Erick Godok Holding RS BUMN, Sekuat Apa Lawan Emtek-Grab dkk?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
23 April 2021 07:02
Menteri BUMN, Erick Thohir bersama dengan Panglima TNI, Menteri Kesehatan, Menteri PUPR dan Kepala BNPB hari ini memastikan bahwa RS Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran sudah bisa beroperasi esok hari, Senin 23/03.  (Dok.BUMN)
Foto: Menteri BUMN, Erick Thohir bersama dengan Panglima TNI, Menteri Kesehatan, Menteri PUPR dan Kepala BNPB hari ini memastikan bahwa RS Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran sudah bisa beroperasi esok hari, Senin 23/03. (Dok.BUMN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah berhasil membentuk sejumlah induk usaha atau holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam beberapa tahun terakhir, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Menteri Erick Thohir dalam proses membentuk beberapa holding BUMN lagi ke depan.

Holding rumah sakit (RS) pelat merah termasuk salah satu bagian dari rencana besar Erick Thohir. Sebelumnya, di awal tahun lalu, sudah dibentuk holding farmasi, dengan PT Bio Farma (Persero) sebagai induk perusahaan dengan anggotanya PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF).

Erick juga berencana membentuk holding sektor kesehatan, dengan menggabungkan holding farmasi dan holding rumah sakit.

Namun, holding RS BUMN ini tampaknya bakal mendapatkan tantangan persaingan ketat dari sejumlah perusahaan pengelola rumah sakit swasta.

Pasalnya, emiten RS swasta juga mempunyai 'senjata' yang mumpuni dan sudah 'menggeber mesin' untuk memacu kinerja perusahaan.

Sebut saja, PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME) yang baru-baru ini 'dicaplok' emiten konglomerasi sektor teknologi, media dan kesehatan, yang dikuasai taipan Eddy K. Sariaatmadja, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK). SAME adalah pengelola Omni Hospitals.

Lalu, bagaimana peta pertarungan sektor rumah sakit antara holding RS BUMN vs sejumlah emiten pengelola rumah sakit swasta?

Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara singkat 'kekuatan otot' holding RS pemerintah, kemudian pengelola RS Omni yang dibekingi Grab Holdings Inc. dan Emtek bersama lima emiten rumah sakit lainnya.

Dengan memasukkan SAME, kelima emiten tersebut ialah pengelola RS Siloam milik Grup Lippo PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO), pengelola RS Mayapada besutan taipan Dato' Sri Tahir PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ).

Kemudian, pengelola RS Hermina PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), pengelola RS Mitra Keluarga PT Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA) dan pengelola RS Metro Hospital Grup PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE).

Mari kita bahas holding RS BUMN terlebih dahulu.

Holding BUMN RS

Fase pertama proses pembentukan holding RS BUMN dimulai sejak akhir Maret 2020, ditandai dengan akuisisi 42.721 saham PT Rumah Sakit Pelni senilai Rp 503,8 miliar oleh PT Pertamina Bina Medika IHC/Pertamedika IHC. Dengan ini Pertamedika menguasai 51% dari total kepemilikan saham di RS Pelni.

Pertamedika IHC adalah salah satu anak usaha PT Pertamina (Persero). Sementara Rumah Sakit Pelni merupakan entitas anak PT Pelni (Persero).

Sejurus dengan itu, Pertamedika IHC ditunjuk sebagai induk perusahaan alias holding RS BUMN.

Kemudian, pada fase kedua pada Agustus 2020, sebanyak tujuh perusahaan pengelola rumah sakit bergabung menjadi bagian Pertamedika IHC. Konsolidasi ini dilakukan atas 35 rumah sakit dengan kapasitas 4.325 tempat tidur.

Selanjutnya, fase ketiga dilaksanakan pada akhir tahun lalu. Ini ditandai dengan kerja sama manajemen operasional Pertamedika IHC dengan 34 rumah sakit BUMN lain,yang mana dikelola oleh 18 PT Rumah Sakit BUMN.

Dengan demikian, secara total pengelolaan seluruh RS BUMN sebanyak 69 rumah sakit, dengan kapasitas 6.909 tempat tidur.

Sebagai gambaran, menurut Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada 2019 terdapat 2.877 rumah sakit. Jumlah tersebut terdiri terdiri dari 2.344 Rumah Sakit Umum (RSU) dan 533 Rumah Sakit Khusus (RSK).

BUMN memiliki 51 RSU dan 10 RSK, sementara swasta punya 1.384 RSU dan 446 RSK. Adapun total jumlah tempat tidur mencapai 316.996.

Pada 30 Juni tahun lalu, Menteri Erick mengatakan, pendapatan usaha holding RS BUMN bisa mencapai Rp 4,5 triliun dengan total aset mendekati Rp 5 triliun.

Dengan mengacu pada estimasi di atas, aset sang induk, Pertamedika, mencakup 31,8% dari total aset konsolidasi holding RS.

Laporan keuangan Pertamina 2019 mencatat, aset Pertamedika senilai US$ 113,74 juta atau setara dengan Rp 1,59 triliun (kurs Rp 14.000/US$).

Lalu, bagaimana head-to-head holding RS pelat merah dengan emiten pengelola RS, termasuk SAME?

NEXT: Peta Persaingan RS BUMN dan Omni cs

Lalu, bagaimana head-to-head holding RS pelat merah dengan emiten pengelola RS, termasuk SAME?

Kekuatan pengelola RS Omni Hospitals, SAME, perlu diwaspadai oleh holding RS BUMN. Pasalnya, pada akhir tahun lalu, Grup Emtek alias EMTK mengumumkan telah mengakuisisi 71,88% saham SAME.

Dengan ini, SAME tentu memperluas jaringan bisnisnya, mengingat Emtek sebelumnya sudah masuk ke sektor layanan kesehatan melalui anak perusahaan, pengelola rumah sakit PT Elang Medika Corpora (EMC).

EMC, yang didirikan pada 2015, merupakan induk perusahaan dari UNPM(PT Unggul Pratama Medika), Rumah Sakit (RS) EMC Sentul dan RS EMC Tangerang, dengan kapasitas total lebih dari 400 tempat tidur.

Belum lagi, baru-baru Emtek juga mendapatkan suntikan dana segar dari dua investor strategis.

Pertama, dari raksasa penyedia jasa ride-hailing di Asia Tenggara Grab.

Grab Holdings Inc, masuk ke Emtek dengan membeli 4,6% saham perusahaan lewat H Holding Inc. Grab memanfaatkan skema Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) alias private placement yang digelar Emtekakhir Maret lalu.

Dari total jumlah private placement Rp 9,2 triliun, setidaknya Grab menyuntikkan modal dengan membeli saham baru Emtek senilai Rp 4 triliun.

Kedua, Naver Corporation, perusahaan asal Korea Selatan, yang bisnis utamanya adalah mesin pencari (search engine) dan layanan aplikasi Line Messenger.

Khusus Grab, perusahaan serba-bisa ini berminat untuk mengembangkan peluang bisnis baru di sektor digital dan media bersama Emtek, termasuk di layanan kesehatan.

Untuk yang disebut terakhir, seperti diketahui Grab juga sudah mempunyai 'amunisi'-nya sendiri.

Sejak akhir 2019, Grab bermitra dengan Good Doctor Technology Indonesia, perusahaan penyedia layanan kesehatan berbasis teknologi, meluncurkan layanan kesehatan digital dalam satu platform yang bernama GrabHealth powered by Good Doctor.

Tentu saja, penetrasi Grab ke layanan kesehatan bertujuan untuk mengimbangi kekuatan sang pesaing, Gojek, yang juga bermitra dengan perusahaan penyedia layanan kesehatan lainnya, Halodoc.

Sebagai informasi, pada tahun lalu pertumbuhan kinerja Grab terbilang solid, dengan total transaksi alias Gross Merchandise Value (GMV) yang mencapai US$ 12,5 miliar atau setara dengan Rp 175 triliun.

Adapun aset SAME boleh diadu dengan aset induk perusahaan RS pelat merah, Pertamedika.

Per 2019 aset Pertamedika Rp 1,59 triliun atau kira-kira 32% dari total aset holding RS.

Sementara, aset SAME per akhir 2020 tercatat lebih besar ketimbang Pertamedika, yakni Rp 1,89 triliun. Aset SAME ini sebenarnya malah menyusut ketimbang 2019 yakni Rp 2,23 triliun.

SAME memiliki empat unit rumah sakit, dengan unit baru di Balikpapan sedang dibangun.

Apabila ditilik dari jumlah kapasitas tempat tidur, jumlah milik SAME mencapai 700, tentu jauh lebih kecil ketimbang total milik holding RS yang sebanyak 6.909 kapasitas tempat tidur.

Namun, bagaimana kalau perbandingannya diperluas dengan memasukkan lima emiten pengelola rumah sakit lainnya?

NEXT: Persaingan 5 Emiten RS

Namun, bagaimana kalau perbandingannya diperluas dengan memasukkan lima emiten pengelola rumah sakit lainnya?

Sebagai catatan, aset SAME tergolong paling kecil ketimbang lima emiten RS lain.

Per September 2020 aset pengelola RS Hermina yakni HEAL mencapai Rp 5,81 triliun. Kemudian, aset pengelola RS Siloam SILO sebesar Rp 8,43 triliun per akhir 2020.

Ketiga, pengelola RS Mayapada memiliki aset sebesar Rp 4,28 triliun pada kuartal III 2020. Tidak ketinggalan, aset pengelola RS Mitra Keluarga MIKA mencapai Rp 6,37 triliun pada tahun lalu.

Bisa dilihat, total aset holding RS yang senilai hampir Rp 5 triliun itu masih kalah dengan masing-masing aset HEAL, SILO ataupun MIKA.

Selain total aset, mari kita lakukan perbandingan kasar antara jumlah rumah sakit dan kapasitas tempat tidur milik holding RS BUMN dengan milik enam emiten pengelola RS.

Untuk melakukan estimasi ini, Tim Riset CNBC Indonesia menggunakan rilis pers dan laporan tahunan milik tiap emiten per 2019 dan 2020.

Tadi disebutkan total pengelolaan RS BUMN sebanyak 69 rumah sakit.

Apabila kita menjumlahkan 4 rumah sakit SAME, 39 RS milik SILO, 4 RS punya SRAJ, 7 milik CARE, 17 MIKA dan 38 milik HEAL, didapatkan hasil 109 rumah sakit.

Ini menunjukkan, jumlah rumah sakit milik emiten-emiten RS swasta lebih banyak ketimbang total milik RS BUMN.

Kemudian, jumlah kapasitas tempat tidur RS BUMN yang sebanyak 6.909 tempat tidur juga lebih sedikit dibandingkan 6 emiten RS. Menurut estimasi, kelima emiten RS swasta, minus SRAJ yang datanya tidak ditemukan, memiliki 17.102 tempat tidur. Angka ini tentu jauh melebihi milik holding RS BUMN.

Dengan melihat gambaran di atas, holding RS BUMN tampaknya tidak akan mudah mengarungi persaingan di bisnis layanan kesehatan Tanah Air.

Ini karena SAME yang disokong pendanaan dan jaringan Grup Emtek dan, secara tidak langsung juga oleh Grab. Selain itu, ada juga SILO yang di belakangnya berdiri konglomerasi Grup Lippo dan SRAJ yang didukung taipan super tajir Dato' Sri Tahir.

Hanya saja status BUMN memiiki keunggulan tersendiri sehingga jika nanti mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia punya daya tawar tersendiri.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular