Wah! Efek Bukalapak-GoTo, Bobot Sektor Tech ke IHSG Bisa Naik

Jakarta, CNBC Indonesia - Riset dan simulasi CGS-CIMB Sekuritas Indonesia yang dikutip laporan Bank Commonwealth menunjukkan bahwa rencana masuknya perusahaan teknologi nasional yang baru merger yakni GoTo dan juga Bukalapak akan meningkatkan bobot sektor teknologi di dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Menurut data CGS-CIMB, dengan perkiraan kapitalisasi GoTo sebesar US$ 35 miliar hingga US$ 40 miliar (sekitar Rp 500-Rp 572 triliun, kurs Rp 14.300/US$) dan Bukalapak sebesar US$ 3 miliar hingga US$ 4 miliar (sekitar Rp 43-57 triliun) dapat meningkatkan bobot sektor teknologi di dalam IHSG.
Peningkatan itu dari saat ini sebesar 4% (jika mengklasifikasikan saham PT Bank Jago Tbk/ARTO dan PT Bank Aladin Syariah Tbk/BANK) sebagai sektor teknologi ketimbang sektor keuangan) sebelum penerapan free float (saham beredar) hingga mencapai sekitar 17%.
Adapun aturan terkait pembobotan indeks saham menggunakan metodologi free float (jumlah saham yang beredar/capped free float adjusted market capitalization weighting) secara bertahap mulai diatur mulai awal Juli ini.
Saat ini, mayoritas indeks menggunakan metode pembobotan rata-rata tertimbang atas kapitalisasi pasar (market capitalization weighting).
Dari 38 indeks yang ada di BEI, baru 9 indeks yang sudah menggunakan metodologi free float.
IHSG yang menjadi indeks acuan utama di BEI saat ini masih menggunakan metodologi pembobotan berdasarkan kapitalisasi pasar. IHSG dijadwalkan bakal menggunakan metodologi free float pada 1 Oktober mendatang.
Nantinya, metodologi indeks yang diterapkan pada IHSG akan didasarkan pada porsi saham tanpa warkat (scripless) yang dimiliki oleh pemegang saham publik, yaitu kurang dari 5% dan tidak termasuk saham milik manajemen dan saham treasuri.
Selain itu, berdasarkan metodologi berbasis free float tersebut, setiap saham di IHSG akan dikenakan batasan bobot sebesar 9%. Pengaturan ulang pembobotan indeks ini akan dilakukan dalam tiga tahap.
Tahap pertama terdiri dari 30% saham free floatyang akan berlaku pada 1 Oktober 2021. Tahap kedua akan mencakup 60% saham free float pada Januari 2022. Kemudian, tahap akhir akan memasukkan 100% saham free float pada April 2022.
Aturan baru ini tentu akan merugikan saham-saham dengan free float yang kecil, seperti PT Astra International Tbk (ASII) yang bobotnya berkurang dari 3,1% menjadi 1,4% atau PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) yang turun dari 2,1% menjadi 0,5% berdasarkan riset yang dipublikasikan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dan dirangkum dalam laporan Bank Commonwealth.
Selain saham dengan free float yang kecil, saham dengan free float besar pun dapat mengalami kerugian salah satunya akibat batasan bobot 9%.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) merupakan saham yang terkena imbasnya, meski rasio free float mencapai 45,3% bobotnya malah berkurang dari 11,3% menjadi 9%.
Meskipun demikian penyesuaian free float dan masuknya dua starrt up teknologi raksasa, GoTo dan Bukalapak dapat memberikan angin segar bagi sektor teknologi yang bobotnya diharapkan naik signifikan dan bisa berada di urutan kedua, hanya kalah dari sektor keuangan.
Dalam laporan Bank Commonwealth yang meramu pemberitaan CNBC Indonesia, riset CGS-CIMB Sekuritas dan riset Mirae Asset itu, menyatakan kedatangan calon emiten baru sektor teknologi dan meningkatnya bobot teknologi di IHSG diperkirakan akan berdampak positif pada pasar modal di Indonesia.
Hal ini terjadi karena jika dibandingkan dengan bursa regional, Indonesia masih sangat minim akan emiten sektor teknologi.
Nah, hasil riset tersebut memperkirakan sektor teknologi akan memiliki bobot 5,5% setelah penyesuaian free float.
![]() Pembobotan saham TECH, laporan Bank Commonwealth |
Jika hanya Bukalapak yang masuk bursa dengan skenario kapitalisasi pasar sebesar US$ 3 miliar dan 50% float bobot sektor teknologi bisa naik menjadi 6,3%
Sedangkan jika kedua raksasa teknologi ini melantai dengan skenario kapitalisasi pasar GoTo US$ 40 miliar dan 50% float serta kapitalisasi pasar Bukalapak US$ 4 miliar 50% float, bobot indeks sektor teknologi dapat meningkat drastis menjadi hampir 17% atau lebih tepatnya 16,7%.
Minimnya emiten teknologi bisa menjadi salah satu faktor investor asing masih setengah hati untuk melakukan investasi di pasar modal Indonesia, karena sektor teknologi dianggap sebagai ekonomi baru.
Tentu masuknya perusahaan teknologi akan meningkatkan bobot sektor teknologi lebih besar lagi mengingat banyaknya perusahaan rintisan teknologi dalam negeri, dan beberapa telah menyatakan ingin melantai di bursa.
Selain GoTo dan Bukalapak, Tiket.com juga dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk go public di pasar modal melalui merger dengan perusahaan akuisisi bertujuan khusus atau SPAC (special purpose acquisition company).
[Gambas:Video CNBC]
Bukan RI! Ternyata Negeri Ini Jawara IPO Saham Asia Tenggara
(tas/tas)