
Ekonomi RI Masih Resesi, Harga SBN Lanjutkan Penguatan

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Rabu (5/5/2021), setelah data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun 2021 dirilis pada hari ini.
Secara mayoritas, SBN acuan kembali ramai dikoleksi oleh investor, ditandai dengan penurunan imbal hasilnya (yield).
Namun, beberapa SBN dengan tenor pendek hingga menengah tercatat kembali mengalami kenaikan yield dan cenderung dilepas oleh investor pada hari ini. Adapun SBN tersebut yakni SBN bertenor 1 tahun, 3 tahun, dan 10 tahun.
Imbal hasil atau yield SBN bertenor 1 tahun dengan kode FR0061 naik 3,8 basis poin (bp) ke level 3,831% dan yield SBN berjatuh tempo 3 tahun dengan seri FR0039 naik tipis 0,1 bp ke 5%.
Sementara, yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan obligasi negara yang sebelumnya sempat turun, pada hari ini kembali naik sebesar 2,5 bp ke posisi 6,477%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah pada Selasa (4/5/2021) kembali turun sebesar 1 basis poin ke level 1,589% dari sebelumnya di level 1,599%.
Pelaku pasar obligasi merespons positif terkait data pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal I-2021 yang masih berkontraksi, walaupun sudah lebih membaik.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto menyebut Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tiga bulan pertama tahun 2021 minus 0,96% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Sementara dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy), ekonomi Indonesia juga negatif 0,74%.
Realisasi ini tidak jauh dari ekspektasi pasar, bahkan sedikit lebih baik. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan PDB terkontraksi 1,09% qtq, sementara secara tahunan diperkirakan terjadi kontraksi 0,87% yoy.
Dengan demikian, kontraksi PDB Indonesia genap terjadi selama empat kuartal beruntun. Artinya, Indonesia masih terjebak di 'jurang' resesi ekonomi.
Meski demikian, dengan kontraksi yang lebih baik dari prediksi, kebangkitan ekonomi di kuartal II-2021 tentunya berpeluang lebih tinggi dari prediksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Vaksin Sinovac Tiba di RI, Harga SBN Melemah Usai Rilis Cadev
