Stimulus BI Belum Manjur Angkat Bursa, IHSG Merosot 1,68%

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 March 2020 17:07
Stimulus BI Belum Manjur Angkat Bursa, IHSG Merosot 1,68%
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Jumat 28/2/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1% di perdagangan sesi I Senin (2/3/2020) setelah adanya laporan 2 orang warga di Indonesia positif mengidap virus corona.

Presiden Joko Widodo mengungkap, dua orang yang positif corona tersebut merupakan ibu dan anak, masing-masing berusia 64 tahun dan 31 tahun.

"Dicek dan tadi pagi saya dapat laporan dari Pak Menkes bahwa ibu ini dan putrinya positif corona," kata Jokowi tanpa menjelaskan lebih detil, Senin (2/3/2020).

Jokowi mengungkapkan hal tersebut beberapa menit sebelum penutupan perdagangan sesi I, dampaknya IHSG langsung merosot dan menutup perdagangan sesi I di 5.397,311, melemah 1,02%. Padahal di awal perdagangan, IHSG sempat menguat 0,7% di 5.491,135.

Di perdagangan sesi II, kinerja IHSG belum membaik, meski Bank Indonesia menggelontorkan stimulus moneter guna meredam dampak virus corona ke perekonomian.

IHSG mengakhiri perdagangan sesi II di level 5.361,246 atau merosot 1,68%. Nilai transaksi di perdagangan sesi I sebesar Rp 6,91 triliun, dengan investor asing melakukan jual bersih Rp 325,37,21 miliar.



Dari 9 sektor di IHSG, hanya sektor aneka industri yang menguat sebesar 2,23%. Sementara 8 sektor lainnya melemah, bahkan sektor finansial memimpin penurunan sebesar 3,05% meski BI sudah menggelontorkan stimulus moneter termasuk melonggarkan Giro Wajib Minimum (GWM).

Dalam konferensi pers setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini, Gubernur Perry Warjiyo mengumumkan lima kebijakan yang akan diterapkan guna meredam dampak virus corona.

Pertama adalah meningkatkan intensitas intervensi di pasar keuangan baik di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN).

Kedua adalah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) valas dari 8% terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi 4% DPK, berlaku mulai 16 Maret. Penurunan ini akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan US$ 3,2 miliar.

"Kami harapkan ini akan memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah. Perbankan akan lebih mampu memasok pasar valas," kata Perry.

Ketiga adalah BI juga menurunkan GWM rupiah sebesar 50 basis poin (bps) khusus kepada bank yang melakukan kegiatan ekspor-impor, berlaku mulai 1 April selama sembilan bulan. BI menilai eksportir dan importir memang kesulitan setelah merebaknya virus corona.

"Importir yang semula ingin mengimpor dari China kalau mau mengimpor dari negara lain biayanya lebih mahal. Penurunan 50 bps ini dapat mempermudah dunia usaha melalui biaya yang lebih murah. Bank akan lebih mampu membiayai kegiatan ekspor-impor sekaligus mengompensasi kenaikan biaya tadi," jelas Perry.

Keempat, BI memperluas jenis dan cakupan underlying investor asing di dalam melakukan lindung nilai, termasuk kalau mau masuk ke pasar DNDF. Memang kalau ingin mengakses DNDF, partisipan harus punya underlying yang jelas seperti kebutuhan impor, pembayaran utang luar negeri, dan sebagainya.



"Bagi investor asing yang menjual kepemilikan SBN dan memasukkan ke rekening rupiah di Indonesia, bisa digunakan sebagai underlying DNDF. Bagi investor asing, tidak perlu melakukan indung nilai melalui offshore NDF," tegas Perry.

Langkah kelima, demikian Perry, adalah investor global dapat menggunakan bank kustodi baik global maupun domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia. Jadi tidak hanya bank asing, bank lokal juga sudah mampu menyediakan jasa kustodi.

Pengumuman dari BI tersebut belum mampu mengangkat kinerja IHSG, hingga membukukan pelemahan 7 hari beruntun.

[Gambas:Video CNBC]




Masuknya wabah virus corona ke RI tentunya memberikan pukulan telak bagi pasar finansial dalam negeri. Sepanjang pelan lalu, IHSG mengalami aksi jual akibat penyebaran virus corona yang cepat di luar China. 

Lonjakan kasus virus corona terjadi di Korea Selatan (Korsel), Italia, dan Iran. Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE jumlah kasus virus corona di Korsel kini mencapai 4.212 kasus, dengan 17 orang meninggal dunia, di Italia ada 1.694 kasus dengan 34 orang meninggal dunia, dan Iran 978 kasus dengan 54 orang meninggal dunia.

Jumlah korban meninggal di Iran kini menjadi yang terbanyak kedua setelah China yang merupakan pusat wabah virus corona.

Secara global, virus corona sudah memakan korban jiwa lebih dari 3.000 orang, dan menjangkiti lebih dari 89.000 orang.



Selain virus corona itu sendiri, yang ditakutkan oleh pelaku pasar adalah pelambatan ekonomi global akibat wabah tersebut, sehingga memicu aksi jual di bursa saham global, termasuk di Indonesia sepanjang pekan lalu.

Lembaga riset global, Moody's Analytics, memprediksi virus corona Wuhan (Covid-19) dapat menekan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 menjadi tinggal 5,4% dari angka pertumbuhan tahun lalu 6%.

"Di dalam skenario dasar kami, kemungkinan besar penyebaran wabah akan tetap tertahan di China dan masih akan terjadi pada musim semi. Ekonomi China akan berkontraksi pada kuartal pertama tahun ini, dan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terpangkas menjadi 5,4%," ujar Mark Zandi, Chief Economist Moody's Analytics dalam risetnya, Rabu (26/2/20).

Selain berdampak pada ekonomi China, ekonomi AS juga akan diprediksi akan melambat 0,6 ppt (persentase poin) dan hanya dapat tumbuh 1,3% pada kuartal I-2020.

Tahun ini, ekonomi AS diprediksi melambat 0,2 ppt dari prediksi awal 2% atau artinya hanya tumbuh 1,7%.

Dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di China dan AS itu, maka dampaknya diprediksi dapat membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat 0,4 ppt menjadi 2,4% tahun ini dari prediksi awal 2,8%

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam acara Economic Outlook 2020 CNBC Indonesia di The Ritz Carlton Ballroom, Pasific Place, Jakarta, Rabu (26/2/2020) menyatakan jika perekonomian China melambat 1%, maka pertumbuhan ekonomi RI bisa terpangkas 0,3-0,6%. Itu baru China saja, belum lagi negara-negara lainnya yang terdampak virus corona dan juga punya hubungan dagang yang besar dengan Indonesia seperti AS, Singapura, Jepang, dan Korsel, tentunya ekonomi Indonesia bisa lebih tertekan.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular