
Kejutan dari China & Stimulus BI Buat IHSG Melesat 1,78%
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 April 2020 16:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat di perdagangan sesi I Selasa (14/4/2020) setelah perekonomian China kembali menunjukkan tanda-tanda kebangkitan.
IHSG langsung menguat dan tidak sekalipun masuk ke zona merah. Level tertinggi intraday yang dicapai 4.670,603 atau menguat 1,01%. Di akhir perdagangan sesi I, penguatan IHSG terpangkas menjadi 0,45% di 4.633,670.
Berdasarkan data RTI, nilai transaksi sepanjang sesi I sebesar Rp 2,91 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 254,29 miliar di pasar reguler dan non-reguler.
Memasuki perdagangan sesi II, penguatan IHSG semakin terakselerasi, bahkan beberapa menit jelang penutupan perdagangan melesat hingga berakhir di level 4.706,491, menguat 1,78%. Level penutupan tersebut sekaligus merupakan level tertinggi intraday hari ini.
Sepanjang perdagangan hari ini, tercatat nilai transaksi sebesar 6,03 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih senilai Rp 427,03 miliar.
Penguatan IHSG mengikuti pergerakan bursa saham utama Asia lainnya pada hari ini. Indeks Nikkei Jepang memimpin penguatan sebesar 3,13%, disusul Kospi Korea Selatan 1,72%. Sementara indeks Shanghai Composite China dan Hang Seng Hong Kong menguat 1,6% dan 0,56%.
Rilis data neraca perdagangan China bulan Maret memberikan sentimen positif ke pasar finansial. Memang ekspor dan impor Negeri Tiongkok menunjukkan penurunan, tetapi tidak seburuk prediksi pelaku pasar.
Ekspor China denominasi dolar AS pada bulan Maret turun 6,6% year-on-year (YoY) jauh lebih baik dibandingkan prediksi Reuters yakni penurunan sebesar 14% YoY. Sementara impor pada periode yang sama turun 0,9% YoY, lebih bagus daripada prediksi penurunan 9,5% YoY.
Akibatnya neraca dagang China mengalami surplus US$ 19,9 miliar, lebih tinggi ketimbang prediksi US$ 18,55 miliar.
Untuk denominasi yuan, ekspor hanya turun 3,5%, sementara impor naik 2,4%, sehingga neraca perdagangan denominasi yuan surplus 139 miliar yuan.
Rilis data yang lebih baik dari prediksi menunjukkan roda perekonomian China mulai berputar kembali pasca dihantam pandemi virus corona (COVID-19). Apalagi penyebaran virus corona sudah menunjukkan pelambatan.
Meski di beberapa wilayah kembali mengalami peningkatan, tetapi secara global berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus secara penambahan jumlah kasus COVID-19 sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu. Terbaru, pada 12 April terjadi penambahan kasus 5,32% sehingga total menjadi 1,696 juta kasus.
Selain itu dari dalam negeri, pelaku pasar juga menyambut baik pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI). Gubernur BI, Perry Warjiyo, melalui video conference mengumumkan Perry mengumumkan suku bunga (7 Day Reverse Repo rate) tetap sebesar 4,5%, lending facility menjadi 5,25% dan deposit facility 3,75%.
Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas eksternal di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang saat ini masih relatif tinggi, meskipun BI tetap melihat adanya ruang penurunan suku bunga dengan rendahnya tekanan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tetapi Perry menegaskan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19, Bank Indonesia akan meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas (quantitative easing).
"Untuk dukung upaya pemulihan ekonomi nasional, BI melakukan pelonggaran moneter," kata Perry, Selasa (14/4/2020).
"BI menurunkan GWM rupiah sebesar 200 bps untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk bank umum syariah. Berlaku 1 Mei 2020," imbuh Perry.
Perry mengatakan, dengan penurunan GWM tersebut maka akan tersedia likuiditas tambahan hingga Rp 102 triliun.
Selain itu BI juga melakukan ekspansi operasi moneter melalui penyediaan term-repo kepada bank-bank dan korporasi dengan transaksi underlying SUN/SBSN dengan tenor sampai dengan 1 (satu) tahun.
BI juga tidak memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah untuk periode 1 (satu) tahun, mulai berlaku 1 Mei 2020.
Penurunan GWM tersebut tentunya disambut baik sektor perbankan, meski belum sempat direspon secara penuh mengingat perdagangan di Bursa Efek Indonesia berakhir pukul 15:00 WIB.
Dari laintai bursa, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menguat 0,7% di level Rp 27.575/saham, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga naik 4,69% di level Rp 2.900/saham.
Kemudian PT Bank Mandiri Tbk (BRMI) juga ditutup naik 2,24% di level Rp 4.570/saham, dan sepekan terakhir minus 12.12%. Kapitalisasi BMRI mencapai Rp 213,27 triliun.
Saham bank lainnya yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), juga naik 4,01% di level Rp 4.150/saham. Penguatan cukup besar dibukukan saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang naik 7,61%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ramai Sentimen tapi Sepi Transaksi, IHSG Cuma Menguat 0,15%
IHSG langsung menguat dan tidak sekalipun masuk ke zona merah. Level tertinggi intraday yang dicapai 4.670,603 atau menguat 1,01%. Di akhir perdagangan sesi I, penguatan IHSG terpangkas menjadi 0,45% di 4.633,670.
Berdasarkan data RTI, nilai transaksi sepanjang sesi I sebesar Rp 2,91 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 254,29 miliar di pasar reguler dan non-reguler.
Memasuki perdagangan sesi II, penguatan IHSG semakin terakselerasi, bahkan beberapa menit jelang penutupan perdagangan melesat hingga berakhir di level 4.706,491, menguat 1,78%. Level penutupan tersebut sekaligus merupakan level tertinggi intraday hari ini.
Sepanjang perdagangan hari ini, tercatat nilai transaksi sebesar 6,03 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih senilai Rp 427,03 miliar.
Penguatan IHSG mengikuti pergerakan bursa saham utama Asia lainnya pada hari ini. Indeks Nikkei Jepang memimpin penguatan sebesar 3,13%, disusul Kospi Korea Selatan 1,72%. Sementara indeks Shanghai Composite China dan Hang Seng Hong Kong menguat 1,6% dan 0,56%.
Rilis data neraca perdagangan China bulan Maret memberikan sentimen positif ke pasar finansial. Memang ekspor dan impor Negeri Tiongkok menunjukkan penurunan, tetapi tidak seburuk prediksi pelaku pasar.
Ekspor China denominasi dolar AS pada bulan Maret turun 6,6% year-on-year (YoY) jauh lebih baik dibandingkan prediksi Reuters yakni penurunan sebesar 14% YoY. Sementara impor pada periode yang sama turun 0,9% YoY, lebih bagus daripada prediksi penurunan 9,5% YoY.
Akibatnya neraca dagang China mengalami surplus US$ 19,9 miliar, lebih tinggi ketimbang prediksi US$ 18,55 miliar.
Untuk denominasi yuan, ekspor hanya turun 3,5%, sementara impor naik 2,4%, sehingga neraca perdagangan denominasi yuan surplus 139 miliar yuan.
Rilis data yang lebih baik dari prediksi menunjukkan roda perekonomian China mulai berputar kembali pasca dihantam pandemi virus corona (COVID-19). Apalagi penyebaran virus corona sudah menunjukkan pelambatan.
Meski di beberapa wilayah kembali mengalami peningkatan, tetapi secara global berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus secara penambahan jumlah kasus COVID-19 sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu. Terbaru, pada 12 April terjadi penambahan kasus 5,32% sehingga total menjadi 1,696 juta kasus.
Selain itu dari dalam negeri, pelaku pasar juga menyambut baik pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI). Gubernur BI, Perry Warjiyo, melalui video conference mengumumkan Perry mengumumkan suku bunga (7 Day Reverse Repo rate) tetap sebesar 4,5%, lending facility menjadi 5,25% dan deposit facility 3,75%.
Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas eksternal di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang saat ini masih relatif tinggi, meskipun BI tetap melihat adanya ruang penurunan suku bunga dengan rendahnya tekanan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tetapi Perry menegaskan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19, Bank Indonesia akan meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas (quantitative easing).
"Untuk dukung upaya pemulihan ekonomi nasional, BI melakukan pelonggaran moneter," kata Perry, Selasa (14/4/2020).
"BI menurunkan GWM rupiah sebesar 200 bps untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk bank umum syariah. Berlaku 1 Mei 2020," imbuh Perry.
Perry mengatakan, dengan penurunan GWM tersebut maka akan tersedia likuiditas tambahan hingga Rp 102 triliun.
Selain itu BI juga melakukan ekspansi operasi moneter melalui penyediaan term-repo kepada bank-bank dan korporasi dengan transaksi underlying SUN/SBSN dengan tenor sampai dengan 1 (satu) tahun.
BI juga tidak memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah untuk periode 1 (satu) tahun, mulai berlaku 1 Mei 2020.
Penurunan GWM tersebut tentunya disambut baik sektor perbankan, meski belum sempat direspon secara penuh mengingat perdagangan di Bursa Efek Indonesia berakhir pukul 15:00 WIB.
Dari laintai bursa, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menguat 0,7% di level Rp 27.575/saham, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga naik 4,69% di level Rp 2.900/saham.
Kemudian PT Bank Mandiri Tbk (BRMI) juga ditutup naik 2,24% di level Rp 4.570/saham, dan sepekan terakhir minus 12.12%. Kapitalisasi BMRI mencapai Rp 213,27 triliun.
Saham bank lainnya yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), juga naik 4,01% di level Rp 4.150/saham. Penguatan cukup besar dibukukan saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang naik 7,61%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ramai Sentimen tapi Sepi Transaksi, IHSG Cuma Menguat 0,15%
Most Popular