OJK Ramal Kanal Insurtech Bisa Geser Dominasi Bancassurance

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi mengatakan masyarakat Indonesia makin melek teknologi informasi dalam dunia asuransi sehingga total premi yang dibukukan insurtech (insurance technology) semakin bertambah di tahun lalu.
Insurtech adalah asuransi digital atau produk asuransi yang bisa diakses oleh masyarakat secara online dengan adanya penetrasi teknologi informasi (TI).
"Pemasaran menggunakan TI dapat menjangkau segmen yang lebih luas. Masyarakat kita yang melek TI sudah banyak. Selama 2020, total premi yang dibukukan oleh insurtech, atas penjualan produk Rp 811,71 miliar, atau 3-4% dari total premi yang dibukukan industri asuransi," kata Riswinandi, dalam program Insurance Week, Senin (5/7).
Dia menilai, walau preminya masih kecil, tetapi ada prospek ke depan akan meningkat. "Ini mudah-mudahan akan bergulir dengan baik. Bila sebelumnya melalui agen broker dan bancassurance, pandemi jadi momentum jalur distribusi digital lebih memainkan peran dalam memasarkan produk asuransi," katanya.
Sebagai perbandingan data, catatan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan, bahwa total pendapatan premi baru melalui saluran bancassurance meningkat dari Rp 63,45 triliun di Kuartal IV tahun 2019 menjadi Rp 70,89 triliun di kuartal IV 2020.
Pendapatan premi baru dari saluran agensi mencatat Rp 37,04 triliun pada kuartal IV 2019 dan Rp 25,15 triliun pada kuartal IV 2020 sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Sementara itu, saluran alternatif mencatat total penurunan pendapatan premi baru menjadi Rp 18,71 triliun di kuartal IV 2020 dari tahun sebelumnya sebesar Rp 25,44 triliun.
Dari aspek produk, terdapat penurunan baik pada produk tradisional dan unit link. Persentase penurunan unit link tercatat lebih rendah dibandingkan produk tradisional, di mana total pendapatan premi baru dari unit link bernilai Rp 70,27 triliun di Kuartal IV Tahun 2019 menjadi Rp 67,28 triliun di Kuartal IV Tahun 2020.
Untuk total pendapatan premi baru dari produk tradisional, tercatat sebesar Rp 55,66 triliun di kuartal IV tahun 2019 dan menjadi Rp Rp 47,48 triliun di kuartal IV tahun 2020.
Digitalisasi
Lebih lanjut, Riswinandi mengatakan kondisi pandemi saat ini merupakan momentum tepat meningkatkan kesadaran dan literasi pengelolaan risiko lebih jauh di tengah situasi sosial dan politik dalam beberapa tahun ini yang penuh ketidakpastian karena menyesuaikan pandemi.
"Ini sebuah pelajaran penting antara lain manfaat memiliki polis asuransi. Kalau sudah memiliki polis dan premi berkala dalam nilai yang lebih kecil dari potensi kerugian bertahap, kepemilikan asuransi memberikan manfaat peace of mind bagi individu menjalankan kegiatan sehari hari," jelasnya.
Dia menjelaskan, dari supply, perusahaan asuransi perlu beradaptasi dengan perubahan perilaku masyarakat dan perkembangan teknologi informasi yang sedemikian cepat, di tengah pembatasan dan penerapan prokes secara disiplin.
Sebab itu, perusahaan asuransi harus turut menyesuaikan layanannya. "Salah satu bentuk adaptasi agar tetap survive menjaga kelangsungan usaha mereka ke depan, pemanfaatan TI mendukung berbagai proses bisnis di perusahaan asuransi.
Pada 2020, OJK sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) OJK 19/2020 mengenai saluran pemasaran produk asuransi, sehingga pihaknya bertahap penerapan aturan tersebut dapat memberikan keleluasaan bagi perusahaan asuransi memanfaatkan alternatif saluran pemasaran produk asuransi.
SE OJK membuka kesempatan memasarkan produk asuransi dengan badan usaha nonbank. Salah satu contoh kerja sama pemasaran produk ialah kerja sama perusahaan asuransi dengan penyedia sistem elektronik, atau lazim disebut web agregator.
"Kami melihat keberadaan web agregator agar konsumen dapat kemudahan dan memberikan peningkatan dalam hal transparansi, masyarakat dapat membandingkan dengan baik dari masing-masing perusahaan asuransi. Selain itu, keberadaan web agregator diharapkan dapat memberikan insentif untuk merancang dan memasarkan produk asuransi dengan manfaat menarik, premi kompetitif dan menciptakan iklim persaingan yang sehat."
Menurut dia, adaptasi penggunaan TI tidak hanya dari sisi pemasaran, pemanfaatan TI dalam pemasaran tetap perlu mempertimbangkan sejauh mana tingkat literasi masyarakat.
"Proses digital meminimalkan komunikasi langsung memerlukan tingkat penyesuaian komplektisitas."
"Menurut hemat kami dengan tingkat literasi masih tertinggal, maka produk dan layanan asuransi yang ditawarkan dalam jalur digital, idealnya produk sederhana dan ada manfaat dan mengedepankan fitur proteksi sehari-sehari, sehingga memudahkan masyarakat yang akan membeli polis tersebut."
"Yang kompleks juga ada misalnya unit link dengan mengkombinasikan manfaat asuransi dengan investasi," kata mantan Wadirut Bank Mandiri dan eks Dirut Pegadaian ini.
[Gambas:Video CNBC]
AAUI: Perusahaan Asuransi Harus Miliki Teknologi Tinggi
(tas/tas)