Josss! Harga Batu Bara Meroket Nyaris 30% dalam Sebulan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 December 2020 11:20
pertambangan batu bara
Ilustrasi Tambang Batu Bara (REUTERS/Valentyn Ogirenko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga baru bara kembali melesat sepanjang pekan ini. Bahkan harga sudah berada di atas US$ 80 per ton, level tertinggi sejak Mei 2019.

Sepanjang minggu ini, harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) naik 2,09% secara point-to-point. Pada perdagangan akhir pekan, harga si batu hitam mencapai US$ 84,25 per ton. Dalam sebulan terakhir, harga komoditas ini meroket hampir 30%.

Lonjakan harga batu bara tidak lepas dari impor China yang terus naik. Hingga pekan ini, impor batu bara oleh Negeri Tirai Bambu mencapai 101,41 juta ton sepanjang Desember 2020. Ini adalah yang tertinggi sejak Januari 2020.

Konsumsi listrik di China terus tumbuh positif sejak April 2020 setelah tiga bulan beruntun mencatat kontraksi (pertumbuhan negatif). Pada September 2020, pertumbuhan permintaan listrik naik 7,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Peningkatan konsumsi listrik otomatis mendongkrak permintaan batu bara. Sebab, batu bara masih menjadi energi primer utama untuk pembangkit listrik di China.

Pada 2019, konsumsi batu bara China mencapai 1,09 miliar ton setara minyak. Jauh lebih tinggi ketimbang India yang berada di peringkat kedua dengan 452,2 juta ton setara minyak.

Kenaikan harga batu bara berdampak positif terhadap kinerja ekspor Indonesia. Maklum, batu bara adalah komoditas andalan ekspor Tanah Air, selain minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

Tren kenaikan harga batu bara menjadi salah satu faktor pendongkrak kinerja ekspor Indonesia. Pada November 2020, ekspor tumbuh 9,54% YoY, tertinggi sejak Februari 2020.

Ke depan, bukan tidak mungkin tren ini bakal berlanjut. Bank Dunia memperkirakan rata-rata harga batu bara tahun depan berada di US$ 57,8 per ton dan pada 2022 naik ke US$ 58 per ton. Naik dibandingkan proyeksi tahun ini yaitu US$ 57,2 per ton.

Akan tetapi, Bank Dunia memberi catatan bahwa ke depan batu bara akan menghadap tantangan besar. Perubahan paradigma kebijakan ke arah ramah lingkungan di berbagai negara akan membuat batu bara lambat laun ditinggalkan.

"Dalam jangka menengah, upaya pemerintahan di berbagai negara untuk mewujudkan energi hijau akan mengarahkan keberpihakan ke energi terbarukan dibandingkan batu bara. Biaya energi terbarukan sudah semakin murah dalam satu dekade terakhir, terutama energi surya.

"Beberapa negara telah menyusun target nol emisi. Uni Eropa menargetkan ini terwujud pada 2050, sementara China adalah 2060," sebut laporan berjudul Commodity Markets Outlook terbitan Oktober 2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular