Genjot Kredit, Ini Strategi Bank Mega Patahkan Credit Crunch

Yuni Astutik & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
17 February 2021 18:45
Madi Lazuardi Direktur Credit. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Madi Lazuardi Direktur Kredit. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia- Meskipun industri perbankan dibayangi fenomena credit crunch, namun PT Bank Mega Tbk (MEGA) optimistis bisa mencapai target pertumbuhan kredit 6,25% menjadi Rp 51 triliun, dibandingkan tahun 2020 yang mencapai Rp 48 triliun.

Bank yang berada di bawah naungan CT Corpora ini akan tetap fokus di segmen korporasi dan infrastruktur yang diyakini mulai pulih, seiring dengan harapan pertumbuhan ekonomi.

"Seperti 2020, tahun masih banyak tantangan yang dilihat baik pada bank dan kondisi makro ekonomi. Untuk 2021 pertumbuhan kami di korporasi dan fokus pada berbagai proyek. Demand kredit masih banyak khususnya di infrastruktur baik pemerintah dan nonpemerintah," kata Direktur Kredit Bank Mega Madi Darmadi Lazuardi, dalam public expose 2021 yang digelar pada Rabu (17/2/2021).

Pada dasarnya credit crunch adalah penurunan aktifitas kredit karena perbankan mengalami kelangkaan sumber dana. Namun, credit crunch juga bisa disebabkan oleh keengganan perbankan menyalurkan kredit karena tidak ada permintaan.

Madi Darmadi mengatakan Bank Mega juga akan melanjutkan kredit pada korporasi yang terbukti bertahan melewati masa-masa pandemi Covid-19 di tahun lalu. Adapula segmen multifinance yang juga akan digarap oleh Bank Mega, terutama yang berada di bawah bank atau koperasi besar.

"Kami juga melihat ketahanan mereka terhadap goncangan bisa teruji," kata Madi.

Selain di segmen korporasi, Bank Mega tetap akan menyalurkan kredit ritel dan komersial secara selektif. Di segmen ini, Madi menilai potensi risiko nya masih besar dan permintaannya pun masih terbatas.

Adapun kredit yang disalurkan perseroan sepanjang 2020 senilai Rp 48,48 triliun, turun 8,54% dari periode tahun sebelumnya sebesar Rp 53,01 triliun. Adapun portofolio kredit Bank Mega didominasi oleh kredit korporasi 55% atau senilai Rp 26,2 triliun.

Artinya, perseroan masih jeli mencari pelaku usaha yang masih ekspansif meski menghadapi pandemi. Kemudian joint finance sebesar 24% atau Rp 11,4 triliun, kartu kredit sebesar 13% senilai Rp 6,38 triliun, serta ritel dan komersial 7% sebesar Rp 3,53 triliun.

Selain itu, pada tahun lalu Bank Mega mencatatkan kredit bermasalah/non performing loan (NPL)gross turun menjadi 1,39% dari tahun lalu Rp 2,46%. Dari sisi permodalan, CAR perseroan masih cukup tebal, yakni 31,04% dengan rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) di level 60,04%.

Laba bersih perusahaan juga melesat 50,2% pada 2020 menjadi Rp 3 triliun dari sebelumnya Rp 2 triliun. Kenaikan laba ini jauh melampaui kinerja industri perbankan yang anjlok minus 31% hingga November 2020.

"Pertumbuhan profit ini jauh lebih besar dengan rata-rata perbankan yang pada November yang malah turun -31%," ujar Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib.

Laba Bank Mega tersebut bahkan mendekati salah satu bank BUMN yang masuk kelompok Bank BUKU IV yang memiliki aset 8 kali lipat lebih besar.

"Dibandingkan dengan bank BUKU III dan BUKU IV yang sudah mengeluarkan laporan keuangan, profit Bank Mega sementara di urutan keempat terbesar," ujar Kostaman.

Hal ini menunjukan pandemi Covid-19 turut menggerus kinerja hingga laba perbankan. Bahkan untuk laba sebelum pajak (profit before tax/ PBT) Bank Mega juga melampaui industri sebesar 48,1% menjadi Rp 3,7 triliun. Ini berbalik 180 derajat dari PBT industri yang anjlok 28,7% per November 2020. Kenaikan laba bersih ini disokong oleh pendapatan bunga bersih (net interest income) sebesar Rp 3,91 triliun, naik 9,2% dari sebelumnya 3,58 triliun.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! Ini Cara Bank Mega Tingkatkan Dana Murah di 2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular