
Sebuah Renungan
Sebenarnya Indonesia Sudah Siap Belum sih Hadapi Corona?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 March 2020 16:06

Tantangan Indonesia dari segi pembiayaan tak bisa dianggap sepele di tengah perekonomian global yang mengalami pengetatan likuiditas seperti sekarang ini.
Pertama dari segi pembiayaan domestik, likuiditas terbatas pasar obligasi domestik serta tingginya baiya pinjaman menjadi tantangan tersendiri. Untuk surat utang pemerintah bertenor 5 tahun dan 10 tahun sendiri yieldnya sudah mencapai masing-masing 7,54% dan 8,32%.
Kedua dari opsi penerbitan surat utang global baik yang berdenominasi dolar, euro maupun yen, ada risiko pelemahan rupiah di sana. Apalagi sejak 27 Februari lalu ketika lonjakan wabah COVID-19 terjadi, nilai tukar rupiah terus terpuruk.
Nilai tukar rupiah terus merosot. Pada 27 Februari, untuk US$ 1 dibanderol dengan Rp 14.030, artinya rupiah sudah keluar dari zona penguatannya di tahun ini di kisaran Rp 13.000-an.
Setelah itu rupiah terus terdepresiasi di hadapan dolar AS. Pada 17 Maret 2020, rupiah sudah keluar dari level Rp 15.000/US$. Senin kemarin (23/3/2020), bahkan rupiah ditutup di level terendah sepanjang masa yakni di Rp 16.550/US$.
Belum lagi sekarang sudah akhir Maret. Mendekati bulan-bulan April-Juni yang merupakan periode pembagian dividen dan pembayaran utang luar negeri, rupiah bisa makin tertekan.
Kenaikan risiko investasi di Indonesia juga tercermin dari kenaikan nilai premi Credit Default Swap (CDS) untuk surat utang pemerintah bertenor 5 tahun dan 10 tahun.
Sejak penyebaran COVID-19 semakin meluas di tanah air dan rupiah terus terdepresiasi nilai premi CDS terus meroket hingga melebihi level 200 untuk tenor 5 tahun dan melampaui level 300 untuk tenor 10 tahun.
Tantangan pembiayaan ketiga yang dihadapi Indonesia adalah apakah pemerintah mampu mengakses pinjaman multilateral mengingat pinjaman dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) biasanya bersifat project based. Lagi pula Indonesia mungkin sudah tidak dapat memanfaatkan Deffered Drawdown Option (DDO) Bank Dunia maupun ADB, mengingat sudah digunakan pada 2016 lalu.
Perlu diketahui bersama DDO merupakan salah satu surat utang global yang diterbitkan pemerintah yang dijamin Bank Dunia maupun ADB sehingga biaya pinjamannya lebih murah.
Stimulus fiskal memang mutlak dibutuhkan di saat-saat seperti ini. Hal ini jelas berpotensi besar membuat defisit anggaran semakin lebar. Namun melihat tantangan yang ada, fiskal harus benar-benar dikelola dengan bijak/prudent. (twg)
Pertama dari segi pembiayaan domestik, likuiditas terbatas pasar obligasi domestik serta tingginya baiya pinjaman menjadi tantangan tersendiri. Untuk surat utang pemerintah bertenor 5 tahun dan 10 tahun sendiri yieldnya sudah mencapai masing-masing 7,54% dan 8,32%.
Nilai tukar rupiah terus merosot. Pada 27 Februari, untuk US$ 1 dibanderol dengan Rp 14.030, artinya rupiah sudah keluar dari zona penguatannya di tahun ini di kisaran Rp 13.000-an.
Setelah itu rupiah terus terdepresiasi di hadapan dolar AS. Pada 17 Maret 2020, rupiah sudah keluar dari level Rp 15.000/US$. Senin kemarin (23/3/2020), bahkan rupiah ditutup di level terendah sepanjang masa yakni di Rp 16.550/US$.
Belum lagi sekarang sudah akhir Maret. Mendekati bulan-bulan April-Juni yang merupakan periode pembagian dividen dan pembayaran utang luar negeri, rupiah bisa makin tertekan.
Kenaikan risiko investasi di Indonesia juga tercermin dari kenaikan nilai premi Credit Default Swap (CDS) untuk surat utang pemerintah bertenor 5 tahun dan 10 tahun.
Sejak penyebaran COVID-19 semakin meluas di tanah air dan rupiah terus terdepresiasi nilai premi CDS terus meroket hingga melebihi level 200 untuk tenor 5 tahun dan melampaui level 300 untuk tenor 10 tahun.
Tantangan pembiayaan ketiga yang dihadapi Indonesia adalah apakah pemerintah mampu mengakses pinjaman multilateral mengingat pinjaman dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) biasanya bersifat project based. Lagi pula Indonesia mungkin sudah tidak dapat memanfaatkan Deffered Drawdown Option (DDO) Bank Dunia maupun ADB, mengingat sudah digunakan pada 2016 lalu.
Perlu diketahui bersama DDO merupakan salah satu surat utang global yang diterbitkan pemerintah yang dijamin Bank Dunia maupun ADB sehingga biaya pinjamannya lebih murah.
Stimulus fiskal memang mutlak dibutuhkan di saat-saat seperti ini. Hal ini jelas berpotensi besar membuat defisit anggaran semakin lebar. Namun melihat tantangan yang ada, fiskal harus benar-benar dikelola dengan bijak/prudent. (twg)
Next Page
BI dengan Amunisinya, Siap Siaga
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular