Dolar Perkasa, Mata Uang Asia Tiada Berdaya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 June 2022 10:09
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tidak diperdagangkan di pasar spot hari ini, karena Indonesia libur memperingati Kelahiran Pancasila. Sepertinya rupiah patut bersyukur karena mata uang Asia berjatuhan akibat dolar Amerika Serikat (AS) yang kembali berjaya.

Pada Rabu (1/6/2022) pukul 09:11 WIB, berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang Benua Kuning di 'arena' pasar spot:

Apa boleh buat, dolar AS memang terlalu kuat. Pada pukul 09:09 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback dibandingkan enam mata uang utama dunia) berada di 101,839. Naik 0,09% dari hari sebelumnya.

Halaman Selanjutnya --> Gedung Putih Beri Restu The Fed Kerek Suku Bunga

Normalisasi kebijakan moneter bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang agresif menjadi 'obat kuat' bagi mata uang Negeri Adikuasa. Teranyar, pejabat The Fed menyebut pasar mesti bersiap dengan kenaikan suku bunga 50 basis poin (bps) di setiap rapat Komite Pengambil Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC).

Christopher Waller, Anggota Dewan Gubernur The Fed, menyatakan pihaknya akan all out dalam meredam inflasi. Saat ini inflasi di Negeri Paman Sam berada di atas 8%, jauh di atas target The Fed yaitu 2%.

"Saya merekomendasikan kenaikan 50 bps setiap kali rapat sampai kita melihat inflasi turun signifikan. Sampai kita berada di titik itu, saya melihat kita tidak boleh berhenti," tegas Waller dalam pidato di cara Institute for Monetary and Financial Stability di Frankfurt (Jerman), seperti dikutip dari Reuters.

Gedung Putih juga sudah memberikan restu. Presiden Joseph 'Joe' Biden menyatakan menghormati penuh independensi The Fed dalam upaya pengendalian inflasi.

"Bapak Presiden menggarisbawahi bahwa beliau menghormati independensi The Fed," kata Brian Deese, Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, seperti dikutip dari Reuters.

Deese menyebut kenaikan suku bunga acuan memang dibutuhkan untuk meredam ekspektasi inflasi. Suku bunga memang sudah saatnya untuk kembali normal, demi menurunkan tekanan kenaikan harga. Meski pada prosesnya membuat pertumbuhan ekonomi melambat.

"Kita sudah berada di posisi yang kuat dibandingkan negara-negara lain. Namun ini adalah ibarat lari maraton, kita harus terus bergerak dan beralih ke pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan," imbuhnya.

Kini, pasar memperkirakan suku bunga acuan Federal Funds Rate akan berada di 2,75-3% pada akhir 2022. Mengutip CME FedWatch, kemungkinannya mencapai 56,8%.

fedSumber: CME FedWatch

Kenaikan suku bunga acuan, apalagi secara agresif, akan membuat imbalan investasi di aset berbasis dolar AS ikut terangkat. Akibatnya, arus modal masih berkerumun di Negeri Stars and Stripes sehingga membuat mata uang lain melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular