Internasional

RI Kesalip! Bursa Singapura Kebut Aturan IPO SPAC, Ini Isinya

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
06 July 2021 07:15
Bursa Singapura  SGX (REUTERS/Edgar Su)
Foto: Bursa Singapura (REUTERS/Edgar Su)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Singapura atau Singapore Exchange (SGX) terus berusaha menyelesaikan kerangka kerja aturan mengenai perusahaan cek kosong atau Special Purpose Acquisition Company (SPAC) seiring dengan semakin tingginya pertumbuhan minat investor terhadap perusahaan SPAC ini, terutama di kawasan Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Singapura, dikutip Selasa (6/7), disebutkan bahwa pada 31 Maret lalu, Bursa Singapura merilis dokumen (consultation paper) yang berisikan permintaan pendapat atau umpan balik dari pelaku pasar terkait dengan kerangka peraturan yang diusulkan mengenai proses pencatatan (listing) SPAC di Mainboard (papan utama) SGX.

Sebelum ini, pada 2010 SGX juga sempat memulai konsultasi publik terkait SPAC, tetapi tidak ada proses lebih lanjut lantaran minimnya minat investor kala itu.

SPAC memang bukanlah hal baru dan telah ada sejak dekade 1990-an silam, tetapi akhir-akhir ini pertumbuhannya sangat pesat.

Sebagai informasi, SPAC merupakan sebuah perusahaan yang didirikan secara khusus untuk menggalang dana melalui penawaran saham perdana (IPO, initial public offering) dengan tujuan melakukan merger, akuisisi, atau pembelian saham perusahaan terhadap satu atau lebih perusahaan.

Proses tersebut biasanya memakan waktu 2 tahun. Jika akuisisi tidak selesai dalam jangka waktu tersebut, dana nantinya akan dikembalikan ke investor.

Saat ini, penerapan SPAC sudah diterapkan di berbagai bursa global, salah satunya di bursa Nasdaq dan New York (NYSE) di AS.

SPAC kadang-kadang disebut sebagai "perusahaan cek kosong" karena investor tidak tahu sebelumnya perusahaan mana yang akan diakuisisi dengan dana tersebut.

"Proses listing SPAC telah menarik minat di pasar utama karena kecepatan mereka ke pasar dan kemampuan untuk menawarkan kepastian harga dalam menilai perusahaan target," kata Tan Boon Gin, CEO Singapore Exchange Regulation (SGX RegCo) dalam dokumen resmi SGX, dikutip CNBC Indonesia, Selasa ini (6/7).

"Dalam meninjau kelayakan SPAC, kami mencatat bahwa perkembangan SPAC baru-baru ini telah memunculkan risiko tertentu, khususnya dilusi yang berlebihan dan terburu-buru untuk proses de-SPAC [proses merger dengan SPAC]," kata Boon Gin.

Oleh karena itu, demikian jelas Boon Gin, pihaknya mengusulkan langkah-langkah untuk mengatasi risiko tersebut, dengan tujuan menciptakan kendaraan listing yang kredibel yang akan meningkatkan pilihan investor dan menghasilkan kombinasi yang sukses dan menciptakan nilai bagi pemegang saham perusahaan tersebut.

Consultation Paper milik SGX tersebut bertujuan untuk mendapatkan umpan balik, pandangan dan saran dari pasar tentang kerangka peraturan yang diusulkan SGX.

Tujuannya untuk menyediakan aturan yang seimbang yang secara efektif melindungi kepentingan investor sembari memenuhi kebutuhan modal pasar.

Adapun aspek-aspek dan kriteria yang diajukan dalam konsultasi publik oleh pihak SGX dalam dokumen tersebut mencakup tiga poin utama, yakni kriteria penerimaan (admisi/admission) secara luas; ketentuan pemegang saham pendiri, tim manajemen dan pemegang saham pengendali; dan persyaratan penggabungan usaha.

Rinciannya adalah sebagai berikut.

Kriteria admisi secara luas

  1. Kapitalisasi pasar minimal S$ 300 juta [setara Rp 3,2 triliun, asumsi kurs Rp 10.700/S$] dan setidaknya 25% dari total jumlah saham yang diterbitkan harus dimiliki oleh paling sedikit 500 pemegang saham publik saat IPO.

  2. Harga IPO minimal S$ 10 per saham, atau sekitar Rp 107.000/saham.

  3. Setidaknya 90% dari hasil IPO ditempatkan di escrow (akun pihak ketiga yang memegang dana atau aset atas nama dua pihak lainnya dalam suatu transaksi) sembari menunggu akuisisi perusahaan sasaran (dikenal sebagai penggabungan usaha). Uang tunai akan dikembalikan secara pro rata dari jumlah dalam escrow kepada pemegang saham yang memilih menentang penggabungan bisnis atau memilih likuidasi SPAC.

  4. Setiap waran (atau efek yang dapat dikonversi lainnya) yang diterbitkan dengan saham biasa SPAC pada saat IPO harus tidak dapat dipisahkan (non-detachable) dari saham biasa SPAC underlying yang diperdagangkan di SGX.

Ketentuan pemegang saham pendiri, tim manajemen dan pemegang saham pengendali

  1. Pemegang saham pendiri dan/atau tim manajemen harus memiliki ekuitas minimum pada IPO antara 1,5% hingga 3,3%, tergantung pada kapitalisasi pasar SPAC saat itu.

  2. Moratorium kepemilikan saham diselenggarakan oleh pihak-pihak kunci, seperti pemegang saham pendiri dan pemegang saham pengendali di waktu-waktu tertentu.

Persyaratan penggabungan usaha:

  1. Jangka waktu 3 tahun yang diizinkan sejak tanggal IPO untuk menyelesaikan penggabungan usaha.

  2. Penggabungan usaha harus terdiri dari setidaknya satu bisnis inti utama dengan nilai pasar wajar yang membentuk setidaknya 80% dari hasil IPO bruto di escrow.

  3. Penggabungan usaha yang dihasilkan harus memenuhi kriteria awal listing di papan utama atau Mainboard.

  4. Penggabungan usaha hanya dapat dilanjutkan dengan persetujuan suara mayoritas sederhana (simple majority) dari direktur independen SPAC dan suara mayoritas sederhana dari pemegang saham independen.

  5. Likuidasi SPAC dapat terjadi dalam kondisi tertentu, termasuk ketika perubahan material dalam profil pemegang saham pendiri dan/atau tim manajemen yang kritikal atau penting bagi keberhasilan pendirian SPAC dan/atau penyelesaian kombinasi bisnis terjadi sebelum penyempurnaan penggabungan usaha, kecuali jika pemegang saham independen memilih untuk melanjutkan pencatatan SPAC.

  6. Menunjuk:

    - Manajer Penerbitan (Issue Manager) terakreditasi sebagai penasihat keuangan untuk memberi nasihat tentang penggabungan usaha; dan

    - Penilai independen untuk menilai perusahaan sasaran.

7. Surat edaran pemegang saham tentang penggabungan usaha harus memuat pengungkapan (disclosure) level-prospektus, termasuk bidang-bidang utama seperti:

  1. posisi keuangan dan kontrol operasi;

  2. karakter dan integritas direksi dan manajemen selanjutnya;

  3. riwayat kepatuhan;

  4. lisensi, izin, dan persetujuan material yang diperlukan untuk menjalankan usaha; dan

  5. penyelesaian konflik kepentingan.

NEXT: Apa Kabar SPAC di Indonesia

Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menyebutkan saat ini masih melakukan kajian dan diskusi terkait dengan pengaturan pencatatan untuk perusahaan akuisisi bertujuan khusus alias SPAC yang akan melantai lewat mekanisme initial public offering (IPO) atau penawaran saham perdana.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan bursa tengah berkomunikasi dengan beberapa stakeholders untuk mendapatkan masukan dari beberapa aspek sehingga aturan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan best practise di negara lain.

"Sehubungan dengan rencana penerapan aturan SPAC di Indonesia, saat ini BEI dalam tahapan kajian dan diskusi dengan beberapa pihak stakeholders terkait untuk mendapatkan referensi pengaturan SPAC dimaksud," kata Yetna kepada CNBC Indonesia, akhir Maret lalu.

Hingga saat ini belum ada perkembangan terbaru terkait dengan SPAC.

Saat itu, Nyoman menyebutkan terdapat beberapa aspek yang menjadi pertimbangan mulai dari corporate governance, perlindungan investor publik, dan kesesuaian peraturan dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.

Selain itu, bursa juga mempertimbangkan kesesuaian penerapan peraturan berdasarkan perbandingan yang kami lakukan atas best practice di bursa lain.

Untuk diketahui, SPAC adalah perusahaan 'cek kosong' yang mengumpulkan modal semata-mata untuk mengakuisisi entitas swasta dengan tujuan menjadikannya perusahaan publik alias IPO di bursa saham.

Namun kabar baik hadir dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkaitan dengan upaya mengakomodasi perusahaan-perusahaan digital atau startup untuk IPO. OJK menyatakan saat ini sedang menggodok regulasi mengenai aturan multiple voting share (MVS).

MVS adalah suatu jenis saham yang memiliki lebih dari satu hak suara untuk tiap sahamnya.

Secara best practice, penerapan dual-class shares (dua kelas saham) dengan klasifikasi MVS di beberapa bursa global hanya dipegang oleh para founder yang bertindak sekaligus menjadi manajemen atau pihak kunci yang dapat memastikan keberlangsungan visi perusahaan ke depan dalam jangka panjang.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menyampaikan, regulasi MVS tersebut saat ini sudah menjadi praktik di bursa saham global.

Dengan adanya aturan ini akan memungkinkan perusahaan-perusahaan teknologi dalam negeri yang akan IPO, seperti GoTo, tetap bisa menjadi pengendali perusahaan meskipun porsi kepemilikan saham pendiri relatif lebih kecil.

"Kita garap RPOJK [Rancangan Peraturan OJK] multiple voting share, ini sudah dilakukan di beberapa negara dan rancangan peraturan bursa mengenai ekonomi khusus," kata Wimboh, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, secara virtual, Senin (14/6/2021).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular