Emas akan Hadapi Pekan Berat, tapi Tetap Berpeluang Melesat!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 January 2020 15:31
Emas akan Hadapi Pekan Berat, tapi Tetap Berpeluang Melesat!
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia mengalami antiklimaks di pekan ini, pada perdagangan Rabu (8/1/2020) harga logam mulia ini melesat 2,35% ke level US$ 1,610,9/troy ons. Level tersebut merupakan harga emas tertinggi sejak Maret 2013.

Tetapi di akhir perdagangan kemarin, emas justru melemah 1,15% ke US$ 1.555,71/troy ons melansir data Refinitiv.

Penguatan tajam emas di awal perdagangan Rabu terjadi setelah Iran menyerang setidaknya dua pangkalan militer AS di Irak dengan rudal.

Sebelumnya Selasa pekan ini (7/1/2020), Iran mengatakan memiliki 13 skenario balas dendam kepada AS yang telah membunuh Jenderal Quds Force, pasukan elite Iran, Qassim Soleimani lewat serangan pesawat tanpa awak di Bandara Baghdad.


Jenderal Soleimani adalah sosok penting nomor dua di Iran dan dikenal sebagai tokoh revolusioner. Kurang dari 24 jam setelah ancaman tersebut, Iran benar-benar melakukan balas dendam.



Pelaku pasar dibuat cemas akan risiko terjadinya perang yang lebih besar, apalagi Presiden AS, Donald Trump, sebelumnya mengatakan akan melakukan serangan di 52 wilayah Iran seandainya Pemerintah Teheran melakukan balas dendam atas tewasnya Jendral Soleimani.

Tetapi, Presiden AS, Donald Trump, mendinginkan suasana. Dalam pidatonya pada Rabu malam Trump mengindikasikan tidak akan menggunakan kekuatan militer. Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan membuka peluang bernegosiasi dengan Iran.

"Kita semua harus bekerja sama untuk mencapai kesepakatan dengan Iran yang membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman dan damai" kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.

Pelaku pasar dibuat lega oleh pidato tersebut, kemungkinan terjadinya perang kedua negara mengecil, dan aset-aset berisiko kembali berjaya. Hal tersebut menjadi pukulan bagi emas, kenaikan tajam dalam beberapa hari terakhir membuatnya diterpa aksi ambil untung (profit taking) harganya pun berbalik melemah.

Pelemahan harga emas masih berlanjut pada hari Kamis sebesar 0,22%. Emas baru berhasil bangkit di hari Jumat (10/1/2020) setelah rilis data tenaga kerja AS yang mengecewakan.

Departemen Tenaga Kerja AS pada pukul 20:30 WIB melaporkan sepanjang bulan Desember perekonomian negeri Paman Sam menyerap 145.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, atau yang dikenal dengan istilah non-farm payroll. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya sebanyak 256.000 tenaga kerja.

Data lain yang tidak kalah mengecewakan adalah rata-rata upah per jam yang hanya naik 0,1% month-on-month (MoM), lebih rendah dibandingkan kenaikan bulan sebelumnya 0,3%. Rendahnya kenaikan rata-rata upah tentunya akan berdampak pada daya beli masyarakat, dan tentunya mempengaruhi prospek inflasi.



Untuk diketahui, data tenaga kerja dan inflasi merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga. The Fed akhir tahun lalu yang menyatakan suku bunga tidak akan dinaikkan di tahun ini.

Sikap The Fed tersebut menjadi salah satu alasan masih kuatnya harga emas di penghujung tahun 2019, meski ketika itu sentimen pelaku pasar sedang bagus-bagusnya dan bursa saham AS (Wall Street) terus mencetak rekor tertinggi. Di saat sentimen pelaku pasar sedang bagus dan bursa saham menguat, emas biasanya akan melemah.

Emas pada hari Jumat mengakhiri perdagangan di level US$ 1.562,03/troy ons, menguat 0,63% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam sepekan emas berhasil menguat 0,69%.

Penandatangan kesepakatan dagang AS-China akan menjadi tantangan yang berat bagi emas. Kedua negara rencananya akan meneken kesepakatan dagang fase I pada Rabu (15/1/2020) di Washington. Hal tersebut sudah dikonfirmasi oleh China. 

"Karena undangan dari AS, Liu He (Wakil Perdana Menteri China) akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Menteri Pertanian China Gao Feng, sebagaimana dikutip AFP.

Kesepakatan dagang fase I bisa menjadi awal berakhirnya perang dagang antara AS dengan China yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018, dan membuat perekonomian global melambat. Ketika perang dagang resmi berakhir, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi. 

Dalam kondisi tersebut, para investor biasanya akan kembali masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi. Emas yang merupakan aset tanpa imbal hasil akan menjadi tidak menarik lagi, dan harganya biasanya akan tertekan. 



Tetapi bukan berarti emas tidak bisa menguat lagi. Logam mulia ini masih bisa bersinar di pekan depan. Untuk diketahui di penghujung 2019 saat bursa saham AS (Wall Street) terus mencetak rekor tertinggi, harga emas yang seharusnya mengalami tekanan justru menguat, bahkan mengakhiri tahun 2019 di atas level US$ 1.500/troy ons. 

Hal ini menunjukkan, emas masih cukup berkilau di mata investor. Apalagi jika melihat kesepakatan dagang fase I yang sudah didengungkan sejak akhir tahun lalu, ada kemungkinan harga emas saat ini sudah price in atau menakar hal tersebut. Sehingga ditekennya kesepakatan dagang bisa jadi tidak akan berdampak signifikan terhadap harga emas. 

Seperti disebutkan di halaman sebelumnya, salah satu alasan emas masih tetap berkilau adalah The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Selain data tenaga kerja, inflasi AS juga merupakan acuan utama bank sentral paling powerful di dunia ini dalam menetapkan suku bunga. 

Data inflasi AS akan dirilis pada Selasa (14/1/2020), hasil polling Reuters menunjukkan kenaikan harga di AS bulan Desember tersebut diprediksi tumbuh 0,3% sama dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan diperkirakan tumbuh 0,2% sama dengan bulan November. 

Jika data inflasi kembali mengecewakan, dengan kata lain pertumbuhannya lebih rendah dari prediksi, probabilitas The Fed kembali memangkas suku bunga di tahun ini tentunya akan meningkat, dan emas tentunya punya peluang lebih besar untuk kembali menguat. 


Penguatan harga emas pada perdagangan Jumat membuatnya kini dekat dengan level kunci US$ 1.569/troy ons

Melihat grafik harian, emas yang disimbolkan XAU/USD masih bergerak di atas rerata pergerakan (Moving Average/MA) MA 8 hari (garis biru), tetapi masih MA 21 hari (garis merah), dan MA 125 hari (garis hijau).

Emas akan Hadapi Pekan Berat, tapi Tetap Berpeluang Melesat! Grafik: Emas (XAU/USD) Harian
Sumber: investing.com


Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak turun di wilayah positif, sementara histogramnya mengecil. Indikator ini menunjukkan emas mulai kehabisan momentum penguatan.

Emas akan Hadapi Pekan Berat, tapi Tetap Berpeluang Melesat! Grafik: Emas (XAU/USD) 1 Jam
Sumber: investing.com


Pada time frame 1 jam, emas bergerak di atas MA 8 dan MA 21, tetapi di bawah MA 125. Indikator Stochastic bergerak naik dan berada di wilayah jenuh beli (overbought).

Emas kini di dekat US$ 1.569/troy ons yang merupakan resisten (tahanan atas) terdekat. Jika mampu menembus konsisten di atas level tersebut, emas berpeluang naik ke US$ 1.580/troy ons. Peluang menuju level kunci US$ 1.588/troy ons menjadi terbuka jika emas mampu melewati level tersebut.
Dalam sepekan ke depan, emas memiliki peluang melesat hingga ke US$ 1.620/troy ons. 

Sementara selama tertahan di bawah US$ 1.569/troy ons, emas berisiko melemah menguji kembali US$ 1.558/troy ons, melihat indikator stochastic yang overbought Penembusan ke bawah level tersebut akan membawa emas turun ke US$ 1.551 sampai US$ 1.545/troy ons. 


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular