
Bukan RI! Ternyata Negeri Ini Jawara IPO Saham Asia Tenggara

Fong mengatakan, efek pandemi Covid-19 masih terasa di sebagian besar Asia Tenggara dan pemerintah negara-negara Asia Tenggara masih terus berjuang untuk mendapatkan vaksin yang cukup untuk menyuntik warganya agar terjadi pemulihan aktivitas ekonomi.
Tetapi dampak dari kebangkitan pascapandemi "tidak terlihat jelas" di pasar IPO, kata Fong.
"Dari data kami, saya tidak melihat Asia Tenggara terlalu lemah. Kami melihat aftermarket [kinerja saham pasca-IPO] dan sebenarnya sebagian besar negara tersebut memiliki one-day pop yang sangat tinggi," katanya merujuk pada debut yang kuat di hari pertama saham tercatat di papan perdagangan.
Fong mengutip dua IPO di Thailand sebagai contoh.
PTT Oil and Retail Business resmi menjadi perusahaan terbuka pada Februari dan harga sahamnya naik sekitar 62,5% pada hari pertama perdagangan.
Broker asuransi Thailand, Ngern Tid Lor, juga sahamnya melonjak sekitar 25% dari harga IPO pada hari debutnya.
Kedua perusahaan itu termasuk di antara tiga perusahaan yang ditawarkan di bursa Asia Tenggara tahun ini dengan valuasi masing-masing lebih dari US$ 1 miliar atau Rp 14,3 triliun, kata Fong.
"Pada saat pasar masih menggairahkan, IPO besar ini akan membantu mendorong perusahaan lain untuk ikut menjadi perusahaan publik [lewat IPO],' Fong melanjutkan.
Di Indonesia, pasar saham akan menantikan masuknya IPO jumbo dari GoTo, Bukalapak, dan Tiket.com.
Sejauh ini, berdasarkan data OJK, penghimpunan dana pasar modal di Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga 8 Juni lalu sudah mencapai Rp 56,5 triliun dari 59 penawaran umum. Nilai itu setara dengan US$ 3,95 miliar, sebetulnya lebih besar dari Thailand, US$ 2,92 miliar.
Namun angka ini menggabungkan dengan penawaran umum lainnya, termasuk penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue, penawaran umum (PU) Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), dan penawaran umum berkelanjutan (PUB) EBUS, jadi tak hanya IPO.
![]() Data OJK 8 Juni 2021 |
Kalau untuk IPO saja, hingga 8 Juni, nilai total IPO 17 perusahaan hanya mencapai Rp 2,57 triliun (US$ 180 juta).
Sementara itu, penawaran umum terbatas rights issue dari 10 perusahaan mencapai Rp 15,73 triliun, 1 penawaran umum EBUS Rp 500 miliar, 1 penawaran umum berkelanjutan EBUS tahap I Rp 5,93 triliun dan 24 PUB BEUS tahap II senilai Rp 31,77 triliun.
Adapun data BEI menunjukkan, per 10 Juni, emiten terakhir yang tercatat di BEI yakni saham PT Ladangbaja Murni Tbk. (LABA) dan PT Triniti Dinamik Tbk. (TRUE) yang resmi tercatat di Papan Pengembangan, masing-masing jadi emiten ke-19 dan ke-20.
Jadi sebetulnya jika ada GoTo, Bukalapak, Tiket.com dan kawan-kawannya, besar kemungkinan RI akan menyalip jumlah IPO Thailand.
Head of Investment Information PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Roger M.M mengungkapkan, rencana IPO GoTo menjadi katalis positif bagi keyakinan calon perusahaan yang akan melantai di bursa dan termasuk yang ditunggu-tunggu oleh investor.
Mirae Asset, kata dia, saat ini masih menghitung potensi saham yang akan dilepas kepada publik melalui IPO tersebut.
Berdasarkan perkiraan Mirae Asset, valuasi perusahaan Gojek dan Tokopedia setelah merger dengan Tokopedia sekitar Rp 170 triliun. Jika target dana yang dihimpun dalam IPO sebesar 10% saja dari valuasi keduanya, nilainya mencapai Rp 17 triliun.
[Gambas:Video CNBC]
