Baru IPO 17 Bulan, Emiten Properti Ini kok Malah Kena PKPU?

tahir saleh, CNBC Indonesia
15 April 2020 10:01
Para agen penjual rumah tengah menawarkan rumah tinggal pada pameran Properti di sebuah Mall kawasan Jakarta, Sabtu (24/3/2018). Ketua Umum DPP REI Soelaeman Soemawinata mengatakan, pada tahun 2018 pihaknya menargetkan bisa membangun 236.261 unit rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Foto: Ilustrasi CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten properti yang baru tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 5 November 2018, PT Kota Satu Properti Tbk (SATU) memberikan penjelasan kepada BEI terkait dengan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap (PKPU Tetap) kepada kreditornya yakni Koperasi Sedya Karya Utama.

Dalam surat penjelasan kepada manajemen BEI tertanggal 13 Maret, Direktur SATU 
Hanna Priskilla mengungkapkan hasil Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim di Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Semarang pada 6 April 2020 mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) perusahaan.

Hasil Sidang Putusan yakni memberikan PKPU Tetap ke-1 selama 60 hari terhitung sejak tanggal penetapan diucapkan yakni jatuh pada 8 Juni 2020. Termohon PKPU dalam hal ini yakni Kota Satu Properti dan PT Kota Satu Persada.


"Sidang Putusan menetapkan sidang Permusyawaratan Majelis Hakim tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) ini pada 8 Juni 2020, bertempat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang," tulis Hanna, dalam penjelasannya kepada BEI, dikutip CNBC Indoneisa, Rabu (15/4/2020).

Adapun t
indak lanjut atas hasil sidang putusan PKPUS tersebut, ada target penyelesaian dengan menggunakan time table:
  • 20-30 April 2020: lobi ke kreditor mengenai Proposal Perdamaian-1
  • 04-12 Mei 2020: revisi Proposal Perdamaian sesuai dengan hasil diskusi dengan kreditor
  • 13-19 Mei 2020: lobi ke kreditor mengenai Proposal Perdamaian 2
  • 3-6 Juni 2020: rapat pra pembahasan Proposal Perdamaian
  • 8 Juni 2020: rapat proposal perdamaian agar tercapai homologasi (pemberian persetujuan atau konfirmasi dari badan hukum resmi)

BEI pun bertanya soal s
umber dana pelunasan utang kepada Koperasi Sedya Karya Utama dan bagaimana mekanisme.

"Saat ini perseroan belum dapat memenuhi permintaan penjelasan yang dimaksud dikarenakan merupakan bagian dari propsosal perdamaian yang sedang kami susun. Saat ini tidak ada pengaruh atau dampak dari putusan PKPUS terhadap kelangsungan usaha perusahaan," tegas Hanna.

Perusahaan ini baru tercatat di BEI pada 5 November 2018, setidaknya dalam 17 bulan terakhir hingga April ini. Saham perusahaan juga masih mentok di level Rp 51/saham, dari harga perdana yakni Rp 117/saham. Padahal di awal-awal November tersebut, saham perusahaan real estate dan pengelola hotel ini sangat aktif bahkan terus meroket.


Dari penawaran saham perdana (IPO), SATU memperoleh dana sebesar Rp 58,5 miliar dari penjualan 500 juta saham baru atau 40% dari modal ditempatkan dan disetor perusahaan. Sekitar 60% dana digunakan untuk menunjang proyek baru perusahaan. Sebesar 20% untuk penyelesaian proyek yang sudah jalan, sementara sisanya untuk modal kerja.

Lantas berapa sih utang perusahaan kepada koperasi tersebut?

Dalam surat manajemen SATU kepada BEI tertanggal 3 Maret, Direktur Utama SATU Johan Prasetyo Santoso mengatakan punya kemampuan menyelesaikan kewajiban yang ada mengingat ekuitas perusahan positif yakni Rp 106,47 miliar per kuartal III-2019.

Mengacu data laporan keuangan September 2019, aset perusahaan tercatat Rp 280,70 milia, sementara kewajiban mencapai Rp 172,34 miliar dan ekuitas negatif alias defisiensi modal Rp 108,36 miliar.

Adapun besaran utang pokok kepada koperasi yakni Rp 9 miliar, dengam kewajiban bunga Rp 337,50 juta, tanggal penerbitan utang 17 Juni 2019 dan jatuh tempo 17 Desember 2019 dengan jaminan utang yakni beberapa sertifikat tanah.


[Gambas:Video CNBC]





(tas/hps) Next Article Usai Taksi Express, Emiten Properti Ini Ikut Terancam Pailit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular