
Dihantam Pandemi, Nasib Pizza Hut-CFC dkk Merana di Q1

Jakarta, CNBC Indonesia - Meski pemerintah telah berupaya keras menaikkan angka vaksinasi nasional, tanda-tanda perbaikan yang berarti masih belum terlihat.
Sebaliknya kasus aktif malah bertambah dan menyentuh rekor tertinggi seminggu terakhir. Kondisi tersebut memaksa pemerintah melaksanakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat mulai 3-20 Juli untuk membatasi penyebaran virus, di Jawa-Bali.
Kebijakan pembatasan kegiatan ini tentu bukan berita baik bagi emiten restoran cepat saji yang hingga kuartal I-2021 masih mencatatkan penurunan kinerja.
Pandemi yang masih jauh dari kata usai dan ekonomi yang belum kunjung membaik turut memaksa emiten-emiten yang bergerak di bisnis restoran cepat saji menutup satu-persatu gerai resto, bahkan jumlah karyawan juga ikut dipangkas demi dapat bertahan di masa pandemi ini.
Berikut rangkuman kinerja keuangan, tiga emiten restoran waralaba yang masih babak belur di kuartal I-2021, mengacu laporan keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pizza Hut
Emiten resto yang memasarkan makanan khas Italia yang merupakan pengelola restoran waralaba yang memegang merek dagang Pizza Hut di Indonesia PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) ikut mengalami penurunan kinerja keuangan.
Sarimelati Kencana mencatatkan penurunan laba menjadi Rp 4,87 miliar pada triwulan pertama tahun 2021. Laba bersih ini turun 19,34% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 6,04 miliar.
Penurunan laba bersih ini salah satunya diakibatkan oleh berkurangnya pendapatan perusahaan menjadi Rp 713,93 miliar, turun 25,29% dari pendapatan kuartal I-2020 sebesar Rp 955,64 miliar.
Adapun penjualan PZZA terdiri atas makanan dan minuman. Lini bisnis makanan menyumbang porsi penjualan tertinggi sebesar Rp 676,87 miliar atau turun dari sebelumnya Rp 886,03 miliar.
Sedangkan pendapatan dari lini bisnis minuman sejumlah Rp 38,43 miliar, juga turun dari kuartal yang sama tahun sebelumnya Rp 76,31 miliar.
Aset tersebut terdiri dari aset lancar yang hanya 17% atau sejumlah Rp 357,34 miliar, sedangkan 83% sisanya berupa aset tidak lancar atau sebesar Rp 1,76 triliun.
Liabilitas perusahaan mengalami penurunan 11,8% menjadi Rp 953,39 miliar dari posisi akhir tahun lalu sebesar Rp 1,08 triliun.
Jika kondisi pandemi covid-19 urung membaik, kinerja PZZA bisa saja akan terus tertekan hingga akhir tahun. Sebagai catatan, tahun lalu Sarimelati Kencana mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 93,51 miliar, atau berbalik dari tahun 2019 yang mencetak laba bersih sebesar Rp 200,02 miliar.
Penjualan neto perseroan sebesar Rp3,46 triliun di tahun lalu, atau merosot 13,25% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 3,99 triliun.
Manajemen mengungkapkan, dampak dari virus Covid-19 di masa depan terhadap Indonesia dan perusahaan masih belum dapat ditentukan saat ini. Peningkatan jumlah infeksi Covid-19 yang signifikan atau penyebaran yang berkepanjangan dapat mempengaruhi Indonesia dan perusahaan
KFC Indonesia
Pada kuartal I-2021 PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), emiten pengelola restoran waralaba yang memegang merek dagang KFC Indonesia, mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp 61,47 miliar.
Kinerja ini memburuk dari periode yang sama tahun sebelumnya di mana perusahaan masih mampu mencetak laba bersih sebesar Rp 5,41 miliar.
Penurunan laba bersih ini salah satunya diakibatkan oleh berkurangnya pendapatan perusahaan menjadi Rp 1,08 triliun, turun 28,66% dari pendapatan kuartal I-2020 sebesar Rp 1,52 triliun.
Hingga akhir kuartal pertama (31 Maret) 2021, perusahaan mempunyai 14.604 karyawan tetap, berkurang 631 karyawan dari akhir tahun lalu sebanyak 15.235 karyawan.
Aset perusahaan mengalami penyusutan 6,18% dari posisi awal di akhir tahun lalu yang bernilai Rp 3,72 triliun, kini menjadi Rp 3,49 triliun. Alhasil ekuitas perusahaan pun ikut tercatat turun 4,65% menjadi sebesar Rp 1,19 triliun dari semula Rp 1,24 triliun.
Mengutip laporan keuangan, manajemen FAST mengatakan melemahnya daya beli pelanggan, dan kebijakan publik yang diberlakukan untuk menahan penyebaran Covid-19 mengakibatkan gangguan operasional yang menyebabkan penurunan penjualan yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Per 31 Desember 2020, saham perusahaan dipegang PT Gelael Pratama 39,84%, PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) dari Grup Salim sebesar 35,84%, dan investor publik 24,24%.
NEXT: Nasib CFC Indonesia
