
Analisis Teknikal
Tak Ada Suku Bunga Negatif di AS, Rupiah Siap-siap Melemah
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 May 2020 08:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (13/5/2020) kemarin, bahkan menjadi yang terbaik di Asia. Penguatan rupiah tidak mulus, beberapa kali sempat masuk ke zona merah sebelum akhirnya menguat 0,2% ke Rp 14.850/US$.
Sentimen pelaku pasar yang kurang bagus akibat adanya risiko penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) membuat rupiah sedikit tertekan. Beruntung, dolar AS dalam mode "defensif" akibat isu suku bunga negatif yang bisa diterapkan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Tetapi isu tersebut akhirnya dikesampingkan oleh ketua The Fed, Jerome Powell, saat berbicara di hadapan Kongres AS. Powell mengatakan The Fed tidak memiliki rencana untuk menerapkan suku bunga negatif, tetapi instrument lainnya akan dimaksimalkan.
"Kami akan menggunakan instrumen yang kami miliki secara penuh sampai krisis ini terlalui dan pemulihan ekonomi mulai terjadi. Namun suku bunga negatif bukan sesuatu yang kami pertimbangkan," kata Powell dalam paparan di hadapan Kongres AS secara virtual.
Dikesampingkannya suku bunga negatif tentunya membuat dolar AS kembali perkasa dan rupiah berisiko melemah pada perdagangan hari ini, Kamis (14/5/2020).
Apalagi, Powell memberikan outlook yang agak suram terkait ekonomi Paman Sam, yang diprediksi membutuhkan waktu lama untuk bangkit.
"Akan butuh waktu untuk kembali seperti sebelum sekarang. Pemulihan kemungkinan akan terjadi dalam tempo yang lebih lebih lambat dari perkiraan," kata Powell.
Selama risiko kesehatan (bahkan kehilangan nyawa) masih tinggi, Powell menegaskan akan sulit bagi dunia usaha untuk menggenjot ekspansi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja menjadi sangat terbatas (bahkan berkurang drastis) sehingga rumah tangga juga mengalami penurunan pendapatan.
"Ini membuat ekonomi akan mengalami periode produktivitas rendah dan pendapatan yang stagnan dalam waktu yang lebih lama. Dukungan fiskal mungkin membutuhkan biaya yang tidak murah, tetapi layak jika mampu membantu menghindari kerusakan ekonomi jangka panjang dan memperkuat peluang menuju pemulihan," papar Powell.
Pernyataan Powell tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan hal tersebut menjadi kabar kurang bagus bagi rupiah. Sebaliknya, dolar AS yang menyandang status safe haven akan diuntungkan.
Analisis Teknikal
Rupiah atau yang disimbolkan USD/IDR kemarin berhasil mencapai support (tahanan bawah) berada di kisaran Rp 14.835-14.800/US$.
Melihat indikator stochastic pada grafik harian masih berada di level jenuh jual (oversold) dalam waktu yang cukup lama, risiko koreksi rupiah cukup besar selama tertahan di atas support tersebut.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah oversold (di atas bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik naik. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang naik, yang artinya dolar AS berpeluang menguat setelah stochastic mencapai oversold.
Selama tertahan di atas support, Mata Uang Garuda berisiko terkoreksi ke Rp 14.930/US$, jika dilewati maka rupiah akan menuju level psikologis Rp 15.000/US$.
Sebaliknya jika support Rp 14.835-14.800/US$ hari ini berhasil ditembus, rupiah berpotensi menguat menuju Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%.
Resisten (tahanan atas) yang kuat berada di kisaran Rp 15.090 -15.100/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 50%. Resisten tersebut sukses menahan pelemahan rupiah pada perdagangan Selasa dan Rabu lalu.
Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
Selama tertahan di bawah Fib. 50% tersebut, ke depannya peluang penguatan rupiah masih terbuka.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Sentimen pelaku pasar yang kurang bagus akibat adanya risiko penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) membuat rupiah sedikit tertekan. Beruntung, dolar AS dalam mode "defensif" akibat isu suku bunga negatif yang bisa diterapkan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Tetapi isu tersebut akhirnya dikesampingkan oleh ketua The Fed, Jerome Powell, saat berbicara di hadapan Kongres AS. Powell mengatakan The Fed tidak memiliki rencana untuk menerapkan suku bunga negatif, tetapi instrument lainnya akan dimaksimalkan.
"Kami akan menggunakan instrumen yang kami miliki secara penuh sampai krisis ini terlalui dan pemulihan ekonomi mulai terjadi. Namun suku bunga negatif bukan sesuatu yang kami pertimbangkan," kata Powell dalam paparan di hadapan Kongres AS secara virtual.
Dikesampingkannya suku bunga negatif tentunya membuat dolar AS kembali perkasa dan rupiah berisiko melemah pada perdagangan hari ini, Kamis (14/5/2020).
Apalagi, Powell memberikan outlook yang agak suram terkait ekonomi Paman Sam, yang diprediksi membutuhkan waktu lama untuk bangkit.
"Akan butuh waktu untuk kembali seperti sebelum sekarang. Pemulihan kemungkinan akan terjadi dalam tempo yang lebih lebih lambat dari perkiraan," kata Powell.
Selama risiko kesehatan (bahkan kehilangan nyawa) masih tinggi, Powell menegaskan akan sulit bagi dunia usaha untuk menggenjot ekspansi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja menjadi sangat terbatas (bahkan berkurang drastis) sehingga rumah tangga juga mengalami penurunan pendapatan.
"Ini membuat ekonomi akan mengalami periode produktivitas rendah dan pendapatan yang stagnan dalam waktu yang lebih lama. Dukungan fiskal mungkin membutuhkan biaya yang tidak murah, tetapi layak jika mampu membantu menghindari kerusakan ekonomi jangka panjang dan memperkuat peluang menuju pemulihan," papar Powell.
Pernyataan Powell tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan hal tersebut menjadi kabar kurang bagus bagi rupiah. Sebaliknya, dolar AS yang menyandang status safe haven akan diuntungkan.
Analisis Teknikal
Rupiah atau yang disimbolkan USD/IDR kemarin berhasil mencapai support (tahanan bawah) berada di kisaran Rp 14.835-14.800/US$.
Melihat indikator stochastic pada grafik harian masih berada di level jenuh jual (oversold) dalam waktu yang cukup lama, risiko koreksi rupiah cukup besar selama tertahan di atas support tersebut.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah oversold (di atas bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik naik. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang naik, yang artinya dolar AS berpeluang menguat setelah stochastic mencapai oversold.
![]() Foto: Refinitiv |
Selama tertahan di atas support, Mata Uang Garuda berisiko terkoreksi ke Rp 14.930/US$, jika dilewati maka rupiah akan menuju level psikologis Rp 15.000/US$.
Sebaliknya jika support Rp 14.835-14.800/US$ hari ini berhasil ditembus, rupiah berpotensi menguat menuju Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%.
Resisten (tahanan atas) yang kuat berada di kisaran Rp 15.090 -15.100/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 50%. Resisten tersebut sukses menahan pelemahan rupiah pada perdagangan Selasa dan Rabu lalu.
Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
Selama tertahan di bawah Fib. 50% tersebut, ke depannya peluang penguatan rupiah masih terbuka.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular