Ekonomi AS Suram, Yen Menguat Lawan Dolar & Rupiah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 May 2020 11:47
Yen
Foto: Uang kertas Jepang 10.000 yen tersebar di pertukaran uang Interbank Inc. di Tokyo. REUTERS / Yuriko Nakao
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar yen menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan rupiah pada perdagangan Kamis (14/5/2020) setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memberikan outlook yang agak suram bagi perekonomian AS. Ketika raksasa ekonomi dunia sedang suram, negara-negara lainnya juga akan terdampak, akibatnya sentimen pelaku pasar memburuk dan aset-aset safe haven seperti yen kembali menjadi sasaran investasi.

Pada pukul 11:10 WIB, yen menguat 0,11% melawan dolar AS ke 106,9/US$, dan 0,46% melawan rupiah ke Rp 139.37/JPY di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Ketua The Fed, Jerome Powell, saat berbicara di hadapan Kongres AS, mengatakan memberikan outlook yang agak suram terkait ekonomi Paman Sam, yang diprediksi membutuhkan waktu lama untuk bangkit.

"Akan butuh waktu untuk kembali seperti sebelum sekarang. Pemulihan kemungkinan akan terjadi dalam tempo yang lebih lebih lambat dari perkiraan," kata Powell, dalam paparan di hadapan Kongres AS secara virtual.



Selama risiko kesehatan (bahkan kehilangan nyawa) masih tinggi, Powell menegaskan akan sulit bagi dunia usaha untuk menggenjot ekspansi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja menjadi sangat terbatas (bahkan berkurang drastis) sehingga rumah tangga juga mengalami penurunan pendapatan.

"Ini membuat ekonomi akan mengalami periode produktivitas rendah dan pendapatan yang stagnan dalam waktu yang lebih lama. Dukungan fiskal mungkin membutuhkan biaya yang tidak murah, tetapi layak jika mampu membantu menghindari kerusakan ekonomi jangka panjang dan memperkuat peluang menuju pemulihan," papar Powell.

Menanggapi isu suku bunga negatif di AS, Powell mengatakan The Fed tidak memiliki rencana untuk menerapkan suku bunga negatif, tetapi instrument lainnya akan dimaksimalkan.

"Kami akan menggunakan instrumen yang kami miliki secara penuh sampai krisis ini terlalui dan pemulihan ekonomi mulai terjadi. Namun suku bunga negatif bukan sesuatu yang kami pertimbangkan," kata Powell.

Sentimen pelaku pasar semakin memburuk setelah Presiden Donald Trump kembali menyerang China yang memunculkan kekhawatiran babak baru perang dagang kedua negara.



Melalui akun Twitternya, Trump mengatakan kesepakatan perdagangan AS-China yang ia tandatangani pada Januari silam, tidak sebanding dengan kerusakan yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Ia bahkan menyebut berurusan dengan China adalah hal yang mahal dilakukan.

"Kami baru saja membuat Kesepakatan Perdagangan yang hebat, tinta (perjanjian) hampir kering, dan dunia (kini) dilanda wabah dari China. 100 Penawaran Dagang tidak akan membuat perbedaan - dan semua nyawa tak berdosa hilang!," katanya dalam akun Twitter @realDonaldTrump.

Alhasil, aset-aset berisiko sejak Rabu waktu AS kemarin berguguran, dan aset-aset safe haven menguat. Dolar juga merupakan aset safe haven, tetapi masih kalah safe haven ketika berhadapan dengan yen. Hal tersebut terjadi karena Negeri Matahari Terbit merupakan negara kreditur terbesar di dunia.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan Jepang yang dikutip CNBC International, jumlah aset asing yang dimiliki pemerintah, swasta, dan individual Jepang mencapai US$ 3,1 triliun di tahun 2018. Status tersebut mampu dipertahankan dalam 28 tahun berturut-turut.

Saat terjadi gejolak di pasar finansial, para investor asal Jepang akan merepatriasi dananya di luar negeri, sehingga arus modal kembali masuk ke Negeri Matahari Terbit tersebut, dan yen menjadi menguat.

[Gambas:Video CNBC]





TIM RISET CNBC INDONESIA 
(pap/pap) Next Article Sepekan Naik 1,5%, Dolar AS di Level Tertinggi 7 Bulan vs Yen

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular