjaan kembali seimbang.

Meningkatnya upah akan menyebabkan perusahaan untuk ikut menaikkan harga barang atau jasa.

Tingkat inflasi biasanya dinilai melalui Indeks Harga Konsumen (IHK) yang didasarkan atas survei biaya hidup meliputi bahan makanan, energi, sandang, dan lain-lain. Untuk mudahnya, jika harga barang dan jasa meningkat, maka otomatis tingkat inflasi akan ikut terkerek naik.

Sementara itu, rencana kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk memerangi inflasi dapat merugikan pembelian kendaraan bermotor dan menghambat konsumsi masyarakat.

Pada Senin (28/3), imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 5 tahun naik ke 2,56%, tapi yield obligasi tenor 30 tahun turun ke 2,55%. Ini merupakan kali pertama tenor 5 tahun lebih besar dari tenor 30 tahun sejak 2006.

Kini selisih yield antara US Treasury untuk tenor 5 dan 30 tahun sudah negatif. Artinya, suku bunga jangka pendek lebih tinggi dari suku bunga jangka panjang yang bisa mengindikasikan akan terjadinya resesi.

Wajar saja, Mata Uang Garuda dapat menguat terhadap dolar AS hari ini. Sentimen global yang memburuk karena kecemasan akan terjadinya resesi di AS membatasi pergerakan si greenback di pasar spot.

TIM RISET CNBC INDONESIA  


(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Lesu, Yield Treasury AS Turun, Rupiah Berjaya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular