Review

Makin Kaya! Deretan Aksi Crazy Rich Hartono di Pasar Modal RI

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
17 September 2021 09:20
Shinta/Detiknet
Foto: Infografis/ Tajir! Laba Rp 12 T, Aset Perusahaan Duo Hartono Rp 1.113 T

Tiket.com Juga Siap Go Public

Perusahaan startup perjalanan Tiket.com, yang juga dikuasai Grup Djarum, menyatakan perseroan mempertimbangkan untuk go public atau mencatatkan saham perdana (IPO) di pasar modal melalui merger dengan perusahaan akuisisi bertujuan khusus alias SPAC (special purpose acquisition company).

Hal itu disampaikan Chief Executive Officer (CEO) Tiket.com George Hendrata dalam wawancara dikutip Bloomberg News dan sekaligus membenarkan laporan Bloomberg News sebelumnya.

George Hendrata mengatakan pihaknya memang tengah menjajaki penawaran umum perdana tradisional dan berpotensi menggabungkannya dengan salah satu aplikasi super Asia Tenggara.

Jika Tiket memutuskan untuk go public, pasti akan dilakukan tahun ini," kata George Hendrata dalam wawancara dengan David Ingles dan Tom Mackenzie dari Bloomberg TV pada Rabu (26/5), selama Goldman Sachs TechNet Conference Asia Pasifik, dikutip CNBC Indonesia, Kamis ini (27/5).

"IPO tradisional, pasti kami melihat itu, tapi untuk pemulihan perjalanan penuh, itu akan memakan waktu satu atau bahkan dua tahun. Opsi SPAC lebih cepat," katanya.

Sebelumnya, Bloomberg melaporkan, Tiket sedang dalam pembicaraan dengan COVA Acquisition Corp untuk kesepakatan yang akan memberi nilai pada entitas gabungan ini sekitar US$ 2 miliar atau setara dengan Rp 29 triliun (kurs Rp 14.300/US$).

Saat ini, salah satu direktur Cova Acquisition adalah Pandu Sjahrir, yang merupakan komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain Pandu, Direktur Utama PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) atau Emtek Alvin Widarta Sariaatmadja juga menjadi dewan direksi COVA Acquisition.

Sumber yang mengetahui informasi ini mengungkapkan, Goldman Sachs Group Inc. ditunjuk menjadi penasihat Tiket yang berbasis di Jakarta.

BCA: Kapitalisasi Pasarnya Terbesar di Bursa & Bank Digital BCA

Grup Djarum sudah menguasai BBCA sesaat pascakrisis ekonomi Asia 1997-1998, dengan mengambil alih perusahaan dari genggaman konglomerat kaya-raya lainnya Keluarga Salim.

Dikutip dari situs resmi BCA, pada 2002, Grup Djarum masuk melalui Farindo Investments Ltd, mengambil alih 51% total saham BCA melalui proses tender strategic private placement.

Informasi saja, Farindo Investments adalah perusahaan cangkang atau special purpose vehicle (SPV) yang terdaftar di Mauritius, sebuah wilayah tax haven.

Namun, pada akhir 2016, Djarum melakukan perubahan kepemilikan saham dari Farindo Investments ke perusahaan domestik PT Dwimuria Investama Andalan melalui transaksi tutup sendiri alias crossing saham sebesar 11,62 miliar saham atau 47,15%.

Menurut pengamatan Tim Riset CNBC Indonesia, setidaknya sejak 2017 sampai akhir Agustus 2021, kepemilikan saham Dwimuria di BCA tidak berubah, yakni sebesar 54,94%.

Seiring berjalannya waktu, Djarum berhasil memoles BBCA menjadi bank swasta raksasa. Saat ini, BBCA termasuk ke dalam bank BUKU IV atau jika menggunakan istilah teranyar, Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti atau KBMI 4 (dengan modal inti di atas Rp 70 triliun).

Sementara, total aset BBCA per laporan keuangan semester-I 2021 mencapai Rp 1.129,50 triliun. Nilai kapitalisasi pasar BBCA pun tercatat menjadi yang terbesar di BEI, yakni Rp 801,29 triliun.

Grup Keluarga Hartono berawal dari sang Ayah dari Hartono Bersaudara, yakni Oei Wie Gwan membentuk perusahaan rokok dengan brand Djarum pada tahun 1950.

Bertahun-tahun, perusahaan berhasil tumbuh dan menjadi perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Setelah sang Ayah meninggal di tahun 1963, anaknya yakni Michael Hartono dan Budi Hartono melanjutkannya.

Namun, di saat kepemimpinan dua bersaudara Hartono, mereka melakukan diversifikasi usaha, sehingga usahanya tidak hanya 'menjual' rokok. Diversifikasi usahanya yang pertama adalah membentuk perusahaan perbankan BCA.

Nah, seiring berjalannya waktu, PT Djarum--induk dari Djarum Group--yang membawahi banyak bisnis.

Di luar bisnis rokok kretek dan BCA, Grup Djarum juga memiliki usaha elektronika (Polytron), rumah studio produksi (Visinema Pictures), perkebunan (HPI Argo), perdagangan elektronik (Blibli.com), agen perjalanan daring (Tiket.com), dan media komunikasi (Djarum Media, dengan nama Mola TV dan Super Soccer TV).

Selain itu ada bisnis makanan dan minuman (Savorita, dengan merek Yuzu), dan kopi (Sumber Kopi Prima, dengan merek Delizio Caffino). Tidak ketinggalan, Grup Djarum juga berinvestasi di startup game asal Singapura, Razer.

Kini BCA juga sudah mentransformasikan PT Bank Royal Indonesia menjadi PT Bank Digital BCA sebagai bank digital dengan nama platform "blu"

April 2019, BCA memang resmi mengakuisisi Bank Royal. Pada 16 April 2019, BCA dan anak usahanya BCA Finance sudah membeli seluruh saham Bank Royal dari PT Royalindo Investa Wijaya, Leslie Soemadi, Ibrahim Soemadi, Nevin Soemadi, dan Ko Sugiarto.

Setelah itu pada 11 Desember 2019, BCA mengakuisisi PT Rabobank Indonesia. Adapun tujuan aksi korporasi ini ialah untuk mendukung program arsitektur perbankan Indonesia dan mengembangkan bisnis perbankan perseroan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular