Mengubah Krisis Jadi Peluang a La Bank Mega

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
18 February 2021 12:45
Startegi Otomasi Proses & Transformasi Digital Bank Mega(CNBC Indonesia TV)
Foto: Startegi Otomasi Proses & Transformasi Digital Bank Mega(CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi memicu kontraksi ekonomi tahun 2020 sebesar -2,07%, atau terburuk sejak krisis 1998. Namun, beberapa bank mampu melewati situasi menantang tersebut dengan profitabilitas yang kuat, salah satunya PT Bank Mega Tbk (MEGA).

Infeksi pandemi bisa dilihat dari kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB) per Desember 2020, yakni sebesar -2,19% pada kuartal IV (secara tahunan) dan -2,07% (setahun penuh). Indikator pemulihan mulai terlihat, meski belum bisa membalik keadaan alias masih terkontraksi.

Misalnya konsumsi rumah tangga-yang menyumbang 56% PDB-pada triwulan IV-2020 tumbuh -3,61% (yoy), atau lebih mendingan dari kontraksi triwulan sebelumnya sebesar -4,05% (yoy). Setahun penuh, konsumsi rumah tangga masih terhitung kontraksi -2,63%.

Di sisi lain pertumbuhan investasi juga membaik, dari -6,48% (yoy) pada kuartal III-2020 menjadi -6,15% (yoy) pada kuartal IV-2020. Secara keseluruhan tahun, aktivitas investasi di seluruh Indonesia mengalami kontraksi, sebesar -4,95%.

Jika dilihat berdasarkan sektor atau lapangan usaha pembentuk PDB, sektor keuangan menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan bersama 7 sektor lain selama tahun pandemi 2020. Sektor tersebut berada di posisi teratas keempat dengan tumbuh 3,25% (setahun penuh).

Ini mengindikasikan bahwa secara industri, tekanan pandemi memang memukul perbankan tetapi tidak sampai membuatnya limbung. Beberapa bank masih bisa menjadi penyangga pertumbuhan, yang terindikasi dan pertumbuhan kinerja intermediasi dan profitabilitas.

Saat Public Expose, Direktur Utama Bank Mega, Kostaman Thayib mengatakan kostaman krisis memiliki dua arti. Bahaya atau peluang. Menurutnya, krisis ini, jika bisa diantisipasi dan ditindak tepat, akan menciptakan peluang.

"Sebaliknya jika tak bisa antisipasi, akan akibatkan kerugian. Bank Mega terbukti bisa antisipasi dan memanfaatkan peluang. Sehingga bisa mendapatkan keuntungan," katanya.

Bank Mega, menjadi salah satu dari mereka. Di bawah kepemimpinan Kostaman Thayib Bank Mega pada tahun lalu membukukan laba setelah pajak (profit after tax/PAT) senilai Rp 3,01 triliun, atau melesat 50,2% jika dibandingkan dengan capaian setahun sebelumnya sebesar Rp 2 triliun.

Secara bersamaan, PAT industri perbankan menurut Statistik Perbankan Indonesia (SPI) terbaru (per November) justru anjlok 30,9%. Efek pandemi tidak hanya menjerat kemampuan penyaluran kredit, tetapi juga menggerus laba mereka.

Jika mengecualikan faktor pajak-guna melihat profitabilitas murni dari kinerja operasi-maka Bank Mega kembali mencuri perhatian dengan lompatan laba sebelum pajak (profit before tax/ PBT) sebesar 48,1% menjadi Rp 3,7 triliun. Ini berbalik 180 derajat dari PBT industri yang anjlok 28,7% (per November).

Pengembalian dari aset (return on asset/ROA) juga masih tumbuh sebesar 3,64% atau di atas industri yang sebesar 1,59%. Artinya, perseroan bisa memutar setiap rupiah aset yang ada untuk menghasilkan laba positif, meski kondisi sedang tak menentu akibat pandemi.

Baca riset tentang kinerja Bank Mega selengkapnya di SINI


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Andalkan AI, Begini Strategi Transformasi Digital Bank Mega

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular