AS Terancam Gagal Bayar Utang Segunung, Ini Dampak Ngerinya!
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah menghindari penutupan pemerintahan (government shutdown), Presiden Joe Biden bersama anggota parlemen yang dikuasai oleh partai Demokrat dengan partai Republik sebagai oposisi menghadapi tugas yang jauh lebih berisiko yakni menyepakati kenaikan plafon pinjaman utang atau Amerika Serikat (AS) berisiko gagal bayar.
Jika penutupan pemerintah AS sudah pernah beberapa kali terjadi - bahkan dua kali di era Presiden Donald Trump - ancaman gagal bayar ini merupakan yang pertama sepanjang sejarah AS.
Setelah anggota parlemen berbulan-bulan mengabaikan isu plafon utang, tiba-tiba kemungkinan gagal bayar utang AS menjadi ancaman serius yang sebelumnya tak pernah terpikirkan.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen memperingatkan anggota parlemen pada sidang Senat tentang konsekuensi 'bencana besar' jika mereka gagal menangguhkan atau menaikkan batas utang sebelum pemerintah mencapai batas maksimal, yang meskipun tanggalnya belum pasti tapi menurut Departemen Keuangan AS bisa terjadi paling cepat tanggal 18 Oktober.
Ini bukan pertama kalinya pemerintah AS 'bermain-main' dengan plafon utang yang biasa dinaikkan oleh Kongres secara rutin, akan tetapi kondisi politik yang dalam beberapa tahun terakhir makin mengalami polarisasi mengkhawatirkan investor dan pengamat pasar.
Konsekuensi jika gagal bayar
Karena kejadian ini belum pernah terjadi sebelumnya, tidak ada yang benar-benar tahu persis konsekuensi yang akan timbul, tetapi kemungkinan pasar di seluruh dunia akan jatuh dan suku bunga global akan naik.
Ini karena jika pemerintah AS tidak dapat membayar kembali utangnya kepada pemegang obligasi, nilai obligasi akan menurun. Dan yield - pengembalian yang dibayarkan pemerintah kepada investor - akan meningkat, karena obligasi tersebut dianggap sebagai investasi yang kurang aman.
Hal tersebut akan mendorong kenaikan suku bunga di seluruh dunia, yang sering terikat dengan surat utang AS (bills, notes dan bonds).
Lebih jauh lagi, dampak kepada kreditur besar bisa lebih mengerikan. Misalnya Jepang yang hingga awal tahun ini memiliki sekitar US$ 1,31 triliun surat utang AS - yang setara dengan seperempat dari output ekonomi tahunannya - tentu akan membahayakan ekonomi negeri sakura.
Berdasarkan data Departemen Keuangan AS, Indonesia tidak termasuk negara yang menggenggam surat utang AS dengan kepemilikan signifikan. Setelah Jepang yang merupakan pemegang terbesar, terdapat China senilai US$ 1,06 triliun.
Meskipun Jepang dan China memiliki surat utang AS dalam jumlah signifikan, akan tetapi sebagian besar utang AS diperoleh dari dana jaminan sosial (social security) dan dana pensiun. Ini berarti warga AS, melalui uang pensiun mereka, memiliki sebagian besar utang nasional.
Hal ini menjadikan ancaman terbesar terhadap risiko gagal bayar akan dirasakan di dalam negeri AS dulu sebelum menjalar ke luar negeri.
Selain itu konsensus di antara para analis percaya bahwa kegagalan Washington untuk melakukan pembayaran bunga atas utangnya akan melemahkan pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 dan mungkin menimbulkan 'cacat' permanen pada kedudukan internasional Amerika Serikat.
(fsd/fsd)