
AS Terancam Gagal Bayar Utang Segunung, Ini Dampak Ngerinya!

Skenario jangka pendek vs skenario mengerikan versi Yellen
Sebelumnya kepanikan jangka pendek akan potensi AS gagal membayar surat utang yang diterbitkan pernah terjadi pada tahun 2011 lalu di rezim Obama ketika kongres yang dikuasai oleh partai Republik.
Ketakutan investor membuat pasar ditutup di zona marah dan banyak yang memprediksi bahwa kemampuan AS untuk meminjam akan terpengaruh secara permanen. Standard & Poor's bahkan sempat menurunkan peringkat kredit AS untuk pertama kalinya dalam 70 tahun. Penurunan peringkat kredit tersebut berkontribusi pada Dow Jones Industrial Average turun 2.000 poin pada akhir Juli dan Agustus 2011.
Demikian pula di tahun 2013, ketika diskusi terkait batas utang mengalami kebuntuan, suku bunga pinjaman pemerintah jangka pendek melonjak, tetapi dengan cepat turun kembali ke posisi semula setelah plafon utang dinaikkan.
Adapun berdasarkan skenario "bencana" yang dikemukakan Yellen, kebuntuan yang berkepanjangan kali ini dapat mengakibatkan sesuatu yang jauh lebih buruk dari pada tahun 2011 atau 2013.
Masalah utamanya adalah surat utang tersebut banyak digunakan sebagai agunan (collateral) untuk mendukung pinjaman jangka pendek. Jika AS gagal membayar beberapa obligasinya, pemberi pinjaman mungkin tidak mau menerima obligasi 'tercemar' tersebut sebagai jaminan. Lebih parah lagi, sistem perdagangan Wall Street belum benar-benar mengatur terkait kondisi gagal bayar AS, karena hanya sedikit yang mengira default AS mungkin terjadi. Hal ini dapat menyebabkan pasar pinjaman jangka pendek terhenti, seperti pada awal krisis keuangan.
Cara AS mengatasi potensi gagal bayar
Pemerintahan Biden yang didukung oleh partai Demokrat yang menguasai kedua bilik kongres baik The House (DPR AS) dan Senat tentu tidak ingin menjadi pencetak sejarah gagal bayar pertama AS.
Upaya yang paling mudah tentu menaikkan batas plafon utang yang harus disetujui Kongres, akan tetapi ini tentu akan ditantang oleh kubu oposisi yang telah menyatakan untuk melakukan filibuster untuk menentang kebijakan tersebut.
Kongres AS yang dikuasai oleh partai Demokrat sendiri bisa menggunakan proses rekonsiliasi akan tetapi Ketua DPR AS Naccy Pelosi dan Ketua Senat Charles 'Chuck' Schumer mengatakan hal tersebut tidak akan dilakukan karena Demokrat saat ini menggunakan proses rekonsiliasi untuk menggolkan paket kebijakan domestik Biden, mereka berpendapat akan terlalu memakan waktu dan rumit untuk menggunakannya untuk mengatasi permasalahan utang nasional.
Tahun 2011 lalu beberapa pihak berpendapat bahwa Presiden Barack Obama memiliki kekuatan untuk secara sepihak mengangkat plafon utang. Mantan Presiden Bill Clinton mengatakan pada saat itu bahwa jika dia masih menjabat dia akan mengaktikan Amandemen ke-14, yang mengatakan validitas utang AS tidak akan dipertanyakan, menaikkan plafon utang dan memaksa pengadilan untuk menghentikannya.
Obama dan pengacaranya tidak setuju dan memilih menentang pendekatan itu. Setelah meninggalkan Gedung Putih, Obama mengakui bahwa dia dan pejabat Departemen Keuangan sempat mempertimbangkan beberapa rencana darurat yang kreatif, seperti mencetak koin $1 triliun untuk melunasi sebagian utang nasional, yang menurutnya merupakan ide gila.
Meskipun potensi gagal bayar sangat tidak mungkin mengingat risiko besar yang mesti dihadapi AS, akan tetapi investor perlu untuk tetap berhati-hati dan terus memantau perkembangan terkait kebijakan peningkan plafon utang AS.
(fsd/fsd)[Gambas:Video CNBC]
