REVIEW EMITEN

Lawan Tren Industri, Bank Mega Kian Untung di Tahun Pandemi

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
18 February 2021 09:20
Bank Mega
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Tingginya ROA Bank Mega terjadi bukan karena aset perseroan yang flat atau bahkan menurun ketika laba meningkat. Secara matematis, ROA memang bisa terdongkrak jika aset-sebagai pembaginya-mengecil sementara laba tetap/tumbuh.

Namun aset Bank Mega justru melesat 11,3%, atau melampaui industri yang hanya naik 7,2% (per Desember). Artinya, kenaikan profitabilitas Bank Mega sejalan dengan kenaikan aset, yang menunjukkan kinerja mereka memang prima secara riil dan tak cuma hitungan di atas kertas.

Dalam perbankan, kenaikan aset terjadi terutama karena pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) alias dana simpanan masyarakat di perbankan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat simpanan masyarakat di 109 bank umum per Desember 2020 naik 11% (secara tahunan).

Bagaimana dengan Bank Mega? Perseroan juga mencetak pertumbuhan DPK yang sangat tinggi, yakni sebesar 8,8% per Desember 2020, menjadi Rp 79,2 triliun.

Hal ini menunjukkan bahwa tren surutnya belanja masyarakat di tengah pandemi, dan beralihnya ke simpanan memang benar terjadi. Bank Mega menjadi salah satu bank yang dipercaya masyarakat menyimpan dana mereka, sembari menunggu situasi membaik.

Menurut LPS, dari total simpanan per Desember 2020 sebesar Rp 6.737 triliun, proporsi terbesar ialah deposito (40,85%), disusul tabungan (32,32%), giro (25,59%), deposit on call (1,14%) dan sertifikat deposito (0,10%).

Hal yang sama juga terjadi di Bank Mega di mana deposito masih mendominasi sebanyak 72% dari total DPK, diikuti tabungan (sebesar 17%) dan giro (11%). Namun, Bank Mega mencetak pertumbuhan tertinggi di giro yakni sebesar 54,6% diikuti tabungan (+10%) dan deposito (+3,9%) yang menunjukkan dana murah tumbuh lebih pesat dari dana mahal.

Dengan peningkatan DPK tersebut, rasio pembiayaan terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) bank yang beroperasi di bawah kendali CT Corp ini pun masih terjaga, yakni di level 60%. Artinya, likuiditas bank Buku III ini masih berlimpah.

Ini jauh lebih longgar jika dibandingkan dengan LDR industri yang berada di angka 82,2%. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LDR idealnya tidak melampaui angka 90% untuk memastikan bahwa bank memiliki likuiditas yang cukup untuk mengantisipasi risiko.

"Saya ingin menyampaikan, bahwa di dalam membuat perbankan kita terus berusaha menjaga agar ample (berlimpah) likuiditasnya dan mendukung pertumbuhan," tutur Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, dalam Outlook Perbankan 2021, Kamis (11/2/2021).

Halaman Selanjutnya >>>>> Kredit Tumbuh, Margin Masih Positif

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular