Analisis

Preteli Dulu! Ini Jeroan Kinerja 8 'Raksasa' Tambang Emas RI

Ferry Sandria, CNBC Indonesia
25 August 2021 07:20
Tambang Merdeka Copper/Youtube BSI
Foto: Dok ANTAM

Jakarta, CNBC Indonesia - Produksi emas nasional pada semester I-2021 tercatat sebesar 12,94 ton, turun 12,15% dari semester I-2020 yang tercatat sebesar 14,73 ton. Capaian produksi pada paruh pertama tahun ini baru mencapai 40,85% dari target produksi tahun 2021 sebesar 31,67 ton.

Bahkan hingga akhir Agustus produksi emas nasional belum mencapai separuh dari target, atau realisasinya masih sebesar 48,89% (15,48 ton), berdasarkan data dari Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (25/08/2021).

Sementara itu, realisasi penjualan lebih rendah lagi, baru mencapai 12,96% atau setara 10,61 ton dari target tahun 2021 sebesar 81,90 ton.

Lantas bagaimana dengan kinerja dari emiten-emiten tambang emas yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

Tercatat terdapat delapan emiten yang melakukan pengusahaan emas baik itu merupakan bisnis utama atau salah satu segmen bisnis dari konglomerasi usaha yang lebih besar.

Selain perusahaan yang diperdagangkan publik, terdapat juga entitas swasta yang memproduksi emas dengan porsi yang cukup signifikan, seperti PT Freeport Indonesia yang mengekstraksi emas dari bijih tembaga.

Berdasarkan siaran pers Freeport McMoran (FCX), Freeport Indonesia memproduksi 848.000 ons emas pada 2020, turun tipis dari 2019 yang sebesar 863.000 ons.

Sedangkan penjualan emas mencapai 842.000 ons pada 2020, turun 13,5% dari 2019 yang mencapai 973.000 ons. Adapun harga jual rata-rata emas pada 2020 mencapai US$ 1.832 per ons, naik dari US$ 1.416 per ons pada 2019. Tahun ini, produksi emas Freeport Indonesia ditargetkan naik 65% menjadi 1,4 juta ons dari 848.000 ons pada 2020.

Lalu ada pula beberapa perusahaan swasta lain seperti PT Kasongan Bumi Kencana (KBK) dan PT Indo Muro Kencana (IMK).

Tim Riset CNBC Indonesia merangkum kinerja delapan emiten tambang emas di BEI.

Kedelapan emiten itu yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) lewat anak usaha, PT United Tractors (UNTR) lewat anak usaha, PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), dan terakhir PT Wilton Makmur Indonesia Tbk (SQMI)

Adapun untuk Antam, meskipun produksi nasional turun, secara umum pada 2021 emiten tambang emas RI ini menunjukkan kinerja positif.

Dari 7 perusahaan yang telah mengeluarkan laporan keuangan publikasi kuartal pertama - minus ARCI yang baru melantai di bursa jelang akhir kuartal kedua 2021 - hanya tiga yang mengalami penurunan pendapatan yaitu UNTR yang turun tipis 2,27%, MDKA terkoreksi hingga 55,15%, dan SQMI turun 5,03%.

Sementara empat lainnya mengalami peningkatan nilai pendapatan, bahkan untuk ANTM penjualannya melonjak hingga 77%.

Perlu dicatat bahwa tidak semua emiten yang disebutkan di atas secara eksklusif melakukan penambangan emas, dan beberapa di antaranya penambangan emas bukan merupakan segmen bisnis utama perusahaan.

Sementara terkait kinerja laba, empat perusahaan memperolah laba bersih dan mencatatkan kinerja positif dan tumbuh dari 3 bulan awal pertama tahun lalu, bahkan ANTM dan MEDC mampu membalikkan keadaan dari tahun sebelumnya memperoleh rugi bersih.

Walaupun memperoleh peningkatan pendapatan, J Resources tercatat merugi, begitu juga dengan Merdeka Copper Gold. Satu lagi yang juga merugi yakni SQMI.

Hingga akhir kuartal II-2021, tiga dari tujuh emiten tambang emas telah menyetorkan laporan keuangan konsolidasi per 31 Juni 2021.

Ketiganya - ARCI, UNTR, BRMS - mencatatkan pertumbuhan pendapatan usaha.

Pertumbuhan terbesar dicatatkan oleh BRMS yang pendapatannya melonjak hingga 140%, diikuti oleh UNTR yang naik 12,41%. Sedangkan emiten yang baru saja memperoleh dana segar hasil penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO), ARCI, pendapatan paruh pertama naik 9,44%.

Senada dengan pendapatan yang naik, ketiga perusahaan tersebut juga mencatatkan kinerja laba yang positif sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Laba bersih BRMS melonjak 308% menjadi US$ 4,42 juta atau setara Rp 64,09 miliar (kurs Rp 14.500/US$) dari semula US$ 1,04 juta (Rp 15,08 miliar).

Sementara itu laba bersih ARCI hingga akhir Juni 2021 naik 23,88% menjadi US$ 32,57 juta (Rp 472,26 miliar) dari semula US$ 26,29 juta (Rp 381,20 miliar). Sedangkan laba bersih UNTR meningkat 11,18% menjadi Rp 4,51 triliun dari semula Rp 4,06 triliun.

Berikut ini profil ringkas tujuh emiten yang memiliki bisnis tambang emas.

NEXT: Simak Kinerja 8 'Raksasa' Tambang Emas di BEI

1. PT Antam Tbk (ANTM)

Antam merupakan perusahaan pelat merah yang tidak hanya melakukan penambangan emas, melainkan juga termasuk lain seperti nikel bauksit yang merupakan bahan baku aluminium.

Mulai beroperasi tahun 1968, Antam merupakan produk merger dari beberapa Perusahaan tambang dan proyek tambang milik pemerintah, termasuk di dalamnya Perusahaan Negara Tambang Emas Tjikotok.

Tambang emas yang dikelola atau dimiliki oleh Antam termasuk tambang emas Pongkor, PT Cibaliung Sumberdaya (CSD) dan PT Nusa Halmahera Minerals (NHM).

Dikutip dari laporan tahunan perusahaan, pada 2020, total cadangan bijih emas konsolidasi ANTAM tercatat sebesar 3,70 juta dry metric ton (dmt) atau setara dengan 349 ribu troy oz (10,86 ton) logam emas. Sedangkan sumber daya mineral emas konsolidasi ANTAM pada tahun 2020 tercatat sebesar 9,33 juta dmt atau setara dengan 1.197 ribu troy oz (37,23 ton) logam emas.

2. PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS)

Bumi Resources Minerals adalah pertambangan multi mineral yang beroperasi di Indonesia dan dikendalikan oleh PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dari Grup Bakrie.

Proyek tambang emas yang dimiliki perusahaan adalah PT Citra Palu Minerals (CPM) di Sulawesi Tengah dan Gorontalo Minerals (GM) yang juga memiliki kandungan tembaga dan perak yang signifikan.

Selain itu BRMS juga memiliki proyek tambang seng dan timbal di Sumatera Utara melalui Dairi Prima Mineral (DPM).

Dalam laporan tahunan 2020, BRMS menyebutkan cadangan bijih emas CPM tercatat sebesar 3,94 juta ton dengan kadar 5,3 ppm (gram/ton bijih), dengan total kandungan logam mencapai 0,6 juta troy oz (18,75 ton).

3. PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB)

J Resources Asia Pasifik merupakan perusahaan yang berinvestasi dan mengelola bisnis pertambangan emas bersama dengan bisnis logam mulia lainnya di wilayah Australasia, dengan area pertambangan emas termasuk Indonesia dan Malaysia. Jimmy Budiarto merupakan pengendali dan pemegang saham mayoritas yang juga menjabar sebagai komisaris utama perusahaan.

Beberapa lokasi tambang emas milik perusahaan tersebar di Seruyung (Kalimantan Utara), Bakan (Sulawesi Utara) dan Penjom (Malaysia).

Per akhir tahun 2020, Perseroan mencatat total cadangan emas sebesar 3,882 juta oz dan sumber daya sebesar 9,144 juta oz.

4. PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA)

 Merdeka Copper Gold adalah perusahaan induk dengan dua anak perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan, meliputi eksplorasi dan produksi emas, perak, tembaga dan mineral lainnya.

Kedua anak perusahaan tersebut adalah PT Bumi Sukesindo (BSI) dan PT Damai Sukesindo (DSI). Pemegang saham perusahaan termasuk Grup Saratoga yang menguasai 18,29% kepemilikan saham perusahaan.

Lokasi tambang emas MDKA berada di kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Per 31 Desember 2020, Sumber Daya Mineral Grup diperkirakan mengandung 32,8 juta oz emas, 8,9 juta ton tembaga dan 85,3 juta oz perak.

NEXT: Ada Archi hingga UNTR

5. PT Archi Indonesia Tbk (ARCI)

Archi Indonesia merupakan emiten tambang emas milik konglomerat Peter Sondakh yang baru mulai melantai di bursa dua bulan lalu, tepatnya tanggal 28 Juni 2021.

Tambang emas yang dikelola perusahaan yaitu PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) di Sulawesi Utara.

Pada Desember 2020, tambang emas Toka Tindung memiliki cadangan bijih emas (bersertifikasi JORC) sebanyak 3,9 juta ons (setara dengan 121 ton dan telah berhasil memproduksi lebih dari 200 kilo ons (setara dengan 6.2 ton) emas per tahunnya sejak tahun 2016.

6. PT United Tractors Tbk (UNTR)

United Tractors merupakan perusahaan yang bisnis utamanya merupakan distributor alat berat yang dikendalikan oleh Grup Astra.

Perseroan menjalankan pilar bisnis pertambangan Emas melalui PT Agincourt Resource (PTAR), yang mengoperasikan tambang emas Martabe yang berlokasi di provinsi Sumatra Utara.

Berdasarkan laporan tahunan perusahaan, sampai dengan bulan Juni 2020, jumlah sumber daya mineral Tambang Emas Martabe adalah sebesar 7,6 juta ons emas dan 66 juta ons perak dengan jumlah cadangan bijih sebesar 4,3 juta ons emas dan 33 juta ons perak.

7. PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC)

Medco Energi adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi dan kegiatan energi lainnya yang didirikan Arifin Panigoro.

Penambangan emas Medco dilakukan oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (eks Newmont) bersamaan dengan ekstraksi tembaga di blok Batu Hijau.

Pada 31 Desember 2020 Batu Hijau memiliki estimasi cadangan 7.380 juta lbs tembaga dan 9.190 ribu oz emas.

8. PT Wilton Makmur Indonesia Tbk (SQMI)

Wilton mencatatkan kerugian bersih Rp 14,17 miliar pada kuartal I-2021. Rugi bersih ini berkurang 79,90% dari periode yang sama tahun sebelumnya di mana perusahaan mencatatkan total kerugian hingga Rp 70,51 miliar.

Berdasarkan data laporan keuangan, sebanyak 89,99% sahamnya dipegang oleh Wilton Resources Holdings Pte. Ltd. Singapore. Perusahaan memiliki konsesi tambang Ciemas Gold Project di wilayah Jawa Barat.

Laporan terakhir per 30 Juni 2018, menyatakan cadangan terkira perusahaan adalah sejumlah 3,26 juta ton dengan kadar rata-rata mencapai 7,7 ppm (part per milion/7,7 gram emas dalam 1 ton.

Wilton Makmur Indonesia awalnya didirikan dengan nama PT Sanex Qianjiang Motor International pada 21 Maret 2000. Kemudian perusahaan mengubah nama menjadi PT Renuka Coalindo Tbk pada 6 Desember 2010, yang bergerak dalam bidang kegiatan usaha jasa pertambangan dengan memulai kegiatan komersialnya pada tahun 2010.

Terakhir pada 14 November 2019, perusahaan kembali mengubah namanya menjadi Wilton Makmur Indonesia setelah perusahaan asal Singapura, Wilton Resources Holding Pte, resmi mengambilalih 96,95% saham Renuka Coalindo.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular