Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Pasca meroket 1,4% di awal pekan ini, harga emas dunia justru melempem. Pada perdagangan Kamis (26/7/2021), harga logam mulai ini kembali menurun, bahkan ada yang memprediksi menuju kehancuran.
Pada pukul 11:12 WIB, harga emas dunia turun 0,21% ke US$ 1,786/troy ons, setelah merosot 0,66% kemarin dan 0,14% hari sebelumnya, melansir data Refinitiv.
Adalah Wang Tao, Analis Komoditas Reuters yang memprediksi emas menuju kehancuran, seandaianya gagal menembus ke resisten US$ 1.800/troy ons, akan terus mengalami penurunan.
"Lebih dari itu, kegagalan menembus US$ 1.800/troy ons akan membawa kehancuran," tegas Wang dalam risetnya.
Wang kini ragu harga emas bisa naik ke US$ 1.828-1.861/troy ons. Dia menilai mungkin tren kenaikan harga emas sudah selesai. Sepertinya pola penurunan harga sudah terbentuk secara teknikal.
Level US$ 1.800/troy ons memang menjadi krusial bagi emas, banyak analis menetapkan level psikologis tersebut sebagai area resisten. Pada perdagangan Senin lalu, ketika meroket 1,4%, emas mengakhiri perdagangan di US$ 1.805/troy ons, di atas level resisten, tetapi tidak lama kemarin langsung balik lagi ke bawahnya.
Jika melihat ke belakang, pada 6 Agustus lalu harga emas dunia jeblok 2,3% ke US$ 1.762/troy ons dari posisi penutupan hari sebelumnya US$ 1.804/troy ons. Jebloknya harga emas tersebut terjadi setelah menembus ke bawah US$ 1.800/troy ons.
Sehari setelah jeblok, emas bahkan mengalami flash crash atau ambrol nyaris 4,5% dalam tempo kurang dari 15 menit. Pergerakan tersebut menunjukkan aksi jual emas meningkat ketika sudah berada di bawah US$ 1.800/troy ons.
Apalagi saat ini isu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed sedang menghangat lagi. Tidak sekedar isu, tetapi The Fed sendiri melalui risalah rapat kebijakan moneter edisi Juli menyatakan jika mayoritas anggota dewan melihat kemungkinan tapering dilakukan tahun ini.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Berkaca 2011, Tapering Bikin Emas Ambrol 45%
Sejak mencapai level tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus lalu, harga emas mulai merosot. Sempat menguat lagi ke atas US$ US$ 2.000/troy ons pada 18 Agustus lalu, tetapi dibanting turun lagi dan tidak pernah lagi menyentuh level tersebut.
Di tahun 2021, emas sempat merosot ke US$ 1,676/troy ons pada 8 Maret lalu, sebelum rebound dan menanjak hingga level tertinggi yang bisa dicapai di US$ 1.900/troy ons di akhir Mei lalu, itu pun hanya beberapa hari saja. Setelahnya merosot lagi, artinya emas sudah dalam tren menurun.
Isu tapering menjadi salah satu faktor yang membuat harga emas berada dalam tren menurun.
 Grafik: Tren Penurunan Harga emas 2020-2021 Foto Refinitiv |
Maklum saja, berkaca dari sejarah 2013, harga emas dunia bisa ambrol hingga lebih dari 45% dari rekor tertinggi di September 2011 US$ 1.920/troy ons akibat tapering.
Jika dilihat dari rekor saat ini yang dicapai pada bulan Agustus tahun lalu, hingga ke level terendah tahun ini pada 8 Maret, emas "baru" merosot 19%.
Di tahun 2013, saat The Fed melakukan tapering, aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke Negeri Paman Sam. Hal tersebut dapat memicu gejolak di pasar finansial yang disebut taper tantrum.
Saat itu terjadi, dolar AS menjadi perkasa, dan harga emas dunia yang dibanderol dengan mata uang Paman Sam menjadi terpukul.
Taper tantrum pernah terjadi pada periode 2013-2015. Tetapi jauh sebelumnya, emas sudah bereaksi terhadap kebijakan moneter The Fed. Sam seperti saat ini, ketika emas sulit menguat akibat isu tapering, bahkan saat belum jelas kapan akan dilakukan.
Sebelum menggelontorkan QE akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) sejak Maret 2020 lalu, The Fed pernah melakukan hal sama saat terjadi krisis finansial global 2008. QE The Fed tersebut membawa emas mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada Agustus 2020, dan sebelumnya pada September 2011.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Melihat Kembali Dampak QE 2008 dan Tapering 2013 ke Emas
Krisis finansial global tahun 2008 membuat The Fed menerapkan QE dalam 3 tahap. QE 1 dilakukan mulai November 2008, kemudian QE 2 mulai November 2010, dan QE 3 pada September 2012. Nilainya pun berbeda-beda, saat QE 1 The Fed membeli efek beragun aset senilai US$ 600 miliar, kemudian QE 2 juga sama senilai US$ 600 miliar tetapi kali ini yang dibeli adalah obligasi pemerintah (Treasury) AS.
QE 1 dan 2 tersebut membawa harga emas meroket dan menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa saat itu US$ 1.920/troy ons pada 6 September 2011. Setelahnya harga emas terkoreksi tajam hingga ke US$ 1.600an/troy ons dan akhirnya berkonsolidasi dengan batas atas di kisaran US$ 1.800an/troy ons, emas tidak pernah lagi mendekati rekornya.
QE 3 yang dirilis The Fed pada September 2012 juga belum mampu membawa harga emas dunia kembali ke US$ 1.900/troy ons, bahkan berujung "petaka" bagi logam mulia. QE 3 berbeda dari dua stimulus moneter sebelumnya, kali ini sifatnya open-ended, artinya nilainya tidak terbatas sesuai kebutuhan. Pada satu titik ketika perekonomian AS sudah pulih maka QE tersebut akan dihentikan, tetapi sebelumnya dilakukan tapering. QE 3 saat itu senilai US$ 85 miliar per bulan.
Meski nilai QE tersebut besar, tetapi harga emas tidak begitu meresponnya sebab pasar tahu akan dilakukan tapering yang memicu taper tantrum.
Benar saja, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke mengeluarkan wacana tapering pada pertengahan 2013 dan mulai mengurangi QE sebesar US$ 10 miliar per bulan dimulai pada Desember, hingga akhirnya dihentikan pada Oktober 2014.
Tidak sampai di situ, setelah QE berakhir muncul wacana normalisasi alias kenaikan suku bunga The Fed. Alhasil, harga emas terus merosot hingga ke titik terendah yang dicapai yakni US$ 1.045,85/troy ons pada 3 Desember 2015.
Artinya, jika dilihat dari rekor tertinggi tahun 2011 hingga ke level terendah tersebut, harga emas dunia ambrol 45,54% dalam tempo 4 tahun.
TIM RISET CNBC INDONESIA