Pemerintah Kian Pede Disokong BI di SBN, Kupon Bakal Landai?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
12 August 2020 20:26
Obligasi
Foto: CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Lelang surat utang pemerintah kembali dibanjiri permintaan, meski disinyalir masih didominasi investor lokal. Pemerintah terindikasi tak lagi jor-joran melepas surat utang dan konservatif menyerap penawaran yang masuk

Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) melaksanakan lelang Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa kemarin (11/8/2020) untuk seri SPN03201112 (baru), SPN12210812 (baru), FR0086 (baru), FR0087 (baru), FR0080 (rilis ulang), FR0083 (rilis ulang) dan FR0076 (rilis ulang).

Dari total penawaran yang masuk Rp 106 triliun, jauh lebih tinggi dari lelang 28 Juli senilai Rp 72,78 triliun, lembaga milik Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tersebut hanya memenangkan tujuh seri yang ditawarkan dengan nilai total Rp 22 triliun.

Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah cenderung tidak jor-joran melepas surat utang, terutama di tengah pandemi di mana investor global cenderung memilih aset investasi aman seperti obligasi negara maju atau emas.

Selama ini, obligasi pemerintah terhitung membagikan keuntungan yang tinggi dibandingkan dengan surat utang serupa yang diterbitkan oleh negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Kupon obligasi pemerintah kita dua kali lebih tinggi dari Malaysia, dan tiga kali dari Thailand.

Kupon yang tinggi berkonsekuensi pada kewajiban pembayaran bunga obligasi yang lebih tinggi kepada para investor. Demikian juga sebaliknya. Dengan kata lain, beban utang pemerintah Indonesia lebih besar dari negara tetangga.

Padahal, premi risiko SBN yang terlihat dari instrumen Credit Default Swap (CDS) terus menurun. CDS untuk SBN berdenominasi valas dengan tenor 10 tahun saat ini ada di 170,4 basis poin (bps), terendah sejak 5 Maret.

Sementara itu, premi CDS bertenor lima tahun adalah 105,78 bps, terendah sejak 6 Maret. Hal ini menunjukkan bahwa ongkos yang harus dibayar investor global untuk membeli produk perlindungan atas risiko gagal bayar SBN Indonesia terus menurun.

Dus, pemerintah punya legitimasi untuk melepas SBN dengan kupon yang lebih terjangkau.

Sikap konservatif dalam lelang kali ini kemungkinan besar tidak terlepas dari konsep berbagi beban (burden sharing) antara Kemenkeu dan Bank Indonesia (BI), di mana bank sentral ikut menyerap Surat Berharga Negara (SBN) dengan kupon khusus yang mengacu pada suku bunga acuan.

"Lelang SUN pada hari ini [Selasa kemarin] merupakan lelang SUN pertama yang digunakan untuk pemenuhan pembiayaan Non-Public Goods, khususnya untuk belanja dan pembiayaan UMKM," tulis DJPPR.

Saat ini BI 7-Day Reverse Repo Rate dipatok pada level 4% atau masih lebih rendah dari imbal hasil SBN pemerentah bertenor 10 tahun (yang selama ini menjadi acuan pasar) pada level 6,761%.

Dengan kata lain, BI membantu pemerintah untuk menyerap surat utang, tapi meminta diskon kupon. Skema kerja-sama ini pun memperkuat posisi tawar Kemenkeu selaku penerbit karena mereka telah memiliki pembeli siaga (stand by buyer), yakni BI.

Jika mengikuti tren, imbal hasil surat utang pemerintah memang terus melemah sepanjang tahun ini, sehingga memberikan alasan bagi pemerintah untuk menawarkan kupon lebih rendah dalam lelang.

Bukan tidak mungkin skema tersebut bakal membuat kupon terus menurun ke kisaran 6%, di tengah kesulitan pembiayaan APBN akibat krisis pandemi. Ini mungkin bakal membuat investor asing agak ogah-ogahan membeli SBN tersebut, tapi lain halnya dengan investor lokal.

Di tengah bunga deposito yang terus tergerus mengikuti penurunan suku bunga acuan, para pemilik dana bakal melihat kupon 6% sebagai keuntungan yang adil, terutama di tengah situasi yang penuh ketidakpastian.

Data Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) Bank Indonesia (per 10/8/2020) menyebutkan bunga deposito tertinggi di perbankan adalah sebesar 5,63%, yakni untuk produk deposito PT Bank Mega Tbk berjangka waktu 1 bulan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular