
Internasional
Belum Kelar Iran, Irak & Libya Buat Minyak Gonjang Ganjing
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
20 January 2020 13:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah menguat pada perdagangan pagi ini. West Texas Intermediate (WTI) naik senilai US$ 1,19 atau setara 2% menjadi US$ 59,73 sedangkan harga minyak Brent naik sebanyak US$ 1,15, atau 1,8%, menjadi US$ 66 per barel.
Kenaikan harga minyak disebabkan karena meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Di kala AS-Iran sedikit mereda, masalah kini muncul di Irak dan Libya.
Penghentian produksi dan ekspor terjadi di dua produsen utama OPEC ini. Konflik internal menjadi penyebab.
Irak, produsen terbesar kedua OPEC ini, menghentikan produksi ladang minyaknya karena kerusuhan yang meluas. Kerusuhan merupakan imbas dari ketidakpercayaan kelompok muda pada pemerintah.
Pada 30 Desember lalu, ratusan ribu orang menutup akses blok minyak Nasiriya, 300 kilometer di selatan Baghdad. Blok Nasiriya memproduksi 82 ribu barel minyak per hari (bph).
Penutupan juga dilakukan pendemo di ladang minyak Qayyarah. Hal tersebut menghentikan pengiriman 30 ribu bph minyak mentah.
Di Libya, dua ladang minyak utama di bagian barat daya El Sahara dan El Feel ditutup. Ini merupakan dampak dari dikuasainya pelabuhan minyak oleh pemberontak yang loyal pada Komandan Khalifa Haftar.
Penutupan minyak ini diprediksi menyebabkan produksi minyak Libya turun menjadi 72.000 barel per hari (bpd). Sebelumnya produksi minyak mencapai 1,2 juta bpd.
Persoalan di Libya sendiri memanas sejak tewasnya Pemimpin Libya Muammar Qadafi 2011 lalu. Haftar merupakan loyalis Qadafi, sementara pemerintah Libya sekarang didukung PBB.
Sementara itu, Kepala strategi pasar di CMC Markets, Michael McCarthy, mengatakan lonjakan harga minyak merupakan respons rasional terkait masalah Timur Tengah. Kekacauan di Libya khususnya membuat pasar gelisah.
"Tetapi penghentian sementara produksi di Irak akan berdampak lebih signifikan," tulis Bloomberg mengutip McCarthy.
Meski demikian, analis lainnya percaya bahwa kenaikan harga minyak akan terbatas. Pasalnya sikap reaktif pasar pada persoalan geopolitik cepat memudar.
"(Kenaikan) harga kemungkinan akan tetap dibatasi," kata Stephen Innes, ahli strategi Asia Pasifik di AxiTrader.
(sef/sef) Next Article Harga Minyak to The Moon di 2020? Ini Ramalan JPMorgan
Kenaikan harga minyak disebabkan karena meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Di kala AS-Iran sedikit mereda, masalah kini muncul di Irak dan Libya.
Pada 30 Desember lalu, ratusan ribu orang menutup akses blok minyak Nasiriya, 300 kilometer di selatan Baghdad. Blok Nasiriya memproduksi 82 ribu barel minyak per hari (bph).
Penutupan juga dilakukan pendemo di ladang minyak Qayyarah. Hal tersebut menghentikan pengiriman 30 ribu bph minyak mentah.
Di Libya, dua ladang minyak utama di bagian barat daya El Sahara dan El Feel ditutup. Ini merupakan dampak dari dikuasainya pelabuhan minyak oleh pemberontak yang loyal pada Komandan Khalifa Haftar.
Penutupan minyak ini diprediksi menyebabkan produksi minyak Libya turun menjadi 72.000 barel per hari (bpd). Sebelumnya produksi minyak mencapai 1,2 juta bpd.
Persoalan di Libya sendiri memanas sejak tewasnya Pemimpin Libya Muammar Qadafi 2011 lalu. Haftar merupakan loyalis Qadafi, sementara pemerintah Libya sekarang didukung PBB.
Sementara itu, Kepala strategi pasar di CMC Markets, Michael McCarthy, mengatakan lonjakan harga minyak merupakan respons rasional terkait masalah Timur Tengah. Kekacauan di Libya khususnya membuat pasar gelisah.
"Tetapi penghentian sementara produksi di Irak akan berdampak lebih signifikan," tulis Bloomberg mengutip McCarthy.
Meski demikian, analis lainnya percaya bahwa kenaikan harga minyak akan terbatas. Pasalnya sikap reaktif pasar pada persoalan geopolitik cepat memudar.
"(Kenaikan) harga kemungkinan akan tetap dibatasi," kata Stephen Innes, ahli strategi Asia Pasifik di AxiTrader.
(sef/sef) Next Article Harga Minyak to The Moon di 2020? Ini Ramalan JPMorgan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular