
Grup Salim, Sinarmas, MNC & Lippo, Siapa Terbaik Kinerjanya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah beberapa pekan lalu saham Grup MNC milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo atau Hary Tanoe berhasil melesat, giliran Senin pekan ini (7/9/20) harga saham-saham emiten Grup Salim yang kompak terapresiasi.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) memperlihatkan, harga saham yang bergerak di grup yang sama memang terkadang sering melaju secara beriringan, apalagi jika sentimen yang muncul mempengaruhi seluruh grup usaha tersebut.
Ternyata grup-grup usaha konglomerat tidak hanya kedua nama tersebut, ada beberapa nama-nama besar lain yang berkomitmen besar membawa perusahaan 'melantai' di BEI, dalam rangka meningkatkan transparansi perusahaan, GCG (good corporate governance), dan pencarian dana di pasar modal.
Tapi tak semua grup konglomerasi diulas dalam tulisan kali ini. Dalam kesempatan ini, Tim Riset CNBC Indonesia mencoba mengulas empat konglomerasi yakni Grup Lippo, Grup MNC, Grup Sinarmas, dan Grup Salim.
Grup Lippo
Tentunya nama Grup Lippo sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Lini bisnis grup yang didirikan oleh Mochtar Riady ini sangat terdiversifikasi. Utamanya, orang mengenal Lippo dari grup properti, seperti mal-mal atau komplek properti yang didirikan oleh keluarga Riady.
Akan tetapi ternyata Grup Lippo juga banyak melantaikan perusahaan keuangan seperti sekuritas dan perusahaan asuransi, hingga holding perusahaan teknologi.
Untuk urusan total emiten grup yang melantai di BEI, Grup Lippo berhasil menjadi juara dibandingkan dengan grup lain, dengan 15 emiten yang tercatat di BEI sehingga menjadikan Grup Lippo menjadi konglomerasi yang paling banyak mencari dana melalui penawaran saham kepada publik.
Perusahaan yang melantai juga dari berbagai macam sektor mulai dari properti yakni PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), perbankan dengan PT Bank Nobu Tbk (NOBU), rumah sakit yaitu PT Siloam International Hospital Tbk (SILO), hingga telekomunikasi yakni PT First Media Tbk (KBLV), serta peritel PT Matahari Department Store Tbk (LPPF).
Ke-15 perusahaan terbuka Grup Lippo memiliki total kapitalisasi pasar sebesar Rp 38,32 triliun. Akan tetapi ternyata ekuitas perusahaan ini lebih besar dari kapitalisasi pasarnya yakni Rp 60,02 triliun.
Meskipun ekuitas perusahaan lebih jumbo dari kapitalisasi pasar, yang biasanya menunjukkan murahnya valuasi perusahaan, ternyata perusahaan Grup Lippo yang melantai pada kuartal kedua tahun ini gagal membukukan keuntungan bersih, dengan total kerugian ke-15 perusahaan tersebut mencapai Rp 1,47 triliun.
Beberapa perusahaan Lippo yang terdampak paling parah oleh virus corona adalah sektor properti, LPKR dan sektor ritel LPPF. Kedua sektor ini memang menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh virus corona karena penurunan daya beli masyarakat.
Grup MNC
Grup usaha taipan media yang satu ini juga tentunya tidak asing di telinga pelaku usaha dan para pelaku pasar.
Total Grup MNC yang dikendalikan Hary Tanoe alias HT yakni 9 perusahaan yang sudah melantai di BEI, juga terdiversifikasi ke berbagai bidang usaha meskipun utamanya adalah sektor media karena memang sektor inilah yang membesarkan nama Grup Hary Tanoe.
Meskipun jumlah perusahaan tercatat Grup Hary Tanoe lebih sedikit daripada Grup Lippo namun ternyata baik kapitalisasi pasar maupun ekuitas perusahaan Grup MNC lebih besar dibandingkan dengan Lippo.
Tercatat 9 emiten Grup MNC memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 50,06 triliun bahkan ekuitas perusahaan milik HT ini lebih tinggi yakni Rp 76,43 triliun.
Berbeda dengan Grup Lippo, meskipun terserang corona, emiten Grup MNC masih mampu membukukan laba bersih sebesar Rp 1,21 triliun per kuartal kedua 2020.
Hal ini karena sektor media yang menjadi ujung tombak Grup MNC tidak begitu terdampak oleh pandemi virus corona. Salah satunya karena media menjadi salah satu sektor usaha yang masih diizinkan beroperasi ketika PSBB dilangsungkan Maret silam, serta tingkat penonton media, baik online maupun TV juga meningkat ketika masyarakat 'dikunci' di rumah saat PSBB.
Penyumbang laba bersih Grup MNC memang tidak lain dan tidak bukan datang dari sektor media dengan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) yang berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 956 miliar dan induk usaha media Grup MNC yakni PT Global Mediacom Tbk (BMTR) dengan laba bersih sebesar Rp 551 miliar.
Akan tetapi selain media, Grup HT juga memiliki beberapa emiten non-media seperti di sektor perbankan dengan PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) dan di sektor properti dengan PT MNC Land Tbk (KPIG).
Grup Sinarmas
Grup Sinarmas juga tentunya tidak awam di telinga para investor, apalagi baru-baru ini grup usaha yang didirikan oleh Eka Tjipta Widjaja ini terseret perselisihan gugatan harta warisan dari anak-anak mendiang Eka Tjipta, sehingga menjadi sorotan para pelaku pasar.
Konglomerasi Grup Sinarmas juga sudah menggurita ke berbagai sektor mulai dari keuangan, agribisnis, hingga properti.
Walaupun hanya memilki 7 perusahaan yang melantai di BEI, Grup Sinarmas memiliki ekuitas terbesar di antara ke-4 grup konglomerat ini.
Tercatat ke-7 emiten Grup Sinarmas memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 222,81 triliun meskipun ekuitasnya 'hanya' sebesar Rp 156,46 triliun.
Selain ekuitas dan kapitalisasi pasar yang jumbo, Grup Sinarmas masih mampu membukukan keuntungan bersih di tengah situasi sulit serangan pandemi Covid-19.
Sinar Mas Group masih mampu membukukan laba bersih sebesar Rp 5,03 triliun.
Proporsi pendapatan terbesar datang dari duo pabrik kertas Grup Sinarmas yakni PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) yang masing-masing berhasil membukukan laba sebesar Rp 1,32 triliun dan Rp 2,99 triliun.
Hal ini dikarenakan ternyata duo pabrik kertas berhasil diuntungkan oleh kehadiran virus corona karena laba bersih INKP berhasil terbang pada kuartal pertama 2020 karena mendapatkan keuntungan selisih laba kurs.
Setelah diserang virus corona, mata uang rupiah anjlok sangat parah bahkan sempat menyentuh titik terlemahnya di angka Rp 16.550/US$. Tentunya ini sangat menguntungkan untuk perusahaan eksportir seperti INKP dan TKIM.
Meskipun memberikan laba tinggi ternyata saham dengan kapitalisasi pasar terbesar milik Grup Sinar Mas tidak jatuh kepada kedua pabrik kertas tersebut. Gelar ini jatuh kepada perusahaan keuangan PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 107,3 triliun meskipun ekuitas hanya Rp 19,2 triliun.
SMMA merupakan saham tidur, artinya saham ini jarang ditransaksikan bahkan biasanya secara harian tidak terdapat transaksi sama sekali sehingga kapitalisasi pasar perusahaan yang tergolong tidur biasanya tidak mencerminkan nilai pasar.
Grup Salim
Siapa tidak kenal dengan Grup Salim? Kini Grup Salim dipegang oleh Anthony Salim, generasi kedua, anak dari pendiri Salim Group, Sudono Salim yang sempat melejit namanya pada era 1990an lantaran seringkali menempati urutan teratas daftar orang terkaya di Indonesia.
Saat krisis ekonomi 1998 melanda, Grup Salim sangat terdampak sehingga terpaksa menjual kepemilikan saham mayoritas di PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Setelah lepas tahun 2000, sektor usaha Grup Salim yang tidak dijual pun akhirnya berhasil bangkit.
Gurita konglomerasi Grup Salim utamanya ada di sektor barang-barang konsumsi, tapi juga di sektor usaha otomotif, ritel, serta agribisnis.
Tercatat Grup Salim merupakan grup konglomerasi yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar di antara ke-4 grup ini yakni di angka Rp 267,77 triliun dengan total ekuitas yang tidak kalah besar yakni Rp 116,26 triliun.
Grup Salim juga mampu melawan pandemi virus corona setelah berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 6,24 triliun pada kuartal kedua 2020 ini meskipun kehadiran 'tamu tak diundang' nCov-19.
Kesuksesan Grup salim menjadi grup penetak laba bersih terbesar di antara grup lain datang dari sektor usaha utamanya yakni consumer goods.
Sektor ini tidak terlalu terdampak oleh virus corona karena defensif, artinya walaupun daya beli turun dan masyarakat terkunci di rumah, penjualan makanan dan bahan pokok lainnya akan tetap 'jalan terus' bahkan berhasil meningkat.
Pendapatan utama Grup Salim tentu datang dari duo Indofood produsen mie instan Indomie yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur TBK (ICBP) dan induk usahanya PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang menghasilkan laba bersih masing-masing Rp 3,38 triliun dan Rp 2,84 triliun.
Duo Indofood ini juga menjadi penyumbang kapitalisasi pasar terbesar bagi Grup salim dengan market cap (kapitalisasi pasar) ICBP sebesar Rp 120,7 triliun dan INDF sebesar Rp 69,58 triliun.
Selain duo Indofoood perusahaan lain milik Salim yang memiliki kapitalisasi pasar besar adalah holding peritelnya PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) yang berkapitalisasi pasar sebesar Rp 48,08 triliun, meski ekuitasnya Rp 9,31 triliun dan hanya mampu membukukan laba sebesar Rp 32,35 miliar pada kuartal kedua tahun ini.
Next, masih ada ada grup-grup konglomerasi lainnya seperti Grup Triputra, Grup Djarum, Grup Astra, Grup Barito, Grup CT, Grup Sungai Budi, Grup Kalbe, dan lainnya, termasuk Grup BUMN.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lippo, MNC, Sinarmas & Salim, Mana Paling Cuan Sahamnya?
