Sewa Pesawat Mahal, Garuda Negosiasi dengan 31 Lessor

tahir saleh, CNBC Indonesia
05 October 2020 08:05
Garuda Indonesia Luncurkan Livery Pesawat
Foto: Garuda Indonesia Luncurkan Livery Pesawat

Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) tengah melakukan negosiasi komersial dengan lessor (perusahaan penyewa pesawat) untuk mendapatkan kesepakatan terbaik di tengah tekanan berat perusahaan akibat pandemi Covid-19.

Mitra Piranti, VP Corporate Secretary Garuda Indonesia, mengatakan saat ini perseroan memiliki perjanjian sewa pesawat dengan 31 lessor.

Adapun terkait dengan nilai keseluruhan kontrak, mengingat saat ini proses negosiasi masih berlangsung dengan masing-masing lessor serta memperhatikan prinsip kerahasiaan yang tertuang dalam perjanjian, maka perseroan dalam hal ini berkewajiban menjaga kerahasiaan dari kesepakatan tersebut, termasuk mengenai nilai sewa perjanjian.

"Dapat kami sampaikan bahwa saat ini kami masih terus melakukan negosiasi komersial dengan lessor," katanya, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Minggu (4/10/2020).

Dia menjelaskan, diskusi dalam upaya negosiasi tersebut berlangsung dengan baik. Negosiasi tersebut dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan terbaik untuk lessor maupun perseroan terkait dengan perjanjian-perjanjian sewa pesawat dan penyelesaian atas kewajiban perseroan terhadap lessor khususnya di masa pandemi ini.

"Perlu kiranya kami sampaikan bahwa saat ini kami masih melakukan negosiasi secara langsung dengan lessor-Lessor terkait untuk mencapai kesepakatan di luar pengadilan."

"Dapat kami pastikan juga bahwa proses negosiasi yang dijalankan bersama lessor tidak berpengaruh pada operasional perseroan, dan kegiatan operasional perseroan tetap berjalan dengan optimal."

Garuda dan maskapai global lainnya tak terelakkan terdampak pandemi Covid-19. Salah satu dampak negatif dari wabah asal Wuhan, China itu pada perusahaan adalah penurunan kapasitas produksi baik itu untuk rute domestik maupun internasional sebagai imbas dari turunnya market demand.

Selain negosiasi dengan lessor, perusahaan juga melakukan program efisiensi biaya dengan tetap memprioritaskan keselamatan dan keamanan penerbangan dan pegawai serta layanan, dan mengadakan diskusi intensif dengan Pemerintah selaku pemegang saham perseroan guna memperoleh dukungan yang diperlukan.

Dari aspek operasional, perusahaan yang lebih dari 80% pendapatannya bergantung pada pendapatan dari penumpang itu telah melakukan upaya untuk mengoptimalkan frekuensi dan kapasitas penerbangan baik penerbangan domestik maupun internasional.

Perseroan mengoptimalkan layanan kargo dan aktif mendukung upaya-upaya pemerintah khususnya yang terkait dengan penanganan Covid-19 melalui pengangkutan bantuan kemanusiaan, APD, obat-obatan, alat kesehatan.

Perusahaan juga telah berupaya mengoptimalkan layanan charter pesawat untuk evakuasi WNI yang berada di luar negeri serta membantu proses pemulangan WNA untuk kembali ke negara masing-masing dan layanan charter untuk pengangkutan kargo, serta menunda kedatangan pesawat di tahun 2020.

Sebelumnya Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan selain melakukan optimalisasi pendapatan, perusahaan juga melakukan pengelolaan biaya, di antaranya negosiasi biaya pengelolaan pesawat, restrukturisasi utang hingga melakukan efisiensi biaya operasional.

"Namun demikian kami terus memperkuat langkah pemulihan kinerja seoptimal mungkin agar Perseroan dapat segera rebound dan memperoleh pencapaian kinerja yang semakin membaik. Fokus utama kami adalah mengupayakan perbaikan fundamental Perseroan secara terukur dan berkelanjutan," kata Irfan, Selasa (4/8/2020).

Hingga akhir Juni 2020, perusahaan mencatatkan kerugian mencapai US$ 712,72 juta (Rp 10,40 triliun, asumsi kurs Rp 14.600/US$) pada Akhir semester I-2020.

Pada sepanjang kuartal I-2020 lalu Garuda juga membukukan kerugian bersih senilai US$ 120,1 juta

Kondisi ini berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun lalu dimana perusahaan berhasil mencatatkan laba bersih senilai US$ 24,11 juta.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pendapatan perusahaan pada periode ini mengalami penurunan drastis sampai 58,18% secara year on year (YoY). Pendapatan perusahaan tercatat senilai US$ 917,28 juta (Rp 13,39 triliun), turun tajam dari US$ 2,19 miliar di akhir Juni 2019 lalu.

Irfan, dalam konferensi virtual pada 29 April lalu, menyebut bahwa sewa pesawat memang cukup tinggi.

"Kita melakukan negosiasi rental. Kondisi Covid-19 memungkinkan kita rekonstruksi sewa menyewa pesawat ini," katanya.

"Kita menengarai bahwa harga sewa [pesawat] kita terlalu tinggi," tegas mantan bos BUMN PT Inti ini.

Dia mencontohkan, Boeing 777 yang dipakai untuk layanan penerbangan rute Amsterdam itu sewa pesawatnya US$ 1,6 juta atau Rp 25 miliar per bulan (asumsi kurs Rp 15.500/US$).

"Kita sudah coba nego dari lama, bahwa ini sudah terlalu mahal. Hari ini kita punya kesempatan yang sangat bagus untuk negosiasi karena harga pasar hanya US$ 800.000 dolar [Rp 12,4 miliar] per bulan. Kita punya 10 unit, jadi basically bayar 2 kali lipat dari harga market," tegasnya.

Selain itu, perseroan juga akan mengembalikan pesawat CRJ100 Bombardier yang sebelumnya sudah 'dikandangkan' alias grounded.

"Kita juga sedang pengembalian CRJ yang kita grounded, kita terbangkan jauh lebih merugikan. Ongkos kita grounded setahun 50 juta dolar [Rp 775 miliar]. Ini waktu terbaik negosiasi sewa pesawat kita, kita minta pesawat tersebut diambil aja, kita punya fleet dan konfigurasi lebih pas."


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pokoknya Restrukturisasi! GIAA Juga Siapkan Penambahan Modal

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular