
Usai Taksi Express, Emiten Properti Ini Ikut Terancam Pailit

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman pailit lagi-lagi menimpa emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kali ini giliran emiten properti PT Kota Satu Properti Tbk (SATU). Emiten ini baru tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 5 November 2018 dengan harga perdana Rp 117/saham atau 20 bulan melantai di bursa.
Dalam surat penjelasan kepada manajemen BEI tertanggal 7 Juli Direktur SATU Hanna Priskilla mengungkapkan hasil Sidang Permusyawaratan Majelis Hakim tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) di Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Semarang pada 3 Juli 2020.
Sidang putusan PKPUS tersebut menyatakan, untuk Kota Satu Properti, telah ditandatangani kesepakatan perdamaian oleh 7 dari kreditor. Kota Satu Properti mengelola hotel The Amaya.
Sementara untuk PT Kota Satu Persada (anak usaha SATU) sudah diberikan status PKPU Tetap selama 32 hari terhitung sejak tanggal penetapan diucapkan yakni jatuh pada 3 Agustus 2020.
Adapun untuk sumber dana pembayaran kewajiban SATU kepada kreditor akan dilakukan melalui penjualan aset properti, sementara sumber dana pembayaran kewajiban Kota Satu Persada bersumber dari pendapatan penjualan kamar, makanan dan minuman hotel. Kota Satu Persada mengelola AllStay Hotel Semarang dan Yogyakarta.
"Dari 8 kreditor separatis [kreditor yang memegang hak jaminan kebendaan], sejumlah 7 kreditor telah menyepakati proposal perdamaian yang diajukan, dari 4 kreditor konkuren [tak ada jaminan kebendaan] keseluruhan kreditor telah menyepakati proposal perdamaian yang diajukan perseroan," katanya, dalam keterbukaan informasi BEI.
"Untuk 1 kreditor separatis yang tidak menyetujui proposal perdamaian, maka pengembalian utang mengikuti proposal perdamaian yang diajukan perseroan," jelasnya.
"Perseroan belum mendapatkan sumber pembiayaan baru baik perbankan maupun non perbankan untuk meningkatkan likuiditas dan arus kas."
Dalam surat manajemen SATU kepada BEI tertanggal 3 Maret, Direktur Utama SATU Johan Prasetyo Santoso mengatakan punya kemampuan menyelesaikan kewajiban yang ada mengingat ekuitas perusahaan positif yakni Rp 106,47 miliar per kuartal III-2019.
Mengacu data laporan keuangan September 2019, aset perusahaan tercatat Rp 280,70 miliar, sementara kewajiban mencapai Rp 172,34 miliar dan ekuitas negatif alias defisiensi modal Rp 108,36 miliar.
Adapun besaran utang pokok kepada koperasi yakni Rp 9 miliar, dengan kewajiban bunga Rp 337,50 juta, tanggal penerbitan utang 17 Juni 2019 dan jatuh tempo 17 Desember 2019 dengan jaminan utang yakni beberapa sertifikat tanah.
Sebelumnya emiten pengelola taksi Express, PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) juga tengah menghadapi tekanan cukup berat. Selain beban utang yang menggunung, perseroan juga terimbas cukup besar dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan sejumlah wilayah sebagai dampak pandemi Covid-19.
Direktur Utama Taksi Express Johannes BE Triatmojo pun mengatakan perseroan menerima Surat Panggilan Sidang Perkara Gugatan PKPU pada 30 Juni 2020.
Gugatan ini berkaitan dengan permohonan PKPU yang diajukan Ny. H Asma terhadap perseroan melalui surat nomor 37/PAS/10-VI/2020 tertanggal 10 Juni 2020 yang diterima oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal yang sama.
"Sidang Pertama Perkara Gugatan PKPU tersebut telah dilakukan pada 2 Juli 2020. Dapat kami sampaikan bahwa perseroan akan selalu menghormati dan mematuhi proses hukum yang akan dijalani," katanya.
(tas/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tekan Beban, Rugi Taksi Express Berkurang Jadi Rp 276 M
