Hormat! Rupiah Sakti di Hari Kesaktian Pancasila

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah mampu terapresiasi meski cukup banyak sentimen negatif, terutama di dalam negeri.
Pada Kamis (1/10/2020), US$ 1 dibanderol Rp 14.800 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,27% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Hari ini, sebenarnya ada sentimen negatif yang bisa menjadi beban bagi langkah mata uang Tanah Air. Pertama, IHS Markit mengumumkan Purchasing Managers' Index (PMI) pada September 2020 berada di angka 47,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,8.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di bawah 50 berarti kontraksi, di atas 50 berarti ekspansi.
Penurunan pada September adalah yang pertama setelah PMI terus merangkak naik sejak April. Menurut IHS Markit, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat pada pertengahan September menjadi penyebabnya.
"Penerapan kembali PSBB di Jakarta pada medio September di tengah peningkatan kasus infeksi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) berdampak terhadap penjualan produk manufaktur dan proses produksi. Setelah kenaikan yang solid pada Agustus, permintaan baru turun drastis pada September meski tidak separah Maret," sebut keterangan tertulis IHS Markit yang dirilis Kamis (1/10/2020).
Penurunan permintaan membuat produksi kembali turun. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja ikut berkurang. Bahkan laju Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin cepat.
Selain itu, dunia usaha juga mengurangi pembelian bahan baku sebagai upaya efisiensi. Laju penurunan pembelian bahan baku pada September bahkan menjadi yang tercepat dalam tujuh bulan terakhir.
Situasi yang sulit bahkan membuat dunia usaha sampai menurunkan harga jual produk demi mendongkrak penjualan. Ini membuat tekanan inflasi pada kuartal III-2020 sangat ringan, bahkan hampir tidak ada.
Dalam kurun setahun ke depan, pelaku usaha memang masih optimistis bahwa produksi dan permintaan akan meningkat. Namun optimisme ini akan sangat tergantung dari bagaimana pandemi bisa dikendalikan.
"Angka PMI terbaru menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia masih menghadapi tantangan dalam beberapa bulan ke depan. Pemulihan ekonomi akan tergantung dari kemampuan mengendalikan pandemi," tegas Bernard Aw, Principal Economist IHS Markit, seperti diwartakan dari siaran tertulis.