Newsletter

Sekadar Mengingatkan, Wall Street Amblas 4% Lho...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 February 2020 06:01
Sekadar Mengingatkan, Wall Street Amblas 4% Lho...
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Hancur-lebur. Mungkin kata itu yang bisa menggambarkan kondisi pasar keuangan Indonesia pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sampai harga obligasi pemerintah terkoreksi begitu dalam.

Kemarin, IHSG ditutup anjlok 2,69%. Bursa saham utama Asia lainnya bergerak variatif cenderung melemah, tetapi pelemahan IHSG adalah yang paling parah.

 


Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berakhir melemah 0,75% di pasar spot. Depresiasi ini membuat rupiah melemah selama delapan hari perdagangan beruntun. Dalam delapan hari tersebut, pelemahan rupiah mencapai 2,78%.




Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun melonjak 13,5 basis poin (bps). Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini sedang amblas akibat tekanan jual. Tidak hanya untuk tenor 10 tahun, kenaikan yield pun terjadi di hampir seluruh tenor.




Kekhawatiran terhadap penyebaran virus corona yang semakin masif membuat pelaku pasar panik. Sekarang yang menjadi kekhawatiran bergeser ke penyebaran di luar China.

Mengutip data satelit pemetaan ArcGis pada Jumat (28/2/2020) pukul 00:23 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia adalah 82.550. Kasus di China memang masih yang tertinggi yaitu 78.497.

Namun kasus di luar China kian mengkhawatirkan. Di Korea Selatan sudah ada 1.766 kasus, Italia 528 kasus, Iran 245 kasus, kemudian Jepang 189 kasus.

Penyebaran corona yang semakin luas terlihat dari kian banyaknya negara yang melaporkan kasus perdana mereka. Misalnya Afganistan, Denmark, atau Estonia.

Korban jiwa pun semakin bertambah menjadi 2.810 orang. Di luar China, korban meninggal ada di Iran (26), Italia (14), Korea Selatan (13), Jepang (3), kapal pesiar Diamond Princess (3), Prancis (2), Hong Kong (2), Taiwan (1), dan Filipina (1).


"Tidak ada negara yang boleh merasa aman, itu fatal sekali. Virus ini punya potensi menjadi pandemi," tegas Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seperti diberitakan Reuters.

Virus corona bisa memiliki dampak yang lebih parah ketimbang perang dagang bagi perekonomian dunia. Perang dagang membuat harga barang lebih mahal karena dikenakan bea masuk, tetapi barangnya tetap ada. Corona bisa membuat parang menjadi hilang, atau minimal langka di pasaran.

Gara-gara virus corona, aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Karyawan tidak bekerja, mahasiswa tidak kuliah, siswa tidak sekolah, pelancong tidak bepergian. Pabrik-pabrik minim berproduksi, aktivitas ekspor-impor lesu, pariwisata kurang peminat.

Paling parah tentu terjadi di China, episentrum penyebaran virus corona. "Kami memperkirakan baru dua pertiga pekerja yang kembali bekerja dan hanya 40% perusahaan yang sudah memulai kembali aktivitasnya selepas libur Imlek," sebut riset Nomura.

Artinya, proses produksi di China bakal terganggu karena karyawan tidak berani keluar rumah akibat virus corona yang bergentayangan. Padahal saat ini peran China begitu penting dalam rantai pasok global.

Ma Tieying, Ekonom DBS, menyoroti bahwa China menyumbang 30-40% dari total ekspor produk tekstil dan alas kaki global. Selain itu, sekitar 20% ekspor mesin dan peralatan listrik dunia berasal dari Negeri Tirai Bambu.

Jadi jangan heran kalau investor cemas bukan main akibat penyebaran virus corona. Kecemasan itu diwujudkan dengan melepas aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.


 

[Gambas:Video CNBC]



Beralih ke New York, tiga indeks utama di bursa saham Wall Street ditutup melemah signifikan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) amblas 4,44%, S&P 500 anjlok 4,43%, dan Nasdaq Composite ambrol 4,61%.

Ketakutan terhadap virus corona juga melanda bursa saham New York. Apalagi US Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan ada kasus penderita corona di California, padahal sang pasien tidak punya catatan hubungan dengan penderita lainnya atau pernah berkunjung ke negara yang berisiko.


"Dalam beberapa pekan terakhir, pasar akhirnya menyadari bahwa penyebaran virus bisa seburuk ini. Sekarang investor sedang melakukan kalkulasi ulang dampak virus corona terhadap perekonomian," kata Philip Marey, Senior US Strategist di Rabobank, seperti diberitakan Reuters.

Sejumlah institusi mulai mengeluarkan proyeksi yang mengerikan. Goldman Sachs memperkirakan laba per saham (EPS) emiten di Wall Street pada 2020 secara rata-rata adalah US$ 165. Tidak tumbuh dibandingkan 2019.

Dalam waktu dekat, Goldman Sachs memperkirakan indeks S&P 500 bisa berada di kisaran 2.900. Artinya, indeks S&P masih bakal terkoreksi lagi sekitar 14%.

Kemudian Bank of America (BofA) memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada 2020 adalah 2,8%, direvisi dari proyeksi sebelumnya yaitu 3,2%. Kalau ramalan itu terwujud, maka menjadi yang terendah sejak 2009.

"Jadi ini (virus corona) bukan hanya masalah China, tetapi dunia. Begitu banyak ketidakpastian akibat virus ini, dan sangat mungkin berbagai proyeksi juga menujukkan reaksi yang berlebihan. Sebab memang tidak ada yang tahu," tegas Willie Delwiche, Investment Strategist di Robert W Baird yang berbasis di Milwaukee, seperti diwartakan Reuters.

 

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kabar dari Wall Street yang sangat mengkhawatirkan. Melihat Wall Street yang merah padam, bisa jadi investor di pasar keuangan Asia sudah jiper duluan.

Sentimen kedua adalah penyebaran virus corona yang semakin luas. Di Jerman, yang memiliki 26 kasus corona, Menteri Kesehatan Jens Spahn meminta pemerintah daerah, rumah sakit, dan tenaga kesehatan meningkatkan kualitas perencanaan mereka. Spahn menegaskan sudah sulit melacak jejak patient zero yang membawa virus corona ke Negeri Panser.


Kemudian di Jepang, Perdana Menteri Shinzo Abe meminta sekolah-sekolah negeri diliburkan selama beberapa pekan mulai 2 Maret. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut.

"Kita menghadapi krisis di depan. Sebuah epidemi akan datang," kata Emmanuel Macron, Presiden Prancis, seperti diberitakan Reuters. Ada 18 kasus corona di Negeri Anggur, dua di antaranya tutup usia.

Semakin banyak terdengar kabar soal serangan virus corona, semakin banyak negara baru yang terinfeksi, maka semakin paniklah pelaku pasar. Kalau sudah panik, aset-aset berisiko akan mengalami tekanan jual dahsyat (sell-off). Jadi IHSG, rupiah, dan Surat Berharga Negara (SBN) sepertinya belum akan aman hari ini.

Namun bukan berarti tidak ada harapan. Sebab sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang cenderung melemah, artinya ada ruang bagi rupiah untuk 'balas dendam'.

Pada pukul 03:49 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback) di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah sampai 0,49%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah terkoreksi 1,37%.




Pelemahan dolar AS terjadi seiring menebalnya keyakinan pasar bahwa The Federal Reserves/ The Fed (bank sentral Negeri Adidaya) akan menurunkan suku bunga acuan sebagai langkah antisipasi dampak virus corona. Mengutip CME FedWatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 bps menjadi 1,25-1,5% dalam rapat 18 Maret mendatang adalah 63,1%. Lebih tinggi ketimbang probabilitas tetap di 1,5-1,75% yaitu 36,9%.

CME FedWatch
 
"Penurunan suku bunga acuan kembali mendapat momentum. Bahkan peluangnya lebih besar ketimbang penurunan di Zona Euro," kata Lan Nguyen, Analis di Commerzbank, seperti dikutip dari Reuters.

Penurunan suku bunga acuan bisa membuat berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik karena imbalan juga pasti turun. Ini membuat dolar AS kehilangan pamornya dan mengalami tekanan jual.

Rupiah bisa memanfaatkan ini dengan mencetak penguatan. Lagipula rupiah sudah terlalu lama menderita, dalam sebulan terakhir pelemahannya mencapai 3,16%. Mata uang Ibu Pertiwi punya modal untuk technical rebound.

Namun apakah peluang itu lebih besar dibandingkan kekhawatiran pasar terhadap virus corona? Hanya waktu yang akan memberi jawabnya...

 

Berikut adalah sejumlah rilis data dan agenda yang terjadwal untuk hari ini:
1. Rilis data penjualan ritel dan produksi industri Korea Selatan periode Januari (06:00 WIB).
2. Rilis data angka pengangguran, penjualan ritel, dan produksi industri Jepang periode Januari (06:30 WIB).
3. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Wahana Pronatural Tbk (09:00 WIB).
4. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Mitra Pemuda Tbk (10:00 WIB).
5. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Island Concepts Indonesia (14:00 WIB).
6. Rilis data angka pengangguran Jerman periode Januari (14:00 WIB).
7. Rilis data pertumbuhan ekonomi Turki periode kuartal IV-2019 (14:00 WIB).
8. Rilis data pembacaan final pertumbuhan ekonomi Prancis periode kuartal IV-2019 (14:45 WIB).
9. Rilis data Personal Consumption Expenditure AS periode Januari (20:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Februari 2020 YoY)

2,68%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2020)

4,75%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Cadangan devisa (Januari 2020)

US$ 131,7 miliar

 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular