Sandiaga Uno: Jika Bursa Kita Gak Berubah, Orang IPO di Luar

Exist In Exist, CNBC Indonesia
15 May 2020 14:26
Sandiaga Uno (CNBC Indonesia/Cantika Dinda)
Foto: Sandiaga Uno (CNBC Indonesia/Cantika Dinda)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha nasional dan pemilik saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG), Sandiaga Uno mendorong perusahaan-perusahaan yang baru berdiri untuk menjadi perusahaan terbuka (go public) dengan mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Hal ini disampaikannya dalam sebuah webinar yang membahas tema "Menjadi Investor di Masa Pandemi Covid-19", Kamis (14/5/2020).

"Harus bilang bahwa 5 tahun lagi perusahaan kita harus IPO, perusahaan kita harus melenggang ke bursa jua. Kenapa? Karena itulah titik pencapaian kesuksesan daripada kita sebagai pengusaha," tuturnya.

"Kita memiliki satu investasi itu for better future, for better society. Nah, alangkah baiknya kalau kita memberikan kesempatan kepemilikan saham di usaha kita ini kepada publik," tambah Sandi.


Ia juga yakin bahwa pasar saham Tanah Air sangat menjanjikan. Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk merencanakan IPO dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun ke depan dengan mengambil berbagai langkah strategis.

Hanya saja, demi menggiatkan perusahaan masuk bursa, Sandi menilai otoritas bursa yakni BEI dan otoritas pasar modal yakni OJK (Otoritas Jasa Keuangan), juga harus beradaptasi setelah pandemi Covid-19 dengan menyederhanakan berbagai regulasi untuk mempermudah perusahaan yang mau melantai.

"Kalau bursa kita, OJK kita gak berubah, ya orang-orang akan invest di luar negeri, dan akan IPO-nya perusahaan-perusahaan kita bukan di bursa kita. Jadi kayak Gojek, Tokopedia, ah sudah lah kita ke Nasdaq aja atau ke Hong Kong Stock Exchange, gak di BEI," pungkas mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini.

Sandiaga Uno juga berbagi tips kepada para calon investor yang ingin berinvestasi saham di tengah pandemi Covid-19.

Bagi yang ingin meracik portofolio sahamnya sendiri, Sandi menyarankan agar berhati-hati dalam memilih sejumlah saham (stock picking). Pasalnya, memilih saham secara individual memiliki risiko yang sangat tinggi.

"Kecuali kita fokus di stock-stock yang liquid dan perusahaan-perusahaan yang fundamental besar. Dan perusahaan-perusahaan yang besar itu yang ada di kapitalisasi 10 besar pasar saham Indonesia yaitu di Bursa Efek Indonesia [BEI]," paparnya.


"Kalau kita lihat nama-nama seperti BCA [PT Bank Central Asia Tbk/BBCA], Unilever [PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR], PT Astra International Tbk/ASII], Bank Mandiri [BMRI], dan lain sebagainya, ini menjadi pilihan-pilihan utama," tambah Sandi.

Selain menyarankan untuk membeli saham unggulan alias blue chip, Sandi juga mengingatkan investor untuk menghindari 'saham gorengan'. 

"Jadi kalau mau investasi saham untuk pemula langsung fokus ke saham blue chip yang likuiditasnya baik. Bukan ke saham gorengan, karena saham-saham gorengan itu ya sudah kita terlalu banyak menghabiskan sumber daya, yang ternyata itu hanya tipu daya," tuturnya.

[Gambas:Video CNBC]





(tas/tas) Next Article Pasar Saham Ambruk, Sandiaga Uno: Saatnya Berinvestasi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular