Analisis

Amerika 'Sang Adikuasa' Bakal Shutdown, Haruskah RI Khawatir?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 September 2021 14:58
Biden
Foto: AP/Evan Vucci

Jakarta, CNBC Indonesia - Masalah anggaran belanja dan plafon utang Amerika Serikat (AS) masih belum ada titik terang. Kedua hal tersebut merupakan masalah politik klasik di Negeri Adikuasa, tetapi bisa menimbulkan dampak yang cukup besar.

Jika Kongres (DPR dan Senat) tidak mencapai kata sepakat mengenai anggaran hingga Kamis (30/9), maka Amerika Serikat akan mengalami shutdown atau penutupan layanan pemerintah sementara. Sebab, pemerintah AS tidak memiliki anggaran untuk mendanai operasional.

Kemudian, masalah plafon atau batas utang, tenggat waktunya hingga 18 Oktober nanti. Jika tidak ada kesepakatan kenaikan batas utang, maka menurut Menteri Keuangan, Janet Yellen, Amerika akan mengalami gagal bayar (default) pertama sepanjang sejarah, dan dapat memicu krisis finansial.

Sejauh ini, Partai Republik di di Kongres AS menolak segala proposal anggaran maupun plafon utang yang dari Partai Demokrat yang menguasai pemerintahan.

Artinya, ancaman shutdown sudah di depan mata. Meski demikian, Senat AS sudah menyepakati anggaran sementara untuk menghindari shutdown. Anggaran tersebut akan mendanai pemerintahan hingga awal Desember. Proposal dari Senat tersebut kini harus disepakati oleh DPR. Tetapi jika DPR tidak sepakat, pada 1 Oktober Negeri Adidaya akan shutdown.

Shutdown bukan hal yang baru, pernah terjadi berkali-kali di AS. Yang terakhir dan masih segar di ingatan adalah shutdown di era pemerintahan Presiden AS ke-45, Donald Trump.

Sama seperti tahun ini, saat itu di 2018, Partai Demokrat menolak rancangan anggaran dari Partai Republik yang menguasai pemerintahan. Akhirnya anggaran sementara diloloskan, tetapi hingga akhir tahun belum ada kesepakatan untuk anggaran satu tahun fiskal 2019. Alhasil, pemerintahan AS shutdown selama hampir 35 hari, mulai 22 Desember 2018 hingga 25 Januari 2019.

Shutdown tersebut merupakan yang terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat, dan berdampak cukup besar terhadap perekonomian.

Menurut Congressional Budget Office (CBO), shutdown tersebut berdampak ke perekonomian sebab sekitar 800.000 tenaga kerja dirumahkan, kemudian belanja pemerintah federal juga menjadi tertunda.

Berdasarkan kalkulasi CBO, kerugian yang diderita AS sebesar US$ 11 miliar atau setara Rp 154 triliun (kurs Rp 14.000/US$). Dari kerugian tersebut, sebesar US$ 3 miliar atau Rp 42 triliun hilang permanen.

Dengan kerugian tersebut, produk domestik bruto (PDB) pun terpangkas.

Namun, apakah shutdown tersebut berdampak ke negara lain, termasuk Indonesia?

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Amerika Pasar Ekspor Terbesar Kedua Indonesia, Apa Artinya?

Amerika Serikat merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, sehingga kinerja ekonominya akan berdampak ke negara lainnya. Untuk Indonesia, Amerika merupakan pasar ekspor terbesar kedua setelah China.

Namun, meski mengalami shutdown, tetapi berdampak besar ke Indonesia. Sebab, perekonomian AS masih berjalan, penutupan pemerintahan hanya sebagian saja.
Shutdown yang terjadi di era Presiden Trump merupakan yang terlama sepanjang sejarah. Tetapi dari sisi perdagangan bisa dikatakan tidak berdampak.

Seperti disebutkan sebelumnya, shutdown terjadi pada 22 Desember 2018 hingga 25 Januari 2019. Jika dilihat dari data ekspor Indonesia ke Amerika justru mengalami peningkatan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor non-migas Indonesia ke Amerika Serikat di bulan Desember 2018 tercatat sebesar US$ 1,484 miliar naik 1,99% dari ekspor bulan November 2018.

Kemudian, ekspor di Januari 2019 juga naik 2% menjadi US$ 1,512 miliar. Hal tersebut membuktikan jika shutdown sebenarnya tidak berdampak besar dari sisi perdagangan.

Selain itu dari sisi pasar finansial, ketika shutdown terjadi nilai tukar rupiah mengalami penguatan. Pada Jumat 21 Agustus 2018, rupiah berada di Rp 14.550/US$, sementara pada Senin 28 Januari 2019 di Rp 14.065/US$ artinya terjadi penguatan lebih dari 3,3%. Dari pasar saham, pada periode yang sama IHSG juga mencatat penguatan lebih dari 4,5%.

Artinya, dampak shutdown memang tidak besar bahkan saat penutupan sebagian pemerintahan tersebuty menjadi terlama sepanjang sejarah Amerika Serikat. Sehingga tidak perlu khawatir, selama shutdown tidak berlangsung lama tentunya.

Yang perlu dikhwatirkan adalah jika Amerika Serikat mengalami default, sebab belum pernah terjadi sebelumnya, dan bisa memicu gejolak di pasar finansial global. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular