
Emas akan Hadapi Pekan Berat, tapi Tetap Berpeluang Melesat!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 January 2020 15:31

Penandatangan kesepakatan dagang AS-China akan menjadi tantangan yang berat bagi emas. Kedua negara rencananya akan meneken kesepakatan dagang fase I pada Rabu (15/1/2020) di Washington. Hal tersebut sudah dikonfirmasi oleh China.
"Karena undangan dari AS, Liu He (Wakil Perdana Menteri China) akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Menteri Pertanian China Gao Feng, sebagaimana dikutip AFP.
Kesepakatan dagang fase I bisa menjadi awal berakhirnya perang dagang antara AS dengan China yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018, dan membuat perekonomian global melambat. Ketika perang dagang resmi berakhir, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi.
Dalam kondisi tersebut, para investor biasanya akan kembali masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi. Emas yang merupakan aset tanpa imbal hasil akan menjadi tidak menarik lagi, dan harganya biasanya akan tertekan.
Tetapi bukan berarti emas tidak bisa menguat lagi. Logam mulia ini masih bisa bersinar di pekan depan. Untuk diketahui di penghujung 2019 saat bursa saham AS (Wall Street) terus mencetak rekor tertinggi, harga emas yang seharusnya mengalami tekanan justru menguat, bahkan mengakhiri tahun 2019 di atas level US$ 1.500/troy ons.
Hal ini menunjukkan, emas masih cukup berkilau di mata investor. Apalagi jika melihat kesepakatan dagang fase I yang sudah didengungkan sejak akhir tahun lalu, ada kemungkinan harga emas saat ini sudah price in atau menakar hal tersebut. Sehingga ditekennya kesepakatan dagang bisa jadi tidak akan berdampak signifikan terhadap harga emas.
Seperti disebutkan di halaman sebelumnya, salah satu alasan emas masih tetap berkilau adalah The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Selain data tenaga kerja, inflasi AS juga merupakan acuan utama bank sentral paling powerful di dunia ini dalam menetapkan suku bunga.
Data inflasi AS akan dirilis pada Selasa (14/1/2020), hasil polling Reuters menunjukkan kenaikan harga di AS bulan Desember tersebut diprediksi tumbuh 0,3% sama dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan diperkirakan tumbuh 0,2% sama dengan bulan November.
Jika data inflasi kembali mengecewakan, dengan kata lain pertumbuhannya lebih rendah dari prediksi, probabilitas The Fed kembali memangkas suku bunga di tahun ini tentunya akan meningkat, dan emas tentunya punya peluang lebih besar untuk kembali menguat.
(pap/pap)
"Karena undangan dari AS, Liu He (Wakil Perdana Menteri China) akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Menteri Pertanian China Gao Feng, sebagaimana dikutip AFP.
Kesepakatan dagang fase I bisa menjadi awal berakhirnya perang dagang antara AS dengan China yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018, dan membuat perekonomian global melambat. Ketika perang dagang resmi berakhir, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi.
Tetapi bukan berarti emas tidak bisa menguat lagi. Logam mulia ini masih bisa bersinar di pekan depan. Untuk diketahui di penghujung 2019 saat bursa saham AS (Wall Street) terus mencetak rekor tertinggi, harga emas yang seharusnya mengalami tekanan justru menguat, bahkan mengakhiri tahun 2019 di atas level US$ 1.500/troy ons.
Hal ini menunjukkan, emas masih cukup berkilau di mata investor. Apalagi jika melihat kesepakatan dagang fase I yang sudah didengungkan sejak akhir tahun lalu, ada kemungkinan harga emas saat ini sudah price in atau menakar hal tersebut. Sehingga ditekennya kesepakatan dagang bisa jadi tidak akan berdampak signifikan terhadap harga emas.
Seperti disebutkan di halaman sebelumnya, salah satu alasan emas masih tetap berkilau adalah The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Selain data tenaga kerja, inflasi AS juga merupakan acuan utama bank sentral paling powerful di dunia ini dalam menetapkan suku bunga.
Data inflasi AS akan dirilis pada Selasa (14/1/2020), hasil polling Reuters menunjukkan kenaikan harga di AS bulan Desember tersebut diprediksi tumbuh 0,3% sama dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan diperkirakan tumbuh 0,2% sama dengan bulan November.
Jika data inflasi kembali mengecewakan, dengan kata lain pertumbuhannya lebih rendah dari prediksi, probabilitas The Fed kembali memangkas suku bunga di tahun ini tentunya akan meningkat, dan emas tentunya punya peluang lebih besar untuk kembali menguat.
(pap/pap)
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular