Rp 275 T Habis Buat Bayar Bunga Utang, Tapi Jangan Marah Dulu

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 January 2020 13:09
Rp 275 T Habis Buat Bayar Bunga Utang, Tapi Jangan Marah Dulu
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun lalu, pemerintah mengeluarkan duit Rp 275,5 triliun untuk membayar bunga utang, naik dari 2018 yang sebesar Rp 256 triliun. Sekilas memang besar, tetapi ada kabar baik yang terkandung di dalamnya.

Pada 2019, pembayaran bunga utang tumbuh 6,8%. Jauh melambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang dalam tren naik.




Secara nominal, beban pembayaran bunga utang pemerintah memang naik. Namun secara relatif, beban itu jauh berkurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Kunci utama penurunan beban pembayaran bunga utang adalah perbaikan di pasar obligasi negara. Saat ini, mayoritas utang pemerintah adalah dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN).

Per November 2019, total utang pemerintah tercatat Rp 4.814,31 triliun. Dari Jumlah tersebut, Rp 4.044,27 triliun (84,01%) adalah SBN dan sisanya pinjaman.

Beban pembayaran kupon SBN menurun seiring penurunan imbal hasil (yield). Biasanya yield adalah patokan dalam membaca pergerakan obligasi karena mencerminkan suku bunga dan risiko dalam satu angka.

Sepanjang 2019, yield SBN seri acuan tenor 10 tahun turun 88,4 basis poin (bps). Jauh membaik dibandingkan 2018, di mana yield instrumen itu malah melonjak 167,5 bps.




Oleh karena itu, tidak heran beban pembayaran bunga utang secara relatif turun. Sebab kupon yang harus dibayar pemerintah lebih rendah.


Penurunan yield SBN seiring dengan membaiknya peringkat utang Indonesia. Pertengahan tahun lalu, lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) menaikkan rating utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Ini menjadi kali pertama Indonesia mendapat peringkat BBB dari S&P sejak 1995.

Baca: Jokowi dan 24 Tahun Penantian Rating Utang S&P Jadi BBB

"Ekonomi Indonesia secara konsisten terus berhasil melampaui negara-negara yang sekelompok (peers) dan kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan terjaga pada tahun-tahun ke depan. Dengan stabilitas kebijakan dan fiskal yang pruden, kami meyakini profil utang Indonesia layak dinaikkan.

Oleh karena itu, kami menaikkan peringkat utang Indonesia ke BBB dari BBB- dengan outlook stabil. Kami juga menaikkan rating obligasi jangka pendek menjadi A-2 dari A-3. Outlook stabil mencerminkan ekspektasi kami bahwa ekonomi Indonesia masih akan kuat dalam jangka menengah dan keseimbangan eksternal akan membaik," papar keterangan resmi S&P tertanggal 31 Mei 2019.

Kenaikan rating menggambarkan risiko gagal bayar (default) Indonesia semakin kecil. Penurunan risiko gagal bayar ini kemudian tercermin dari Credit Default Swap (CDS).

Sepanjang 2019, CDS Indonesia tenor lima tahun terpangkas 73,28 poin. Padahal tahun sebelumnya, CDS naik 49,92 poin.

 


Jadi rasa aman karena risiko default yang semakin mustahil membuat investor masuk ke pasar SBN. Hasilnya, yield turun dan beban pembayaran bunga utang pemerintah berkurang.


Selain faktor keamanan, adalah keuntungan alias cuan yang mendorong investor menyemut di pasar SBN. Penyebabnya adalah tren kebijakan moneter global yang akomodatif.

Misalnya di Amerika Serikat (AS). Sepanjang 2019, Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) menurunkan suku bunga acuan sampai tiga kali untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang melambat akibat perang dagang dengan China.


Tidak hanya AS, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) juga sempat menurunkan suku bunga acuan satu kali dari -0,4% menjadi -0,5% pada September. Ini menjadi penurunan pertama sejak Maret 2016.

Akibatnya, berinvestasi di negara-negara maju tersebut menjadi kurang menguntungkan. Saat suku bunga acuan turun, maka imbalan investasi di aset-aset berpendapatan tetap akan ikut terpotong.

Situasi ini mendorong pelaku pasar mencari lokasi untuk menempatkan dana. Pertimbangannya tentu dua, aman dan cuan. Nah, Indonesia bisa menawarkan dua hal itu.

Aman sudah jelas, kita sudah bahas sebelumnya. Cuan pun siap diberikan.

Meski Bank Indonesia (BI) juga menurunkan suku bunga acuan, tetapi yield SBN 10 tahun masih tetap tinggi yaitu di kisaran 7%. Jauh lebih tinggi ketimbang instrumen serupa di Malaysia yang menawarkan yield 3%, Filipina 4%, sampai India 6%.

Tidak heran investor, terutama asing, sangat bernafsu memburu SBN. Sepanjang 2019, kepemilikan asing di SBN bertambah Rp 168,61 triliun.

Investor yang nyaman berinvestasi di SBN membuat yield dan kupon bergerak ke selatan. Hasilnya, beban pembayaran bunga utang pemerintah pun berkurang.

[Gambas:Video CNBC]




TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular