Prediksi CAD Indonesia Melebar, Harga SUN Terjun Bebas

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
27 February 2020 20:53
Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup terkoreksi dalam jumlah besar setelah defisit neraca berjalan (CAD) tahun ini diprediksi melebar akibat virus corona.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup terkoreksi dalam jumlah besar setelah defisit neraca berjalan (CAD) tahun ini diprediksi melebar akibat virus corona Wuhan (Covid-19).

Dalam risetnya pagi ini, lembaga riset Fitch Solutions menilai CAD tahun ini akan melebar menjadi 2,5% PDB dari posisi 2019 yang hanya 2,2% PDB dan pertumbuhan ekonomi 2020 5,1%, di bawah prediksi pemerintah.

Pandangan Fitch Solutions itu lebih konservatif dengan melihat kemampuan pemerintah meluaskan sumber penerimaan, di tengah ancaman epidemik Covid-19.

Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.

Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling melemah adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 15,7 basis poin (bps) menjadi 5,84%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Kenaikan yield menjadi yang terbesar setidaknya sejak akhir 2018.

 

 

Yield Obligasi Negara Acuan 27 Feb'20

Seri

Jatuh tempo

Yield 26 Feb'20 (%)

Yield 27 Feb'20 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar PHEI 27 Feb'21 (%)

FR0081

5 tahun

5.687

5.844

15.70

5.8816

FR0082

10 tahun

6.581

6.716

13.50

6.7057

FR0080

15 tahun

7.094

7.246

15.20

7.2524

FR0083

20 tahun

7.319

7.382

6.30

7.3645

Sumber: Refinitiv

 

Koreksi harga obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah. Indeks tersebut turun 1,42 poin (0,51%) menjadi 277,82 dari posisi kemarin 279,24.

Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 543 bps, melebar dari posisi kemarin 527 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun 2,8 bps hingga 1,28% dari posisi kemarin 1,31%.

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

 

 

Yield US Treasury Acuan 27 Feb'20

Seri

Benchmark

Yield 26 Feb'20 (%)

Yield 27 Feb'20 (%)

Selisih (Inversi)

Satuan Inversi

UST BILL 2019

3 Bulan

1.518

1.48

3 bulan-5 tahun

39

UST 2020

2 Tahun

1.145

1.103

2 tahun-5 tahun

1.3

UST 2021

3 Tahun

1.125

1.085

3 tahun-5 tahun

-0.5

UST 2023

5 Tahun

1.128

1.09

3 bulan-10 tahun

19.6

UST 2028

10 Tahun

1.31

1.284

2 tahun-10 tahun

-18.1

Sumber: Refinitiv

 

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.053 triliun SBN, atau 37,38% dari total beredar Rp 2.818 triliun berdasarkan data per 26 Februari.

Angka itu menunjukkan kepemilikan investor asing masih keluar dari pasar SUN senilai Rp 11,6 triliun sejak akhir pekan lalu, sedangkan sejak awal bulan masih defisit Rp 23,24 triliun.

Sejak awal tahun ini, posisi investor asing sudah negatif Rp 8,04 triliun dibanding posisi akhir Desember 2019 Rp 1.061,86 triliun, sehingga persentasenya masih turun dari 38,57% pada periode yang sama.

Dari pasar surat utang negara berkembang dan maju, penguatan harga terjadi secara luas sehingga yield mayoritas obligasi negara turun.

Hal tersebut mencerminkan investor global sedang memburu obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen negatif virus corona terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.

 

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang

Negara

Yield 26 Feb'20 (%)

Yield 27 Feb'20 (%)

Selisih (basis poin)

Brasil (BB-)

6.74

6.77

3.00

China (A+)

2.877

2.863

-1.40

Jerman (AAA)

-0.495

-0.53

-3.50

Prancis (AA)

-0.224

-0.237

-1.30

Inggris Raya (AA)

0.505

0.47

-3.50

India (BBB-)

6.346

6.379

3.30

Jepang (A)

-0.105

-0.103

0.20

Malaysia (A-)

2.846

2.853

0.70

Filipina (BBB)

4.333

4.342

0.90

Rusia (BBB)

6.1

6.15

5.00

Singapura (AAA)

1.514

1.461

-5.30

Thailand (BBB+)

1.06

1.09

3.00

Amerika Serikat (AAA)

1.31

1.282

-2.80

Afrika Selatan (BB+)

8.675

8.695

2.00

Sumber: Refinitiv



TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular